KALIMERA: 11

26.5K 1.4K 64
                                    

Vintari merengek protes saat tangan Duncan menangkup dan menggesek-gesek kewanitaannya. Kedua kaki Vintari merapat, menjepit tangan besar nan hangat yang menenangkan keresahan daerah sensitifnya. Bagai diberi izin, Duncan membuka kembali kedua kaki Vintari. Jari tengah Duncan menusuk pelan dan menginvasi celah hangat yang mulai mengucurkan madunya.

Tergoda melakukan lebih, jemari Duncan mulai menari. Merasakan tempat sakral di mana miliknya pernah tenggelam dalam nikmat. Lenguhan wanita itu membuat Duncan kian kencang bergerilya pada lapisan lembut kulit yang basah.

Sedangkan Vintari menahan rasa bosan akan reaksi pria di hadapannya. Duncan bukan Dean yang memujanya bagai dewi Nirwana. Wanita itu bangun dan menghentikan tangan Duncan yang sedang menggoda pusat kenikmatannya. Ia membawa jari Duncan yang berlumuran madu murninya untuk dijilat.

Erangan kecil Duncan terdengar. Pria ia menggerung saat mulut Vintari mengisap jari telunjuknya. Rasa basah dan gesekan gigi Vintari memberi sensasi yang berbeda. Mata Vintari menatapnya dengan nakal. Kobaran api gairah pun mrmbakar Duncan.

"Biarkan aku memujamu," ujar Vintari dengan suara serak.

Duncan membulatkan mata saat tangan Vintari terulur untuk menanggalkan pakaian pria itu. Desahan Duncan ditahan kuat-kuat saat jemari lentik Vintari menggenggam lembut milik sang ilmuwan muda. Bibir jingga Vintari mengecup ujung batang dalam genggamannya. Tak menunggu persetujuan sang pemilik, Vintari memanjakan kejantanan Duncan dalam balutan mulut hangatnya.

Tak pernah melakukan aktivitas seksual seperti saat ini, Duncan mulai linglung. Kakinya tak kuat berdiri karena serangan gairah luar biasa yang berpusat di antara pahanya. Tangannya reflek terulur memijat kedua payudara Vintari yang menyembul saat posisi wanita itu terlentang di ranjangnya. Duncan berteriak dan napasnya tercekat saat perbuatannya justru membuat Vintari semakin kuat mengisap area pribadi pria itu.

Sudah tak tahan lagi, Duncan memaksa Vintari mengentikan godaannya. Pria itu membuat tubuh Vintari tertelungkup dan ditindihnya. Hujaman kasar dilakukan Duncan dari belakang. Duncan ingin kembali meledak dan menggapai kepuasan lewat tubuh si Cantik yang membuatnya tak berdaya.

Sedangkan Vintari sengaja membuat suara erangan yang menjadikan Duncan lebih kasar menyetubuhinya. Menjadi jalang lumayan menguntungkan baginya. Kini ia mengerti, jika jenderal Achiles haus kekuasaan, maka Duncan lapar akan kepuasan.

***

Vintari menggerakkan tubuh saat angin membelai kulit telanjangnya. Ia terjaga dari tidur lalu tersenyum puas akan pergumulannya dengan Duncan. Dari jendela, Vintari dapat melihat langit sudah gelap. Kamar yang telah terang karena lampu, tak menampakkan keberadaan Duncan. Tanpa menutup tubuhnya, Vintari turun dari ranjang dan keluar kamar.

Udara dingin bagai akrab membelai kulit tubuh Vintari yang enggan dibalut pakaian. Saat Vintari melangkah ke lantai dasar, angin mulai menerbangkan rambut cokelat gelapnya. Ia sedikit mendesah saat puncak payudaranya seakan digoda angin. Reflek, wanita itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

Menuruti naluri, Vintari masuk ke sebuah kamar yang tak terkunci.

"Duncan?" panggilnya lirih hingga menyerupai bisikan.

Langkah tanpa suara Vintari terus masuk ke dalam ruangan remang-remang. Di sana ada satu tempat tidur seperti pada ruang pengobatan di rumah Duncan sebelum diledakkan. Ia menoleh ke arah sudut dan melihat pria itu di sana. Duncan gemetaran bagai menahan rasa sakit. Seluruh tubuhnya berkeringat dan ia meringik pelan.

"Duncan, apa yang terjadi? Kau kenapa?" Vintari mendekati pria yang bertelanjang dada itu.

Saat Vintari menyentuh lengan Duncan, pria itu balas mencengkeram kedua lengan Vintari, menariknya mendekat hingga Vintari jatuh berlutut di hadapan Duncan. Raut wajah Vintari kian cemas saat Duncan mengerang panjang.

KALIMERA: Falling for BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang