FD - 03

353 108 24
                                    

Chapter Three : Last Day in High School

Rintik-rintik hujan melesat ke jendela abu-abu berdebu lorong sekolah itu. Hari itu adalah hari terakhir sekolah dan bangunan itu hampir kosong; hanya ada beberapa siswa senior yang sengaja berada di sana untuk detik-detik terakhir mereka di sekolah.

Soojung berjalan cepat di lorong sepi itu dengan wajah sepucat hantu. Di jari-jarinya yang mati rasa terselip sebuah amplop emas. Di dalamnya terdapat ijazah yang Soojung bahkan tidak ingin repot-repot memeriksany.

Dia hanya terus berjalan melewati sebuah papan pengingat berwarna-warni yang dibuat oleh siswa lain untuk para korban kecelakaan. Dia telah melihatnya sekali sebelumnya, dalam perjalanan untuk mengambil ijazah. Dia tidak perlu melihatnya lagi. Dia tidak ingin melihat mata para korban itu menatapnya; mata penuh kebahagiaan yang tidak pernah membayangkan kalau mereka tidak akan pernah benar-benar merasakan kelulusan.

Selain kumpulan foto yang ditempelkan ke papan poster dan dikelilingi oleh kertas kecil berisi tulisan tangan, di depan papan pengingat terdapat sebuah meja yang diisi oleh bunga dan lilin. Foto Jongin yang merupakan siswa populer di sekolah karena bakat atletik dan kepribadiannya yang ramah adalah yang terbesar di antara yang lain. Foto berpose sempurna yang juga akan menjadi foto buku tahunan itu berada di posisi tengah. Fotonya dikelilingi oleh foto-foto yang lain yang telah tewas dalam kecelakaan itu, salah satunya adalah Joohyun. Semua tersenyum lebar, seolah-olah tidak ada hal buruk yang bisa terjadi pada mereka.

Soojung hanya terus menyusuri lorong sampai dia mencapai lokernya. Dia segera membuka kuncinya, dan menarik pintu lokernya membuka. Foto Jongin yang dia tempel di bagian dalam pintu langsung membuatnya membeku. Namun, hal itu hanya berlangsung untuk beberapa saat. Sambil menyelipkan amplop emas di bawah dagunya, Soojung langsung mengeluarkan barang-barangnya dari loker. Mulai dari buku, sweater, pakaian olahraga, sepatu kets, kotak pensil. Setelah membawa semua itu di tangannya, Soojung melangkah mundur dan sebelum menutup pintu, dia menarik foto Jongin dari bagian dalam pintu dan meletakkannya menghadap ke bawah di atas tumpukan barang-barangnya. Kemudian, dia kembali menyusuri lorong.

Ketika melewati papan pengingat itu lagi, Soojung memutuskan untuk memperlambat langkahnya. Dia berhenti, dan dengan ragu-eagu menatap papan itu. Jongin tersenyum dari fotonya yang terlalu besar. Soojung hanya bisa mengutuk dirinya sendiri ketika merasakan kesedihan yang meronta keluar di balik pertahanannya. Dia tahu dia memang tidak seharusnya berhenti melangkah.

Lilin berlapis kaca di tengah meja tiba-tiba berkedip-kedip, seolah-olah angin nakal mempermainkannya. Soojung mengerutkan kening ketika salah satu lilin itu tiba-tiba padam dan asap abu-abu berhembus dari  sana yang entah kenapa nampak agak menyeramkan di matanya.

Soojung melangkah mundur dan berbalik, berjalan menuju tempat sampah dan membuang semua barang dari lokernya ke dalam sana, termasuk foto Jongin. Dia harus memaksakan diri untuk tidak melihat ke belakang lagi karena dia tahu ini adalah akhir dari salah satu bagian dalam hidupnya. Dia tidak perlu membawa kehidupan lamanya bersamanya ketika dia pindah. Yang dia butuhkan hanyalah ijazah, tiketnya menuju Universitas Yonsei,  menuju kehidupannya yang baru. Sudah waktunya untuk mengubur perasaan menyakitkan jauh di dalam dirinya, sampai perasaan itu mati membeku.

Dia segera berpaling dari tempat sampah dan mulai kembali menyusuri lorong. Di belakangnya, dia mendengar suara.

"Soojung?"

Itu adalah Sehun. Dia mengenali suara lelaki itu, tetapi dia tidak ingin bicara dengannya sekarang. Lebih tepatnya, dia tidak ingin berbicara dengan siapapun saat ini.

Tapi Sehun nampaknya tidak mengerti hal itu. Soojung menghela nafas ketika mendengar langkah kaki pria itu yang mengikutinya. Setelah mendorong pintu ganda di ujung lorong sekolahnya, dia melangkah keluar menuju halaman sekolahnya, membiarkan tetesan hujan mulai membasahi tubuhnya.

Juvenile's BookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang