Arunya - Single Membawa Berkah

10.1K 2.2K 306
                                    

Arunya, 28 tahun. (Masih bisa melahirkan 7-8 anak sebelum menopause)

Cantik tanpa skin care routine. Kulit muka kencang walau tak pakai susuk dan tanam benang. (Cuma modal wudhu. Sama satu krim malam mahal. Sama serum juga. Sama... banyak)

Mandiri, ke mana-mana pakai ojek. Nggak minta dijemput. (Apalagi sama pacar orang)

Jago masak kelas Googling.

Pemanah andal. Mantan atlit softball. Bisa main musik. Lincah dan efisien.

Hemat (Syampo 250 ML dipakai 2 bulan, lipstik sampai dikorek dengan cotton bud, lotion sampai tetes terakhir)

Setia, (Pernah bertahan empat tahun dalam hubungan racun)

Baru putus. Tapi nggak pakai patah hati. (Sudah siap dicintai dan mencintai)

Oh, lupa. Dulu, pernah juara dua lomba Tartil Quran se-SMP Bukittinggi.

SINGLE. Siap diajak serius.

Itu daftar prestasi yang kutulis dan kutempel di mana-mana sejauh mata menjangkau. Tenang saja, itu bukan pertanda binasa kepercayaan diri kok. Hanya self reminder. Dan cukup berpengaruh menonjok optimisku. Aku sepuluh juta kali merasa layak dicintai. Masih pantas untuk mulai hubungan baru yang keren. Dengan orang yang hebat.

Astaga, boleh aku beri emoticon senyum banyak-banyak di ujung kalimatku tadi?

☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺☺

Lima hari pasca peristiwa di ruangan karaoke itu, aku benar-benar hidup sebagai Arunya-single-happy-dappy-yuppy.

Pentol-pentol yang biasanya memenuhi dadaku sampai sesak itu sekarang hilang entah kemana. Aku merasa lapang. Dan ingin melompat girang seperti cewek-cewek bercelana putih di iklan pembalut itu.

Serius, siapa pun kamu yang membaca kisahku sekarang dan sedang terjebak dengan hubungan racun, kuberitahu, cepat-cepat keluar dari situ! Selamatkan diri kamu! Lalu duduk santai di satu tempat, tunggu saja, ada pria lain yang akan menemukanmu. Ada hubungan-hubungan hebat yang menanti. Itu formula untuk memotivasi diri. Selamat mencoba.

"Nya! Tahun baruan ke mana?" Fritz menyodorkan sebotol air mineral. Seperti biasa kami sedang duduk-duduk di kantin usai makan siang.

Ah iya aku belum punya agenda apa-apa. Club panahan ada kegiatan di Puncak. Sepertinya aku nggak ingin terlibat hura-hura. Kata Mama lewat telepon tadi malam, jauhi musik. Jauhi tempat ramai.

"Lagi hits tsunami diam-diam. Kayaknya aku di kostan aja, Fritz."

Dia ngakak. "Aku juga kerja sampai jam satu. Nggak bisa ajak kamu ke mana-mana. Nggak apa-apa, kan?"

"Manis banget, karena aku ga ada pasangan, kamu jadi punya tanggung jawab untuk bikin aku happy di moment penting yah?"

"Nggak juga, Nya. Itu hanya inisiatif sesama jomlo. Hehe. Saling menghibur dalam keadaan susah."

Aseli ini geli. Aku nggak terlalu suka sebutan 'jomlo'. Itu kayak manusia-manusia nggak laku kasta terendah. Maaf aja, statusku saat ini adalah single bermartabat.

"Eh tapi, Nya. Gimana kalau kamu temenin aku kerja? Nanti jam satuan kita balik sama-sama. Ke kostanku, gabung sama anak-anak. Mereka barbeque-an. Mau nggak?"

Saat mataku tertumbuk dengan matanya, Fritz kedapatan menggaruk ujung alisnya. Kagok.

Wow. Di kepalaku seperti ada running text yang biasa ada di sudut bawah layar Tv. Kali ini, memuat sepenggal lirik lagu HiVi, berbalap-balapan.

JodohpediaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang