ANGKASA-01

2.1K 71 6
                                    

Selamat membaca cerita Angkasa.

Hope you'll enjoy it :)

Sepasang mata Sapphire¹ itu terbuka perlahan. Kemudian kedua tangannya bergerak untuk menghilangkan air matanya yang mengering— tidak, ia tidak menangis. Hanya saja, beberapa orang memang menemukan kotoran di matanya ketika bangun tidur.

Menit berikutnya pria itu menguap lebar, berlanjut mengacak rambut brunette²-nya lalu ia melirik jam digital yang berdiri anggun di meja belajarnya. Sinar biru di layar hitam berbentuk balok itu tampak berpendar menunjukkan waktu pada saat itu.

06 : 34 am

Atlas mengembuskan napas lega karena ia belum terlambat untuk ke sekolah dan paman pemabuknya belum mengetuk pintu kamarnya dengan ketukan beruntun yang memekakan telinga. Well, paman sialan itu selalu melakukannya untuk membangunkan Atlas.

Atlas kemudian bangkit dan meraih handuk putih miliknya dari sebuah gantungan yang terletak di balik pintu kamarnya. Lalu kakinya melangkah memasuki pintu kamar mandi yang berada tepat di samping pintu kamarnya.

Seperti biasa, ia menggantung handuknya di gantungan yang sudah disediakan, kemudian bergerak melepas seluruh pakaian yang ia kenakan dan melemparnya dengan asal ke arah ember penampung pakaian kotor miliknya yang berada di salah satu sudut ruangan.

Kemudian, pemuda itu beralih memutar kran yang terhubung dengan shower. Ia memejamkan matanya dan membiarkan air dingin membasahi seluruh tubuhnya.

Semuanya terjadi begitu normal. Sampai beberapa saat kemudian Atlas merasakan kepalanya berputar, tenggorokannya tercekat, pijakannya bergetar hebat —seperti gempa— dan yang ia lihat hanyalah cahaya biru yang menyilaukan.

Pemuda itu tak mampu berucap, tak mampu bergerak lebih selain menjambak rambutnya sendiri karena sakit kepala hebat yang menyerangnya. Getaran di lantai pijakannya semakin menggila dan dunianya menjadi gelap— Atlas tak sadarkan diri.

❄❄❄


"Tok! Tok! Tok!" pintu bercat cokelat tua itu diketuk berkali-kali oleh seorang pria paruh baya. Ia menggeram ketika tak ada suara yang menyahut dari dalam.

"Bangunlah dasar pemalas!" teriak pria itu dari tempatnya berdiri.

Ia kembali mengetuk pintu dengan tinjunya.

"Hey! Kedua teman idiotmu sudah menunggumu di bawah!"

Pria itu mendekatkan kepalanya ke arah pintu, menempelkan daun telinga kanannya di permukaan halus pintu bercat cokelat itu. Namun, masih tak ada jawaban.
Pria itu mendengus dan kembali meneguk vodka yang sedari tadi ia genggam di tangan kirinya. Berikutnya, pria itu memukul pintu cokelat tua itu sekali lagi.

"Terserah!" maki pria pemabuk itu. Ia lalu berjalan dengan sempoyongan memasuki kamarnya sendiri.

Sementara di lantai bawah rumah mewah itu, Novan dan Gilang merasa resah.

Novan melirik arloji hitam yang melingkar apik di pergelangan tangan kirinya.

06 : 55 a.m

"Ayo berangkat!" seru pria berkaca mata itu.

"Heh! Konco ulo! Mau ninggalin Atlas?" Gilang merespon dengan tak santai.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang