Dulu, aku yang lebih dulu jatuh cinta pada Gaga. Cara terhubung kami klise. Lala sahabat Gaga. Dan Lala juga temanku.
Sebenarnya, Lala itu senior satu tingkat yang mengulang semua mata kuliah semester lima karena pernah cuti. Kami akrab karena seleksi alam. Dunia tempatkan orang-orang nggak populer seperti kami di sudut-sudut kelas yang susah dijangkau mata minus dosen. Bersama sarang laba-laba, dan nyamuk Aedes Aegypti.
Gaga beda kampus. Tapi kami sering bertemu sesering aku bertemu Lala.
Kalau ditanya kenapa aku menyukai Gaga? Simple, dia punya banyak alasan untuk dicintai kok. Wajah dan kepribadiannya sama-sama tampan. Paling penting, laki-laki yang berhasil membuat orang introvert banyak bicara, kurasa itu menarik.
Bukan aku yang introvert. Tapi, Lala. Dia sangat tertutup pada orang lain. Dengan Gaga? Banyak bicara. Menarik, bukan?
Kami main bareng. Sampai lulus kuliah dan akhirnya satu tempat kerja juga.
Tentang perasaanku pada Gaga. Ini adalah jenis jatuh cinta yang santai. Diungkapkan, sukur. Nggak diungkapkan pun biasa saja. Nggak merana-merana amat. Aku nikmati gebukan jantungku setiap kali interaksi dengannya di kantor. Juga, sedikit cemburu lihat dia gonta-ganti pacar. Cemburu doang, nggak tersiksa sampai pengin mati kok.
Berdoa dia putus? Sering.
Bayangkan dibonceng dia ke mana-mana? Jangan ditanya, setiap hari!
Kesem-sem saat dia pakaikan jaket ke ceweknya? Banget! Dan berharap aku yang ada di posisi itu.
Itu harapan-harapan yang kutulis di dalam Blog pribadi dengan identitas rahasia. Di sana, aku selipkan nama Gaga. Hanya Gaga bukan nama asli. Ada beribu orang yang bernama Gaga bukan? Aku nggak perlu khawatir dibaca oleh orang-orang yang kebetulan mengenal kami.
Suatu hari, karena keteledoranku tinggalkan PC ke toilet tanpa mengaturnya ke mode sleep, Lala membaca isi blog-ku. Mula-mula, dia biasa saja seolah nggak tahu apa-apa. Lalu kabur dari kubikelku ke ruangannya.
Beberapa lama kemudian, aku menerima WhatsApp darinya berisi foto-foto tulisanku. Sial! Tak hanya membaca, dia juga mengabadikan. Tak lupa diselipkan pujian, "Ini manis banget, Nya! Aku bantu bilang ke Gaga?"
Di momen makan siang bareng, terang-terangan Lala menunjukkan itu ke Gaga. Sumpah, aku ingin pindah ke Piroxima B saat Gaga alihkan mata dari ponsel lalu menatapku sekejap. Dia bilang, "Makasih ya, Nya."
Aku malu mampus. Menarik diri dari Gaga dan Lala. Minimkan kebetulan bertemu lewat cara apa pun. Gaga biasa saja. Nggak menghindar, nggak juga tunjukan tanda-tanda kalau dia punya perasaan yang sama. Apalagi risih atas kehadiranku. Cuma aku yang nggak enak.
Setiap hari kita bertemu di kantor. Aku sering kabur kalau terlibat dalam satu frekuensi obrolan.
Berapa kali, Gaga datang ke tempatku berlatih memanah. Bukan sengaja. Bang Nizar, abangnya Gaga, adalah ketua club memanah sekaligus pemilik tempat itu.
Biasanya, Gaga akan menyapa, "Hai, Nya. Latihan?" Lalu kubalas dengan anggukan. Dia tersenyum. Lantas pamit pergi. Terus seperti itu.
Aku jadi saksi putusnya Gaga dengan beberapa cewek. Terakhir, Felisha. Setelah itu, berbulan-bulan dia nggak punya gandengan.
Sebulan sebelum ulang tahun, Gaga mulai bersikap aneh padaku. Dia kerap kali menggangguku saat belajar akulele bersama bang Nizar atau teman-teman dari club memanah lain.
Menyindirku dengan lagu-lagu gombalan.
Aku nggak bodoh-bodoh amat tentang urusan percintaan. Kutahu Gaga sedang mendekatiku. Fakta itu juga disampaikan Lala dengan pelukan sambil berbisik, "Nyaaa. Kayaknya Gaga mau nembak kamu deh. OMG, Nya! Aku seneng! Semoga kali ini, gak putus-putus lagi, yah. Kasian Gaga. Aku bosen liat dia patah hati terus"
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohpedia
ChickLitJodopedia adalah rumah bercerita sekaligus kedai para lajang. Dari petang, hingga matahari melintang, banyak lajang-lajang yang berkumpul di sana. Bertukar cerita malang, mencari peluang, atau sekadar nikmati masa bujang. Ada Lajang Sayang, Lajang M...