Three

13.1K 600 4
                                    

Hari ini Deia akan menemui sang 'dewa dosen' di kampus nya. Dari julukannya saja siapapun yang berada di kampus ini tahu siapa itu 'dewa dosen'.

Yass. Dewa dosen itu julukan buat Pak Aktha Argawijaya. Si kulkas berjalan, si muka tembok, si triplek datar, si kutub, si kanebo kering, dan masih banyak lagi sebutan buat 'dewa dosen' itu. Ssstt. Radar pak dewa dosen ada di mana-mana. Ntar ketauan bisa-bisa dijadiin perkedel. Hehe :v

Deiara menghapus semua ingatan tentangnya dan dewa dosen yang pernah terjadi. Bukan tanpa sebab ia ingin menghapusnya. Tapi karena tidak ada ingatan yang bagus tentang dewa dosen kampus itu. Pertama kali ketemu, Deiara diusir dari kelasnya karena terlambat barang kali hanya 1 menit, lalu diberikan setumpuk tugas. Pertemuan kedua juga tidak bagus. Deiara tidak sengaja menjatuhkan lembar kertas hasil ujian mereka di selokan air dan berakhir dengan ceramah panjang sang dewa dosen. Dan yang paling memalukan adalah pertemuan ke tiga mereka. Ia kepergok saat tidak sengaja melihat si dewa dosen itu sedang mencium seorang wanita cantik. Karena hal itu pula, ia jadi selalu berhati-hati setiap bertemu dengan dewa dosen. Lihat? Tidak ada ingatan yang bagus tentang dewa dosen. Selain dari cara mengajarnya yang memang menyenangkan. Selain itu? Big no!

Flashback on

Deia berlari kecil mengikuti langkah besar milik Aktha. Mereka berjalan kearah ruangan Aktha.

Dipertengahan jalan, Deia tersungkur. Membuat kakinya lecet. Namun di banding itu, Deia lebih khawatir dengan kertas-kertas ujian kelas nya yang jatuh di selokan.

Aktha menoleh kearah Deia yang terduduk di lantai. Matanya bergerak kearah kertas-kertas ujian mahasiswanya yang terjatuh di selokan air. Setelah itu, ia kembali melihat kearah Deia yang sedang berdiri dan mencoba mengambil kertas-kertas tersebut.

Tanpa rasa peduli, Aktha kembali berjalan kearah ruangannya, meninggalkan Deia yang meringis melihat kertas-kertas itu.

"Duhh mati gue. Pasti kena semprot ini"

Dengan sedikit rasa keberaniannya, ia kembali berjalan memasuki ruangan Aktha. Deia melihat wajah Aktha yang tampak sangat kesal. Rahang Aktha terlihat mengeras. Bukti kalau ia sedang menahan marah.

"Kamu kalau jalan itu lihat-lihat. Udah tau ada selokan, jalan jangan di pinggir. Sekarang lihat! Kertas-kertas hasil kerja mahasiswa saya jadi rusak. Ngga tau gimana bentuknya lagi. Kamu tahu kalo kertas itu berharga kan. Saya suruh kamu untuk bawa kertas itu karena saya percaya kamu bisa di andelin. Kalau seperti ini, lebih baik saya suruh asdos saya saja" ocehnya panjang lebar.

Deia tetap memasang telinga mendengar ocehan sang dosen.

"Ma-maaf pak. Saya ngga sengaja. Tadi kaki saya kesandung. Saya bener-bener minta maaf" ujar Deia sembari menoleh kearah Aktha yang sedang menggulung lengan bajunya.

"Sudah telat, ngga becus, tukang tidur di kelas, nilai pas-pasan, males ngerjain tugas. Kamu itu mau jadi apa? Kamu kira kuliah ini taman bermain? Bisa seenaknya sendiri. Kalau kamu mengira begitu, kamu bisa keluar dari kelas saya. Diluar sana masih banyak yang ingin duduk di bangku kamu. Kamu harus tahu kalau dunia ngga butuh berjuta-juta manusia malas seperti kamu"

Deia tidak tahu lagi harus berkata apa. Matanya sudah memerah menahan tangis yang memaksa keluar.

"Ma-maaf. Saya permisi" ujar Deia pelan

Nyatanya, Deia kalah. Ia membiarkan air matanya turun melalui wajahnya.

Setelah itu, ia keluar dari ruangan Aktha. Tidak perduli lagi dengan Aktha yang masih Setia melihat jejak kepergiannya.

Perfect LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang