ANGKASA-14

250 19 0
                                    

Selamat membaca cerita Angkasa. 😄

Grainscreen milik dokter Guarito berdenting sekali. Membuyarkan imajinasi mengerikan Atlas perihal kepunahan secara menyeluruh di setiap sektor dari kerajaan Orion. Walaupun faktanya baru sekejap ia menginjakkan kakinya di kerajaan ini, namun ada secercah rasa dalam hatinya yang memberi komando bahwa dirinya harus menyelamatkan kerajaan ini. Kerajaannya.

"Sebuah laporan dari sektor Νεβυλα, (baca : Nebula) Yang Mulia."

Atlas menatap dokter Guarito. Bersedia mendengar berita yang baru saja terkirim di layar grainscreen. Sebenarnya Atlas sempat melirik grainscreen yang melayang di depan dokter Guarito, namun tentu saja Atlas tidak memahami rentetan huruf asing yang memenuhi layar hologram itu. Alhasil terdiamlah Atlas dengan sepasang telinga bersiap mendengar perkataan sang dokter.

"Salah seorang teman Anda telah terbangun, Yang Mulia. Dan ia terlihat sedikit panik."

Pupil mata Atlas membesar. Temannya ya? Novan ataukah Gilang yang telah terbangun? Masa bodoh soal siapa yang bangun terlebih dahulu. Yang jelas, Atlas benar-benar tidak sabar untuk menghambur ke pelukan mereka.

"Aku boleh menemui mereka, kan?"

Hening. Baik dokter Guarito maupun Onorato Altri tidak ada yang menjawab pertanyaan Atlas.
Namun, suara langkah kaki terdengar mendekat.
Atlas menoleh ke sumber suara.

Seorang gadis berparas cantik dengan tubuh ideal bak Miss Universe sedang berjalan ke arahnya —atau ke arah Dokter Guarito dan Onorato Altri— dengan langkah tegas.

Gadis itu, Aina Miranda. Kepala Sistem Pertahanan dan Keamanan di Kerajaan Orion. Markas gadis ini sebenarnya adalah di sektor Σαιφ. Akan tetapi, atas terjadinya wabah biru yang melanda dua sektor di kerajaan ini, Aina menjadi ikut berunding dengan Atlas, dokter Guarito, dan Onorato Altri.

Balutan seragam hitam yang melekat di tubuh Aina menambah kesan kuat dan tegas dari gadis yang menyandang gelar besar itu. Rambut cokelat tua panjang miliknya digulung rapi. Membuatnya terlihat garang dan tidak termasuk ke dalam tipikal gadis feminim pada umumnya.

Aina meluruskan tangan kanannya kedepan saat jarak antara dirinya dengan Atlas tersisa sekitar setengah meter saja. Kemudian ia menarik kepalan tangannya dan meneukuknya hingga menempel ke dada kirinya.

"Salam hormat saya, Pangeran."

Lagi lagi tenggorokan Atlas tercekat saat mendengar salam semacam ini. Lidahnya kelu. Dengungan aneh memenuhi kepalanya dan Atlas tidak mampu bergeral sejengkal pun. Berkedip pun terasa berat. Namun, demi kehormatan dan gengsinya, Atlas mengangguk sekali. Sebuah gerakan kecil yang Atlas lakukan dengan usaha mati-matian. Pasalnya, tubuhnya terasa bak membeku tiap kai mengingat bahwa dirinya memanglah seorang Pangeran.

"Saya menyatakan bahwa saya kurang setuju dengan kedatangan kedua teman Anda, Yang Mulia."

"Maksudmu?" tanya Atlas dengan alis bertautan.

Aina menatap lantai putih mengkilat yang menjadi pijakannya. Sebuah kedipan kecil yang tak mengubah posisi kepalanya. Kepalanya masih mengarah kedepan dengan tegas. Tidak tertunduk sedikitpun. Bagaimanapun keadaannya, Aina dilatih untuk selalu kuat, tegas, dan gigih. Ia tidak dilahirkan dan tidak diajarkan pula menjadi seorang gadis yang lemah lembut. Sejauh ini, begitulah pemahaman yang ditanamkan pada diri Aina. Dan Aina mempertahankan konsistensi itu hingga detik ini.

"Saya rasa dokter Guarito, atau siapapun belum memberi tahu Yang Mulia perihal hubungan penduduk kerajaan Orion dengan penduduk planet bumi." bersamaan dengan terucapnya kalimat itu, mata tajam Aina beralih menatap Atlas. Tatapan yang menohok hati Atlas. Tatapan yang membuat Atlas bingung sekaligus gusar.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang