ANGKASA-17

249 18 0
                                    

Selamat membaca cerita Angkasa.☺

Enjoy.

Novan nyaris berjingkrak senang. Namun, nyatanya pemuda itu hanya tersenyum lebar berkali-kali. Begitulah Novan Dwi Putra Sentosa. Sosok pemuda yang tenang dan mampu meredam perasaannya dengan begitu baik.

Saat ini Novan sedang menggerak-gerakkan telapak tangannya di layar hologram berukuran segenggam tangan. Layar kecil itu bercahaya merah menyala. Novan kagum sekali dengan benda bernama vista ini.

Sebuah benda yang mampu membuat miopia —atau lebih populer disebut mata minus— yang dideritanya sembuh seketika. Ya, seketika.

Cara kerjanya pun mudah, pertama-tama hologram merah ini akan menginstall identitas dari tubuh si pengguna, berikutnya cukup sentuh bulatan merah yang berpendar di sudut layar untuk memulai pemulihan. Dan hasilnya? Hanya memakan hitungan detik saja untuk memusnahkan miopia yang diderita oleh si pengguna.

Novan tersenyum lebar. Entah berapa banyak senyuman yang sudah terbit di wajahnya sejak sepasang matanya pulih total. Padahal pemuda yang satu ini terkenal jarang sekali mengumbar senyum.

Tak lama. Hanya selang beberapa detik, senyuman Novan memudar perlahan. Ia beralih menyapu sekitarnya dengan indera penglihatannya. Dahi Novan mengkerut tajam saat ia melihat bahwa dirinya sedang duduk di ranjang putih yang dikelilingi dinding putih mengkilat.

"What's?" Novan bergumam lirih ketika menyadari bahwa di seluruh sisi ruangan medium ini tidak ada pintu satupun.

Novan menghela napas sejenak. Masih dengan dahi mengkerut, pria itu menggigit kedua sisi dalam pipinya. Gigitan yang cukup kuat hingga rasa sakit menjalar dan mengagetkannya. Membuat Novan meringis sendiri akibat ulahnya itu. Ya, setidaknya ia baru saja membuktikan bahwa ini bukan mimpi semata.

Novan menggembungkan pipi lalu mengembuskan napas berat melalui mulutnya.

Di saat yang bersaman, suara deru mesin halus terdengar. Membuat Novan menoleh kanan-kiri untuk mencari sumber suara asing itu.

Novan menyipitkan mata tatkala salah satu sisi dinding bergerak membentuk persegi panjang vertikal. Dinding putih itu bergerak dan sejurus kemudian terbuka. Menampakkan sosok pria yang dikenal Novan yang kemudian berjalan memasuki ruangan itu. Ruangan yang sedang ditempati Novan.

"Gimana matanya?" tanya pemuda itu diakhiri dengan seulas senyum.

Novan mengumpulkan bibirnya di satu sisi, kemudian menjawab pertanyaan si mata biru.
"Mata gue normal lagi."

"Syukur deh kalo gitu." jawab pemuda itu sembari mendudukkan diri di ranjang. Tepat di sebelah Novan duduk.

"At..." Novan melafalkan dua huruf yang menyusun nama pemuda yang kini tengah duduk di sampingnya dengan wajah cerah.

"Hm?" alis pemuda itu terangkat. Seolah mengekspresikan keantusiasannya dalam menunggu perkataan Novan selanjutnya.

"Sebenernya, kita dimana?"
Novan mengembuskan napas panjang. Sementara lawan bicaranya menundukkan kepala.

"Dan lo? Kenapa kemarin-kemarin ngilang tanpa kabar?" tanya Novan lagi.

Atlas mengembuskan napas melawat mulutnya. Ya. Lawan bicara Novan sedari tadi adalah Atlas Angkasa Perwiranegara. Pemuda bermata indah yang saat ini sedang menimang rangkaian kalimat yang tepat untk menjelaskan semua hal yang terjadi kepada Novan. Hal-hal yang terkesan mustahil. Dan Atlas sedikit takut kalau-kalau Novan tidak akan mempercayainya.

"Gue... Bingung gimana jelasinnya."

Novan mengangkat sebelah alis. Sedikit tak paham dengan penuturan sahabatnya barusan. Serumit apa sebenarnya? Dan sesungguhnya tempat ini adalah tempat apa? Mengapa Atlas sampai kesulitan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaannya barusan?

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang