"Mama. Ini nggak akan berhasil
Tolong suruh mereka berhenti," desahku putus asa.Aku nggak peduli pada penata rias yang memajang wajah sebal karena polesan make up-nya kurusak dengan air mata. Ini percobaan terakhir. Sebelum semuanya terlambat. Sebelum laki-laki sialan itu datang dan sekali nafas, mensahkan aku sebagai istri.
Aku benci, ukiran inai di tanganku. Muak melihat dekorasi kamar pengantin sialan ini, sekaligus takut pada busana pengantin dan segala tetek bengeknya yang tergeletak tak jauh dariku. Jarum jam terus berbunyi di kepala, seolah menandakan sebentar lagi, hidupku akan berakhir di tangan Garandra.
"Aku nggak mau nikah sama Gaga, Ma. Demi Tuhan!"
Mama terlihat iba. Tapi aku tahu, sejak lamaran Gaga sebulan lalu diterima abangku, yang setelah Papa meninggal otomatis menjadi waliku, Mama nggak memiliki kemampuan untuk batalkan pergelaran besar ini.
Rumah sudah dihias sejak beberapa hari lalu. Walau pergelaran pernikahan nggak memakai adat Minang, tapi seluruh keluargaku tetap diundang. Itu bikin semua perlawananku jadi makin lemah. Kemarin, lihat ruangan untuk akad didekorasi dengan cantik, yang jadi buruk rupa justru hatiku. Dan hari ini, tepatnya dua atau tiga jam ke depan, aku resmi diperistri.
Aku nggak menyangka, niat baik bisa terlihat begitu buruk saat dieksekusi oleh bajingan.
Bukan sekali dua kali Gaga mampir di mimpiku sebagai orang yang mendampingiku di pelaminan. Itu masih indah dan bisa merangsang senyumku. Dulu. Karena memang dia yang kuinginkan berada di sana. Sekarang, saat terwujud, aku ingin kabur sejauh mungkin. Lari! Sampai dia nggak mampu lagi mengikatku.
"Ma, lakuin sesuatu," desakku lagi.
Mama berikan elusan di rambut dan menasihatku. Bahwa Gaga akan jadi laki-laki yang tanggung jawab. Terbukti, selama ini, dia bisa menjagaku di tanah perantaun.
Bukannya tenang, tangisku makin kencang. Kutepis tangan si penata rias sampai kuasnya jatuh ke pangkuanku. Keinginan menjambakku sampai botak terbaca di matanya. Aku nggak peduli. Bahkan setelah dia keluar dari kamar. Merajuk atau apalah itu. Malah lebih bagus kalau dia murah hati ciptakan insiden lain.
"Arunya!" Mama mencegatku yang hendak mengambil beberapa potong baju di lemari.
"Aku nggak bisa M---" Pintu terbuka. Penata rias masuk kembali kali ini ada abangku bersamanya.
Lututku langsung lemas. Meski nggak ada kata yang abangku ucapkan. Tapi sorot matanya menyuarakan "Jangan bikin Abang kecewa"
Detik itu aku tahu bahwa aku.... kalah. Aku nggak mungkin membantah pria yang sejak Papa meninggal, bermandi keringat hidupkan aku dan Mama. Sekolahkan aku sampai menjadi 'orang'. Yang rela menunda ibadah dan alihkan dana pernikahnya menjadi dana pendidikanku. Supaya aku masuk di kampus yang bagus di Ibukota.
Abang. Aku nggak bisa bikin dia kecewa.
Pada akhirnya, kududuk kembali di kursi. Patuh. Menatap kaca yang proyeksikan bayanganku. Saat kuas kembali bermain di pipiku, air mataku mengalir lagi.
Aku menangis
Menangis.
Menangis
Menangis
Menangis
Menangis sampai mataku berpasir.
Menangis sampai kurasakan kasur yang kutiduri bergetar. Kemudian terbangun karena tersedak ludah sendiri. Butuh beberapa menit untuk pulihkan diri. Lalu cermati sekeliling. Sempat mengira ada gempa hebat. Salah! Badanku yang menggigil sampai tremornya terkirim ke ranjangku. Bergetar.
![](https://img.wattpad.com/cover/166815656-288-k834615.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohpedia
ChickLitJodopedia adalah rumah bercerita sekaligus kedai para lajang. Dari petang, hingga matahari melintang, banyak lajang-lajang yang berkumpul di sana. Bertukar cerita malang, mencari peluang, atau sekadar nikmati masa bujang. Ada Lajang Sayang, Lajang M...