HS - 05

694 158 43
                                    

Chapter Five : Paradox

Kelopak mataku seketika membuka ketika sesuatu seakan menyentakku agar terbangun dari tidur singkat itu. Aku sontak mengerjap, kemudian merubah posisiku yang sebelumnya berada dalam pelukan Sehun. Entah dia yang terbangun lebih dulu dariku atau dia memang tidak tidur sama sekali semalaman. Tapi yang pasti, lelaki itu nampak sepenuhnya sadar saat ini.

"Aku bermimpi tentang anjing."

Aku tak tahu kenapa aku memberitahu Sehun hal setidak penting itu. Tapi secara mengejutkan dia membalas, "Di masa depan, kami menggunakan anjing untuk mengenali Terminator."

Aku menahan diri untuk tak memutar bola mata mendengar Sehun menyebut mesin bajingan itu di pagi hari yang cerah ini.

"Duniamu terdengar sangat menakutkan," komentarku tanpa bermaksud menyinggungnya.

"Memang." Dia berdiri, membersihkan kotoran yang menempel di celananya. Kemudian, mengulurkan tangannya untuk membantuku berdiri. "Dan aku besyukur kau tidak berasal dari sana," gumamnya pelan namun masih dapat kudengar. Dia langsung berjalan mendahuluiku, namun aku tak sanggup bergerak sedikitpun untuk mengikutinya.

"Apa kau baru saja berkata kalau aku akan mati sebelum perang terjadi?"

Langkahnya langsung terhenti. Tak butuh waktu lama untuknya menoleh padaku dan menjawab, "Aku tak tahu kapan tepatnya. Tapi saat aku bergabung dengan pasukan Jaehyun, kau memang sudah tak ada."

Aku langsung teringat alasannya mengajukan diri untuk tugas berbahaya ini; karena merupakan sebuah kesempatan untuk bertemu denganku. Seharusnya aku sadar saat itu juga kalau itu berarti aku sudah tak ada di masanya Sehun, kalau aku tak akan hidup selama itu.

"Apa Jaehyun mengatakan padamu bagaimana aku..." Mulutku rasanya tak sanggup untuk melanjutkan pertanyaanku itu. Sesuatu di dalam diriku merasa tidak sanggup mendengar jawabannya. Seketika aku tersadar kalau aku tak ingin tahu bagaimana aku mati nanti.

Aku menggelengkan kepala dan langsung meralat, "Lupakan saja." Lalu, berjalan cepat mendahuluinya.

Tak butuh waktu lama untuk Sehun menyamakan langkahnya denganku. Dia tampaknya mengerti alasanku mengurungkan niat untuk bertanya karena dia tak lagi membahas tentang hal itu. Kami hanya terus melangkah berdampingan hingga menemukan jalan raya.

Ketika kami melewati kedai hot dog yang baru saja buka di pinggir jalanan, aku langsung berhenti melangkah, yang membuat Sehun juga ikut berhenti. Kupikir tak ada salahnya mengisi cacing-cacing di perut kosong kami terlebih dahulu sebelum kembali berpacu dengan bahaya. Ya, aku cukup yakin bahaya itu akan kembali datang pada kami.

"Kau mau hot dog juga?" tawarku pada Sehun. Aku cukup yakin kalau aku membawa cukup uang di saku celanaku untuk membayar dua buah hot dog beserta dua air mineral.

Mata Sehun malah menyipit mendengar tawaranku. "Hot dog?"

Aku menghela napas, hampir saja lupa kalau pria dihadapanku ini tidak berasal dari masa sekarang. Mengingat semua ceritanya tentang situasi di masa depan, rasanya memang wajar kalau dia tak tahu apa itu hot dog.

Aku menepuk bahu tegapnya dan berujar, "Tak apa, biar aku yang traktir." Berpura-pura seakan itu adalah masalahnya agar situasi ini terlihat lebih normal. Tanpa menunggu balasan dari Sehun, aku segera memesan pada penjaga kedai.

Dengan tidak adanya pelanggang selain kami, pesanan kami datang dengan sangat cepat. Aku tak peduli apakah Sehun lebih suka mustar atau kecap di dalam hot dog, dan aku terlalu malas bertanya karena dia bahkan tidak tahu apa itu hot dog. Jadi, aku memutuskan untuk menyamakan milik kami.

Juvenile's BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang