Karla Nasution.
Iya, kalian baru saja membaca nama perempuan yang kucemburui segenap rasa.
Lala. Begitu cara dia menyebut diri dengan manja. Dulu mungkin lucu. Dua tahun ini, L.A.L.A, empat huruf itu kuterjemahkan seperti HIV, atau AIDS, atau Kangker. Artinya penyakit! Penyakit untuk hatiku yang awalnya sehat walaifat.
Sekarang, nama itu kusebut di depan Gaga dan Bang Nizar. Sebagai alasan utama kenapa aku ingin putus.
"Lala?" Bang Nizar dengan nada tidak percaya. "Kamu putusin Gaga karena dia? Cemburui kedekatan mereka?"
"Betul."
Aku salut pada ketenangan diriku. Padahal, setengah jam sebelumnya sempat bermain emosi lawan Gaga.
Kulirik Garandra. Dia melamun di sofa. Terlihat sangat pasrah serahkan semua proses mediasi ini pada abangnya. Ini lebih baik menurutku daripada kami harus saling berteriak dan ngotot pada pendirian masing-masing.
"Nya. Sebenarnya ini bukan jadi urusan Abang lagi. Tapi.... Selama ini, Abang lihat, kalian bertiga baik-baik aja."
"Nggak, Bang. Aku nggak baik-baik aja. Aku sakit hati ke mereka. Aku cemburu. Aku capek."
Sebelum menyerah dengan hubungan ini, ada ribuan pertimbangan yang harus kuperangi. Nggak kehitung, rasa sakit yang kutahan-tahan supaya jangan meledak dulu. Sabar adalah doktrin andalan. Kalau terlalu nyelekit, sabar lagi. Mungkin, akan ada perubahan.
Semua motivasi dari pakar cinta sudah kumakan sampai ke tulang-tulangnya. Kuterapkan, untuk menangkis rasa-rasa nggak enak di dada. Kuharap, nasihat-nasihat itu manjur meredam nafsu ingin sudahi hubungan.
Satu setengah tahun terlewati, akhirnya ada kabar baik. Lala berpacaran lagi pascaputus di waktu wisuda.
Tadinya kupikir, setelah Lala punya seseorang yang menyedot seluruh waktu dan perhatiannya, intensitas pertemuannya dengan Gaga akan berkurang. Ya, tebakanku tidak meleset. Lala kerap kali habiskan waktu bersama pacarnya.
Tetapi, satu hal yang nggak kuperhitungkan: ponsel Gaga jadi lebih rajin berdering. Tiap saat! (Bagian ini nggak hiperbola. Aku serius!)
Lala ditembak, lapor Gaga. Lala diajak jalan, Gaga yang beri tutorial menjadi cewek keren saat kencan pertama.
Lala yang kencan, Gaga yang antar-jemput.Ini yang nggak bisa kuterima dengan akal sehat. Maksudku, kenapa nggak biarkan cowoknya ambil alih tugas itu? Kenapa harus pacarku?!
"Jujur, aku benci Lala, Bang. Benci banget. 29 tahun, masih manja, bergantung ke orang lain. Nggak tahu diri! Sekarang aku tahu, alasan liciknya nggak pernah merekrut karyawan laki-laki. Karena dia ingin terus merepotkan Gaga. Gagaku! Pacarku! Dasar culas!"
Aku nggak percaya, bisa segamblang ini utarakan perasaanku di depan Bang Nizar dan Gaga. Udara di ruangan ini tiba-tiba menyengat. Dari ekor mata, kudapati kepala Gaga terangkat sempurna. Dia menatapku. Selekat pandangan Bang Nizar yang berpindah-pindah pada kami berdua.
Kenapa, Ga? Dulu, kutahan kenyataan ini karena tahu konsekuensinya adalah diputuskan sepihak. Sekarang, semua sudah kuatasi sendiri. Ketakutan terbesarku sudah kutaklukan. Siapa yang putuskan aku? Sudah kulakukan lebih dulu.
"Aku malah sempat mikir. Nanti, saat dia terlibat hubungan dengan satu cowok, aku berniat menggoda pacarnya. Supaya dia tahu, gimana sesaknya tempati urutan pertama di hati tapi selalu jadi nomor dua?"
Bang Nizar meringis. Dia pasti nggak nyaman dengan kejujuranku. Btw, aku enggak peduli lagi tentang penilaiannya. Nggak ada yang kutakuti lagi, bukan? Sebab statusnya bukan lagi calon kakak ipar yang harus diperlihatkan baik-baiknya saja. Sekarang Bang Nizar layak bersyukur, karena perempuan bernama Arunya dengan cita-cinta ingin jadi penggoda ini batal menjadi adik iparnya.
"Garandra. Hal sebesar ini, nggak pernah kalian bicarakan sebelumnya?"
Tak dijawab. Gaga masih khusyuk memandangku. Seolah di ruangan ini hanya tersisa kami berdua.
Bang Nizar mendekatiku. "Nya... kalian sudah empat tahun. Sayang sekali putus karena kurang komunikasi. Sekarang, kalian bicara bedua. Abang tinggalin." Dia dekati Gaga. "Jangan berantem kayak tadi. Nggak baik."
***
Selepas kepergiaan Bang Nizar, hening menyelimuti kami. Ruang karaoke tempat bicara malam ini pun sesunyi kuburan. Masing-masing tempati ujung sofa berbentuk L itu. Bungkam dan tunduk.
"Sejak kapan, Nya?" Gaga bicara tanpa memandangku. Nada percaya dirinya hilang total.
Aku mengedikan bahu. "Nggak tahu. Mungkin... Saat aku lihat kalian berbagi ice cream atau saling mencicipi makanan setiap kali kita makan bareng? Atau, pas kamu mukul cowok yang tiba-tiba pegang pantat Lala di lift sampai dia nangis, dan kamu kerja keras hibur dia, lalu, saking paniknya, kalian masuk mobil. Pergi gitu aja. Kalian lupa, ada aku bersama kalian."
Aku terkekeh. Pelintir jari dan mengingat betapa begonya aku hari itu. Berdiri kebingungan memandangi mobil mereka menjauh. Lalu saat Gaga sadar, dia telepon aku hanya untuk menguruhku menyusul. Pakai ojek.
"Nya...."
"Atau mungkin, di pagi-pagi setahun awal pacaran? Waktu kamu jemput aku di kostan pakai motor. Lalu menuju rumah Lala. Tinggalin motor di sana, kita nebeng mobil Lala. Posisinya, kamu menyetir. Lala di sampingmu. Lalu aku di kursi penumpang. Lihat bahu kalian berguncang karena banyak ketawa. Atau mulut kalian komat-kamit nyanyikan lagu yang aku nggak tau sama sekali?"
"Arunya..."
"Aku nggak tahu, Ga. Nggak tahu kapan persisnya."
Yang aku tahu, aku cukup waras untuk mengingat bahwa aku pernah diturunkan di jalan, pukul 11 malam. Disuruh menunggu di ruko kosong demi melihat pacarku putar haluan menjemput sahabatnya yang menangis karena putus lalu diabaikan begitu saja di restoran.
Gaga menyelamatkan Lala yang diabaikan tapi secara bersamaan dia mengabaikanku di jalan. Begitu saja aku sakit hati. Nggak hilang-hilang. Sampai sekarang.
Gaga lebih khawatir kalau Lala sakit. Bahkan, dia bisa memintaku pulang dengan Grab, alasannya, enggak bisa tinggalkan Lala sendirian di rumah.
"Mungkin kamu lupa, Ga. Bentuk cinta paling sederhana adalah prioritas. Sesuatu yang nggak pernah kudapat dari kamu selama empat tahun ini...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Jodohpedia
ChickLitJodopedia adalah rumah bercerita sekaligus kedai para lajang. Dari petang, hingga matahari melintang, banyak lajang-lajang yang berkumpul di sana. Bertukar cerita malang, mencari peluang, atau sekadar nikmati masa bujang. Ada Lajang Sayang, Lajang M...