ANGKASA-09

495 20 0
                                    

Selamat membaca cerita Angkasa.😄

Atlas terpukau saat Iris mata sapphire-nya menatap ruangan yang ada di hadapannya. Ruangan ini sangat luas. Dinding-dindingnya seperti terbuat dari batu keabuan yang sangat keras. Langit-langitnya berbentuk kubah yang lagi-lagi transparan dan menyuguhkan pemandangan butir-butir cahaya yang tak terhitung jumlahnya. Atap yang serupa dengan atap lintasan lempengan hologram yang tadi membawa Atlas untuk sampai ke tempat ini.

Luas yang begitu berlebihan untuk disebut sebagai ruangan. Atlas berpikir bahwa tempat ini lebih mirip lapangan. Bahkan lapangan sepak bola di stadion ternama di dunia pun luasnya tak sebanding dengan tempat ini. Tempat ini benar-benar luas. Dan tentunya Atlas tidak mau terlihat bodoh di hadapan dokter Guarito dengan menanyakan luas area ini. Ia lebih memilih untuk memendam rasa penasarannya yang satu itu.

Terlepas dari luas arealnya, Atlas juga cukup kagum dengan tulisan yang terpampang di langit-langit. Huruf-huruf asing itu tersusun di atasnya. Lumayan tinggi, tetapi jelas sekali untuk dibaca karena ukuran tiap hurufnya yang juga super. Sayangnya, Atlas tidak bisa membaca rangkaian huruf itu. Dan otomatis ia juga tidak mengetahui makna dari susunan huruf-huruf aneh yang berkilauan di atas sana. Yang Atlas ketahui dengan pasti, huruf-huruf itu berwarna biru kristal nan indah dan berkilau. Cahayanya cukup menyilaukan, namun tak seberapa dan tak berlebihan— mungkin si desainer menyadari bahwa fungsi dari huruf-huruf itu adalah untuk membentuk sebuah tulisan yang akan dibaca, sehingga bahan baku yang dipilih bukanlah material yang mampu memantulkan cahaya dengan begitu besar, seperti berlian misalnya. Meskipun begitu, rangkaian huruf itu cukup elegan untuk ukuran tulisan biasa. Material pembentuknya juga tidak berlebihan.

Σαιφ


Yang mampu Atlas kenali hanyalah huruf A, dan I. Meski ia merasa mengenal kedua huruf itu, namun keraguan masih mendominasi. Ia tidak yakin jika huruf A, dan I itu memanglah dua buah huruf yang ia kenal sebagaimana lazimnya. Well, pemuda itu mulai pusing menatap barisan huruf yang begitu asing bagi dirinya. Dan entah untuk yang kesekian kali, Atlas merasa seperti terdampar.

Selang beberapa detik, perhatian Atlas beralih dan ia merasa kewarasannya berada di titik terendah saat melihat orang-orang berpakaian serba hitam yang tengah melayang menggunakan lempengan hologram bercahaya biru.

Bukan karena merena terbang, tetapi hal yang membuat Atlas sulit bernapas justru adalah jumlah dari orang-orang itu. Pandangan Atlas bahkan seperti sedang menatap lautan manusia yang sedang melayang di atas lempengan hologram. Sebanyak itu. Mungkin saja jumlah mereka sekitar ratusan, atau bahkan ribuan. Atau bisa saja mencapai ratusan ribu. Atlas tak tahu. Yang jelas jumlah mereka banyak sekali. Banyak sekali.

Lautan manusia berseragam itu melayang dengan hologram membentuk barisan rapi. Sejak beberapa detik lalu netra Atlas memperhatikan mereka, mereka sudah melakukan perubahan barisan formasi sekitar lima kali. Mereka bergerak cepat sekali. Entah orang-orang itu yang cepat atau justru hologram-hologram yang mereka naiki lah yang membuat pergerakannya menjadi cepat. Sebuah rasa penasaran yang terabaikan karena Atlas sama sekali tidak berniat bertanya walaupun pada kenyataannya di pikirannya terukir tanda tanya berukuran besar. Pemuda itu membendung rasa ingin tahunya lagi dan lagi.

Dokter Guarito menepuk bahu Atlas. Pemuda itu menoleh. Mengalihkan pandangannya dari lautan manusia yang tampak seperti prajurit kerajaan, tentara kerajaan— atau semacamnya.

Bibir dokter Guarito berkedut. Menampakan senyumannya yang senantiasa ia tunjukkan kepada Atlas. Sementara pemuda itu bertanya dalam hati, apakah dokter ini selalu senyum setiap waktunya? Bahkan saat sedang tidur?

"Selamat datang di sektor Saiph, Yang Mulia. Ini adalah sektor pertahanan dan keamaan di kerajaan Orion." ucap dokter Guarito tanpa sekalipun mengendurkan senyumannya.

ANGKASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang