KALIMERA: 19

15.6K 1.3K 125
                                    

Duncan menurunkan tubuh Vintari saat berada di kamar mandi. Ada sebuah kotak kaca dan shower di dalamnya. Pria itu meninggalkan Vintari di sana. Masih saja ia ingat saat Vintari membersihkan diri di rumah Duncan, pria itu tak tahan untuk mengajaknya bercinta. Bukan Duncan tak ingin, hanya saja, saat ini ia harus menahan hasratnya.

Duncan keluar kamar dan menuju ruang komunikasi di rumah Vintari. Sebagai pangeran negara Alexandria, Duncan memiliki akses memberi perintah kepada seseorang untuk mencari informasi tentang Vintari. Hanya butuh hitungan menit, Duncan menerima berkas lengkap tentang wanita itu lewat sebuah file.

Pria itu seksama membaca tulisan di layar datar ruangan ini. Ia cukup terkesan karena Vintari mengambil pekerjaan sebagai negosiator negara Kalimera. Pekerjaan yang umumnya dilakukan pria karena cukup berbahaya. Ia menelan ludah dengan susah payah ketika membaca tentang siapa mantan pasangan wanita yang diinginkannya.

Merasa cukup dengan informasi yang dikirimkan oleh Salih Alam, Duncan kembali ke kamar Vintari. Duncan tak menemukan Vintari di sana dan merasa aneh ketika wanita itu tak kunjung keluar kamar mandi. Berjanji tak akan tergoda tubuh telanjang Vintari nanti, Duncan pun memutuskan untuk masuk ke kamar mandi.

Pria itu melangkah ke kotak kaca dan melebarkan matanya. "Vintari!"

Vintari sengaja mengunci kotak kaca itu hingga tak ada udara yang keluar masuk. Panasnya air dari shower membuat Vintari kekurangan oksigen dan mengerang kesakitan di dalam sana. Duncan mengumpat sebelum keluar dan mencari sesuatu untuk menghancurkan kunci kotak kaca itu.

Di dalam pakaian luarannya, Duncan mengambil senjata laser lalu kembali ke kamar mandi. Pria itu menembakkan laser hingga membuat lubang di pintu kotak kaca. Duncan segera membuka dan menarik tubuh wanita yang hampir melepuh itu keluar.

"Apa yang kau lakukan? Bodoh!" teriak Duncan lalu membawa tubuh tak berbusana Vintari ke kamar.

Ilmuwan muda itu keluar kamar dan membawa kopor yang ia bawa. Dengan tangan bergetar, Duncan memilih serum penghilang rasa sakit dan alat penyuntik. Ia kembali ke kamar dan segera memberi pertolongan pada Vintari.

Wanita itu menolak dalam kondisi lemahnya. Duncan sendiri semakin geram dan menyuntikkan dengan paksa cairan itu ke leher Vintari. Tubuh Vintari kejang seketika. Napasnya terengah-engah dan seluruh otot tubuhnya kaku sebelum lemas tak berdaya. Duncan segera mengambil selimut bersih dan menutup tubuh telanjang Vintari.

"Apa yang kau lakukan?" lirih Duncan sambil memeluk wanita itu.

Mengingat fakta bahwa dirinya tak diinginkan Raja Alexandria cukup menyesakkan hati Duncan. Namun kini, ketika untuk pertama kalinya ia menginginkan seorang wanita tapi Duncan ditolak, rasanya jauh lebih menyakitkan. Duncan merasa begitu tak berharga sebagai manusia.

"Biarkan aku mati," bisik Vintari hampir dengan suara tak terdengar.

"Aku tak akan membiarkannya. Tak cukup jelaskah jika aku begitu menginginkan dirimu?"

"Aku tak bisa hidup sendirian, Duncan," isak Vintari karena rasa sakit yang menjalar di sekujur tubuhnya. Kulitnya yang hampir melepuh di seluruh tubuh karena suhu air panas ketika di kamar mandi mulai terasa pedih dan menyakitkan.

"Aku akan menjagamu," yakin Duncan. Perlahan Duncan mengusap rambut basah Vintari dengan tangan kanannya. "Kita akan hidup bersama ... di Alexandria. Aku akan menjadi pasanganmu untuk melindungimu."

Vintari mengerang lebih keras ketika kesakitan mulai menggerogoti tubuhnya.

"Kau akan sembuh. Percayalah padaku," janji Duncan.

Ia menundukkan wajah dan memberi kecupan begitu ringan di puncak kepala Vintari. Duncan keluar kamar dan menuju ke ruang komunikasi. Sebisa mungkin ia meminta penjaganya untuk mengirim sebuah kendaraan penyamaran. Kendaraan seperti sebuah mobil yang dapat terbang dan beberapa peralatan canggih di dalamnya seperti ruang pengobatan.

KALIMERA: Falling for BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang