HS - 06

661 148 30
                                    

Chapter Six : To Be Over

Siklus hubunganku dan Sehun nampaknya mulai sedikit menggangguku.

Pertama kali melihatnya, aku berlari menjauh karena berpikir dia memiliki niat jahat padaku. Tapi kemudian, aku malah mengikutinya setelah tahu aku tak memiliki pilihan lain.

Lalu aku menendang selangkangannya ketika dia tak mau membiarkanku pergi. Namun beberapa saat kemudian, aku meminta bantuannya untuk menghentikan mahluk itu.

Tak berhenti sampai disitu, aku bahkan sempat mempercayai kalau dia memang gila. Tapi kemudian, aku kembali mengharapkan pertolongannya yang ternyata memang datang. Dan pagi ini... aku menamparnya hanya karena dia mencoba menghentikanku melakukan sesuatu yang ternyata tak ada gunanya. Lalu kami kembali berakhir duduk berdampingan di kursi kereta seolah tak ada yang terjadi. Sedikit banyak, aku jadi merasa terlalu jahat pada Sehun.

"Sehun?" panggilku seraya menoleh padanya yang duduk disampingku. Berbeda denganku yang mencoba menyamankan diri semaksimal mungkin di kursi, Sehun malah duduk tegap dengan pandangan yang terus berpendar ke sekeliling kami.

Dia hanya menjawab panggilanku dengan gumaman, tanpa menoleh.

"Kau tahu aku tak benar-benar bermaksud mengataimu bodoh, kan?"  Meskipun itu adalah kesalahanku yang paling sepele, tapi aku tetap ingin meluruskannya juga. Aku sadar bukan salah Sehun kalau di masanya tak ada yang namanya telepon, hot dog, atau bahkan kereta. Dia pasti juga tidak ingin hidup masa itu. "Aku juga tidak bermaksud menamparmu... atau menendangㅡ"

"Tak apa, lupakan saja," potongnya dan akhirnya menoleh padaku. "Aku bahkan pernah menerima yang lebih buruk."

Aku sontak menggeleng dan seketika merasa lebih bersalah lagi pada lelaki ini. "Bukan berarti kau pantas menerimanya." Ketika kembali merasa agak canggung bersitatap dengan Sehun, aku kembali memalingkan wajah. Dan sambil memandang keluar jendela, aku melanjutkan, "Kau pasti begitu marah padaku sebelumnya sampai menodongku dengan pistol."

"Tidak, aku tidak marah," elaknya langsung. "Itu hanya refleks. Aku juga tak bermaksud menodongmu dengan pistol."

Aku biasanya tak mau repot-repot mendengarkan penjelasan laki-laki karena kebanyakan yang keluar dari mulut mereka hanyalah bualan belaka. Tapi lelaki disampingku ini... terlepas dari sumpahku kemarin malam untuk selalu percaya kata-katanya, aku cukup yakin kalau dia memang berkata jujur.

"Baiklah begini saja," ujarku memulai. Aku bahkan mengubah posisi dudukku menjadi menyerong ke arah Sehun demi mendiskusikan ini secara serius dengannya. "Mulai sekarang, aku tak akan melawanmu lagi. Aku akan berusaha semaksimal mungkin untuk terus mengikuti rencanamu, asalkan kau juga mau mendengarkan dan mempertimbangkan kata-kataku."

Bukankah keinginanku memang tidak begitu rumit? Sesederhana dia mencoba mempertimbangkan kata-kataku, seperti yang dia lakukan saat ini, maka aku juga akan mencoba sebisa mungkin untuk mengikuti semua rencananya.

Sehun akhirnya mengangguk seraya menjawab, "Affirmative."

Aku tersenyum tipis ketika mendengarnya menjawabku persis seperti cara seorang prajurit menjawab dalam film-film yang pernah kutonton. "Now go get some sleep, soldier. You need a rest."

"Negatif. Aku harus memastikanㅡ"

Dengan tegas aku segera memotong, "Itu perintah, Sehun."

"Sebenarnya aku tak diharuskan menuruti perintahmu," beritahunya.

Ugh, dia mulai lagi. "Aku ini ibu dari komandanmu, Sehun. Komandanmu itu pada dasarnya harus menuruti perintahku. Dan karena kau memang harus menuruti perintah komandanmu, secara tidak langsung kau juga harus menuruti perintahku."

Juvenile's BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang