KALIMERA: 7

32.2K 1.6K 21
                                    


Lenguhan Vintari terdengar saat ia menggerakkan tubuh dan rasa pegal menyerangnya. Ia tersenyum, merasa telah menghabiskan malam panas bersama sahabatnya seperti biasa. Namun ketika matanya terbuka, rasa terkejut menyentaknya. Ini bukan kamarnya dan ingatan Dean yang terbaring koma memukulnya. Vintari duduk dan memekik kecil saat mendapati dirinya telanjang di kamar orang asing.

Matanya terpejam, mengumpulkan kepingan memori yang menyebabkan dirinya berakhir di tempat ini. Dadanya meledak-ledak saat mengingat pria cabul itu. Seharusnya ia todong saja Duncan dengan senjata dan paksa untuk menyerahkan penghambat virus D3V4. Vintari tak perlu membuka selangkangannya hanya agar Duncan percaya padanya.

"Selamat pagi."

Mata Vintari terbuka dan menatap pria berambut pirang yang berjalan ke arahnya. Masih kesal, Vintari berteriak dan menyerang pria bertubuh atletis itu. Tentu kedua tangan Vintari dapat dengan mudah ditangkap Duncan dan ditekuk ke punggung wanita itu.

"Bajingan kau!"

"Aku minta maaf," ucap Duncan kemudian. Pegangan Duncan mengendur dan Vintari meronta hingga terlepas.

"Aku sudah bilang tak punya obat penghilang rasa sakit, tapi kau memaksa ...," ucap Duncan dan meneruskannya di dalam hati seraya menatap tubuh telanjang Vintari dari belakang, dan aku menikmatinya.

"Kita bicara setelah kau berpakaian," putus Duncan sambil menelan ludah.

***

Selama Vintari membersihkan diri dan berganti pakaian, Duncan menyiapkan suntikan nutrisi. Di bulan, mereka tak memakan makanan seperti di bumi. Cukup paket nutrisi yang berupa kapsul atau suntikan.

"Kemarilah! Aku harus menyuntikan sarapan padamu."

"Terimakasih untuk semalam, tapi aku sebaiknya pergi. Tak baik untukmu menampung imigran," balas Vintari dan berjalan melewati Duncan.

"Hey ... hey! Tunggu, Vintari. Vintari!" cegah Duncan sambil memegang pundak wanita bermata cokelat itu.

"Aku tahu kau marah, tapi aku akan bertanggung jawab. Aku ... aku akan menjadikanmu pasangan ...."

"Tak perlu," potong Vintari sambil menyingkirkan tangan Duncan yang menghalanginya.

"Atau istri," ucap Duncan lagi.

"Aku tidak mau!" tegas Vintari.

Darah pria itu mendidih. Setahunya, Vintari adalah seorang petani gandum yang mana ia tahu memiliki kedudukan tinggi di suatu negara. Namun, tetap saja, penolakan wanita itu melukai egonya. Apalagi, Duncan merasakan perasaan yang berbeda dengan penolakan wanita itu. Duncan kembali teringat nama yang Vintari sebut karena pria itu kah?

Duncan menyusul wanita keras kepala yang hampir mencapai pintu keluar ia menarik dan memepet tubuh Vintari ke tembok. Satu tangan Duncan menahan kedua tangan Vintari di atas kepal wnaita itu. Tangan Duncan yang bebas mencengkeram rahang bawah Vintari lalu membungkamnya dengan ciuman kasar.

Vintari mengerang dan mencoba menutup bibirnya. Akan tetapi pria pemaksa itu meraba leher dan meremas lembut payudara Vintari hingga mendesah. Ciuman Duncan kembali menguasai diri Vintari sampai wanita itu merengek untuk untuk dilepaskan.

"Untuk ukuran petani gandum, kau cukup liar saat menganggap kejadian semalam biasa saja."

Mata Duncan nyalang menatap wanita yang masih pucat di hadapannya. "Perilakumu seperti manusia bumi, bercinta dengan orang asing lalu melupakannya," cemooh Duncan.

Manusia di bulan justru hidup lebih terkontrol. Mereka hanya boleh memiliki satu pasangan—sebelum meresmikan ke jenjang pernikahan—dan terdaftar. Memilih pasangan pun tak boleh sembarangan. Sudah ditentukan secara otomatis oleh suatu alat dan disesuaikan dengan gen. Boleh saja berganti pasangan, tetapi mereka harus melaporkannya.

Vintari sendiri selalu berpasangan dengan Dean untuk urusan hubungan intim. Ia pernah menyuruh Dean untuk mencari pasangan lain, tetapi sahabatnya itu belum mau. Perselingkuhan adalah tindak pidana di bulan karena dikhawatirkan menghasilkan keturunan yang tak baik karena berbeda gen dan lain sebagainya.

Vintari menyadari penyamarannya. Menutup kesalahannya, Vintari berusaha melepaskan tangan dari cengkeranan Duncan dan menampar keras pipi pria itu. "Aku tahu tentang aturan itu. Itu sebabnya cukup malam ini aku berbuat kesalahan. Kau sudah menolongko dan aku tak sekejam itu membuatmu dihukum oleh pemerintah."

Duncan mengerutkan alisnya. "benarkah? Bukan karena seseorang yang bernama Dean?"

Rontaan Vintari lebih kuat sehingga ia lepas dari kungkungan Duncan. "Dia sudah mati dan juga seluruh keluargaku. Aku bersumpah untuk membunuh mereka semua dan tak segan membunuhmu jika menghalangiku!" teriak Vintari histeris.

"Hey ... hey! Tenanglah," tagas Duncan.

Karena wanita itu terus memukuli lengan dan dadanya disertai teriakan murka, Duncan memanggul Vintari dan membawa wanita keras kepala itu ke kamarnya. Ia menghempaskan tubuh Vintari sebelum menindihnya.

"Hey, tenanglah! Aku tak akan membiarkanmu pergi. Kau aman di sini ...."

Sebelum Duncan menyelesaikan kalimatnya, suara ledakan terdengar membuat keduanya berguling dan jatuh. "Apa itu?"

"Sepertinya aku ketahuan," jawab Duncan santai.

Vintari akan berkata lagi namun serangan demi serangan membuatnya berteriak. Ia ditarik Duncan keluar kamar sambil menunduk lantaran banyak tembakan laser yang bertebaran di udara.

"Aman apanya?!" geram Vintari sambil mengikuti pria itu ke sebuah lift untuk melarikan diri dari rumah Duncan. Begitu lift turun, terasa sebuah dentuman.

"Aduh, mereka menghancurkan rumahku lagi," kesal Duncan.

****

10 Agustus 2018

repost: 15/8/23

KALIMERA: Falling for BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang