3

111 78 130
                                    

"Kenap—"

"Kangen rumah" ucapan Ezra terputus saat Eesha tiba-tiba membuka suara dan diikuti helaan napas dalam dari perempuan itu.

Ubah topik. batin Ezra

"Ini juga mau pulang elah. Lu ga sampe seharian di kampus sebegitunya kangen rumah. Lebay lu!" tambah Ezra.

Kangen rumah rupanya. Sebenarnya Ezra tau betul apa yang dimaksud oleh Eesha saat itu. Tapi Ezra hanya tidak mau Eesha makin tercekik jika ia membahasnya lagi.

Kenyataan dimana Eesha tinggal seorang diri di Ibu Kota Jakarta sejak SMA. Sebenarnya keluarganya berada di Bali. Tapi keluarganya bilang kalau Eesha lebih baik tinggal di Jakarta, agar hidupnya lebih terjamin dan bahagia.

Awalnya Eesha menolak tapi karena desakan orang tuanya, akhirnya dia pindah ke Jakarta dan menghadapi kerasnya ibu kota sendirian.

Iya, sendirian. Sejak SMA.

Eesha tidak dilepas begitu saja. Sampai sekarang keluarganya masih mengirimkan uang untuknya, tapi setiap tahun dikurangi jumlahnya. Eesha tidak tahu kenapa.

Eesha berhipotesis, mungkin orang tuanya berfikir kalau Eesha sudah memiliki pekerjaan sampingan.

Sebenarnya dulu Ezra pernah mencari keberadaan orang tuanya dan mencari alasan mengapa keluarganya mendesak Eesha untuk tinggal di Jakarta.

Ternyata, semua ini bukan untuk kebaikan Eesha. Keluarganya memiliki motif tersendiri saat melepas Eesha. Selebihnya Ezra belum tahu, karena sudah terlalu kesal mengetauhi fakta seperti itu dan memutuskan untuk merahasiakannya dari Eesha.

Yang Eesha tahu adalah, keluarganya masih menunggunya untuk pulang saat ia sudah sukses nantinya.

Kenyataan pahit bukan?

Ezra sendiri tau betul bahwa Eesha merupakan orang yang mudah lupa tentang masalah hidup, atau bisa dibilang Eesha cuek akan hal seperti itu.

Jadi Ezra berfikir, caranya untuk merahasiakan itu adalah cara yang terbaik.

Tak perlu waktu lama untuk sampai di rumah Eesha. Jalanan sore yang cukup renggang membuat mereka capet sampai di apartement Eesha.

Sreekk.. begitulah suara pintu geser pembatas balkon dan ruang tengah yang setiap sore selalu Eesha buka.

Seperti hari-hari sebelumnya, Ezra menyalakan tv di ruang tengah untuk sekedar meramaikan suasana.

"Mau mandi," Ucap Eesha sambil menyambar handuk di balkon.

"He-eh." Jawab Ezra tidak peduli.

Saat Eesha masuk kamar, sudah kebiasan bagi Ezra untuk mulai berpetualang di dapur. Ezra akan mulai mencari snack atau makanan yang bisa ia makan saat ini juga.

Setelah sekiranya cukup dengan tumpukan snack ditangannya, Ezra kembali merebahkan setengah tubuhnya di sisi sofa lalu meluruskan kaki di atas meja dan mulai memakan apa yang telah dia ambil sebelumnya.

Setelah selesai mandi, Eesha melangkahkan kakinya kearah dapur, berniat untuk memasak mie instan.

Hening.

Tidak ada yang membuka obrolan. Mereka sibuk dengan dunianya masing-masing.

Tiba-tiba Ezra berjalan ke bar yang posisinya sebagai pembatas antara dapur dan ruang makan untuk sekedar duduk.

Ezra melipat tangannya lalu menaruh wajahnya di atas lipatan tangan tersebut dan memasang wajah meminta.

Kebiasaan, batin Eesha memutar matanya malas.

Cerita // slow updateTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang