🛵 5 | Indah...

117 19 8
                                    

Sesuatu yang kita cintai terkadang sebagai balasannya akan mengambil sesuatu yang paling berharga dari kita.

OoOo

L i m a
《 Indah... 》

OoOo

"Indah. Lipstick-ku nggak menor banget, kan?" Tanya Belgia, sejak 10 menit lalu terus melihat pantulan wajahnya di hadapan cermin mini yang ia pegang. Kami berdua baru saja selesai mengerjakan laporan di sebuah kafe, letaknya di persimpangan kecil yang berada samping rumah sakit. Dan aku sedang menemaninya menunggu di jemput oleh Enal. Saat ini, kurang lebih 20 menit menuju pukul sepuluh malam.

"Nggak menor." Balasku diiringi senyum simpul. "Gugup banget kayaknya mau di jemput Enal."

"Lumayan." Katanya sambil terkekeh.

"Aku mau jujur nih. Enal itu pengen deketin kamu. Kamunya gimana sama dia? Mau kasih lampu hijau, kah?"

Belgia tersenyum dan pelan-pelan kepalanya memberi anggukan.

"Wah, bentar lagi ada yang udah nggak jomblo nih yee..."

"Ha-ha-ha. Ini pertama kalinya aku membuka hati sama lelaki yang mau deket denganku. Berhubung kamu lebih mengenal Enal. Kepribadian dia seperti apa?"

"Hmm..., dia tipe laki-laki yang akan membuatmu merasa nyaman dan selalu membuatmu tertawa."

"Kalau itu aku tahu. Yang lain?"

"Hmm..., menurutku dia lelaki yang setia. Pacar pertama Enal seorang blasteran Jerman, namanya Bella. Mereka pacaran pas kelas tiga SMA, cuma pacaran empat hari dan setelah dengan Bella, Enal nggak pernah punya pacar lagi."

"Hah? Empat hari?! Ternyata ada ya orang di dunia ini yang pacaran cuma empat hari. Terus-terus gimana?"

Perbincangan kami terjeda ketika suara khas knalpot vespa dan suara pemiliknya memanggil namaku dan Belgia bergantian.

"Indah! Wulan!"

"Calon pacarmu sudah datang tuh."

Enal berhenti di depan kami. "Maaf. Kelamaan ya nungguinnya?"

"Nggak apa-apa. Aku dan Indah juga keasikan ngobrol."

Enal mengangguk pelan. "Indah, kamu pulang naik apa? Perlu aku hubungi Ardan supaya menjemputmu juga?"

"Eh... nggak usah, Nal. Aku naik taksi aja."

"Naik taksi mahal atuh. Ardan juga pasti nggak keberatan mau jemput kamu."

"Nggak mau repotin dia. Udah kalian pulang aja sana. Aku nggak apa-apa kok. Tinggal jalan sedikit aja keluar, lagian mudah kok dapat taksi kalau udah jalan keluar."

"Kalau gitu aku dan Enal temenin sampai taksinya ada." Ujar Belgia.

"Nggak usah. Semakin lama kalian ajak aku bicara semakin mengulur waktuku."

"Yaudah deh. Kabarin kalau kamu sudah sampai rumah ya."

"Siap! Jangan lupa pegangan yang erat kalau tidak nanti kamu bisa terbang ke bawa angin." Ucapanku barusan bukankah terdengar familiar? Seperti pernah ada seseorang yang mengatakan kalimat yang sama padaku.

Belgia tertawa sembari melirik malu-malu ke Enal, "Ihh. Apaan sih Ndah."

"Benar kata Indah. Wulan... kamu harus pegangan." Jadi, bila kalian mungkin lupa, Wulan adalah nama panggilan sayang Enal untuk Belgia yang ia cetuskan waktu pertama kali kenalan di rumahku.

Vespa, Me and You #2Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang