KALIMERA: 17

18.1K 1.4K 94
                                    

Vintari menatap setiap sudut di rumahnya. Malam ini adalah malam terakhir ia berada di bulan. Esok sebelum matahari menyapa bulan dengan sinarnya, Vintari sudah pergi ke bumi dalam perjalanan ilegal. Selama menjadi negosiator, Vintari menjadi mengenal beberapa orang dari dunia hitam. Ia menjual beberapa asetnya di pasar gelap untuk ditukarkan paket perjalanan ke bumi. Vintari bahkan berani membeli virus penyakit yang akan ia suntikan ke tubuhnya jika di bumi nanti ia mendapat perlakuan buruk. Wanita itu siap bunuh diri karena tak menemukan alasan untuk hidup lebih lama lagi.

Tangan Vintari melepas pakaiannya hingga ia berdiri tanpa busana. Matanya melirik pakaian yang terbuat dari kain yang esok akan dikenakannya. Pakaian manusia bumi yang tanpa perlindungan. Mata Vintari terpejam, mengenyahkan ketakutannya karena ia merasa begitu sendirian. Perlahan Vintari naik ke atas ranjang yang terasa dingin. Sehelai selimut menutup tubuh telanjangnya dan tak lama isakannya terdengar.

Kembali ia mengingat Dean. Lima hari setelah berita kematian pria itu, Vintari tak jua menerima laporan penemuan jasad sahabatnya. Negara menyatakan tubuh Dean hancur dalam ledakan pesawat perisai dan tak pernah ada evakuasi karena negara sedang sibuk berperang melawan serangan negara Detroit City.

"Dean," sebutnya dengan dada yang terasa sesak.

Vintari juga tertekan karena merasa peperangan ini sedikit banyak karena ulahnya. Andai ia tak teledor, Jenderal Achilles tak akan memergokinya. Jika saja sang jenderal tak mengetahui aksi Vintari, mungkin Kalimera tak akan diserang oleh Detroit City. Ia tak hanya berduka untuk sahabatnya, melainkan menanggung beban duka para keluarga prajurti yang gugur di medan perang antariksa.

Kelelahan yang mendera Vintari membuatnya jatuh tertidur. Dalam ketidakberdayaannya ia memimpikan Dean. Tak hanya itu, Vintari melihat pria lain yang menyentuhnya. Vintri bergerak gelisah karena bergulat dengan mimpinya. Ia merasakan sakit tak terkira di hati dan tubuhnya melalui mimpi. Mulutnya menggumam tapi tak ada satu pun yang membangunkannya.

Tubuh Vintari seperti tersentak dan wanita itu membuka mata. Menatap langit-langit di kamarnya yang futuristik dan mengambil napas sebanyak-banyaknya. Vintari segera duduk di atas ranjang kemudian memandang sekelilingnya yang gelap. Keringat membasahi kening dan dada telanjang wanita itu. Udara di sekeliling Vintari terasa lebih dingin dari biasa, menghadirkan seberkas keraguan menyapa wania itu. Akankah ia pergi ke bumi dan bangun dalam kondisi lebih buruk dari ini?

Kedua tangan Vintari menangkup wajahnya dan mengerang kecil. Ia butuh Dean di sini atas kebingungannya. Hanya pria itu yang sanggup menghapus kecemasannya. Tangan Vintari perlahan turun dari wajahnya tatkala mendengar napas seseorang. Dalam keremangan, Vintari melihat siluet pria di sana. Bibirnya perlahan menyunggingkan senyum tipis. Dean-nya kembali. Pria itu di sini dan Vintari tak seharusnya mencemaskan apa pun lagi.

Akan tetapi, alangkah terkejutnya Vintari saat sosok itu berjalan ke arahnya. Sekelebat wajah dingin itu. Mata birunya menatap tajam hingga Vintari merasa dihujam jantungnya. Kilau keemasan rambut pria itu berpendar saat melewati berkas cahaya di kamar Vintari. Tenggorokan wanita itu tercekat ketika didatangi oleh sang profesor muda.

Masih dengan tatapan tak bersahabat, Duncan memindai tubuh telanjang Vintari yang tertutup selimut. Wanita itu sungguh berbeda dengan waktu ia temui di Kalimera. Sebagai seorang imigran, Vintari justru terlihat begitu menggoda. Akan tetapi saat ini, Duncan tak tahu apa yang terjadi, yang pasti Vintari tak ubahnya terlihat seperti tahanan perang. Wajahnya terlihat tirus dan pucat pasi.

"Apa kabarmu, Petani Gandum?"

"Apa kabarmu, Petani Gandum?"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
KALIMERA: Falling for BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang