🛵 2 | Pertemuan

118 21 5
                                    

Ada luka yang harus terulang kembali.

OoOo

D u a
《 Pertemuan 》

OoOo

Arham merangkul bahuku membuyarkan lamunanku tentang sosok yang muncul dalam benakku ketika melihat vespanya terpakir di halaman, "Melamunkan apa sih?"

Aku tersenyum masam pada Arham. "Bukan apa-apa." Ia beralih memegang erat tanganku, seolah tahu ada ketakutan besar dalam diriku memasuki rumahku sendiri.

Seiring langkah mendekati muka pintu yang tertutup, debaran jantungku semakin bertempo cepat. Arham membuka pintu. Ceklik.

OoOo


Enal, Adji, Cica, Aster, bi Ima, dan ayah. Mereka yang dulu mengantar kepergianku dari Jakarta, sekarang menyambut kembali kedatanganku. Dan ya, sosok yang kukira juga hadir karena melihat vespa hijaunya terparkir di halaman ternyata tidak muncul. Aku tidak yakin akan perasaanku saat ini ketika ternyata ia tidak ikut menyambutku. Haruskah aku merasa kecewa? Atau merasa lega?

Aku langsung menghampur ke dalam pelukan pria paruh baya yang rambutnya sudah banyak berubah putih, juga keriput yang terlihat jelas di sudut mata dan bibirnya, "Ayah."

Ayah tidak menjawab panggilanku dengan suara. Namun dari caranya memelukku, erat, hangat, penuh kerinduan. Aku bisa memahami bagaimana perasaannya setelah tiga tahun kami tidak bertemu.

Setelah melepas peluk ayah. Aster setengah berlari menghampiri lalu memelukku, aku bisa merasakan air matanya jatuh membasahi pakaian bagian bahuku. "Indah. Aku rindu sekali. Akhirnya kita bertemu setelah sekian lama cuma berbagi kabar lewat media sosial."

"Iya. Aku juga rindu." Lantas aku membalas pelukan Aster.

"Aster. Jangan lama-lama meluk Indah. Antrean masih panjang." Gurau Enal berbaris di belakang Aster.

"Heh! Laki-laki sembarangan di larang meluk Indah." Aster menggerutu, melepas peluknya lalu menatap tajam ke Enal. 

Enal seketika ngeri melihat tatapan tajam Aster yang ditujukan untuknya. "Galaknya calon dokter. Entar pasiennya kabur semua loh."

"Biarin!" Ketus Aster. Aku senyam-senyum, salah satu dari banyak hal yang aku rindukan tentang Jakarta.

"Oh iya, sampai lupa kenalin temanku ke kalian. Ini Belgia teman karibku di Makassar sekaligus teman pkl-ku disini."

Enal langsung menyosorkan tangannya duluan, "Hai. Aku Enal."

"Salam kenal Enal." Ucap Belgia sambil berjabat dengan Enal.

"Kalau kamu jangan panggil Enal."

Belgia menaikkan sebelah alisnya, "Jadi?"

"Sayang." Enal terkekeh malu-malu.

"He he. Aku panggil Enal aja deh. Namaku Belgia Wulandari. Panggil aja Belgia."

"Biar beda boleh aku panggil Wulan?"

"Boleh. Terserah kamu."

Vespa, Me and You #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang