Aku akan selalu menjadi yang kedua dalam keluarga ini. Posisiku tidak akan pernah berganti, akan tetap jadi yang kedua.
"Mah, kenapa selalu kakak yang mendapat kebebasan dan fasilitas enak? Aku kapan? Apa karena aku kurang rajin, kurang patuh, kurang pengertian terhadap kondisi keluarga?"
"Apa? Kamu bilang apa? Jadi, selama ini kamu anggap mama pilih kasih, begitu?"
"Aku gak pengin beranggapan seperti itu, tapi nyatanya mama selalu mengiyakan semua kemauan kakak, sedangkan aku, apa-apa selalu iya nanti kalau ada uang. Sekali kakak yang meminta, mama selalu ada uang."
"Baik, kalau memang kamu merasa dibedakan, sekarang kamu mau apa? Sebutkan semua, nanti tinggal mama minta uang sama kakakmu."
"K-kok minta uangnya sama kakak? Bukannya mama yang membelikan semuanya buat kakak?"
Mama diam, meninggalkanku termenung di dapur.
Jadi, selama ini apa yang mama beli untuk kakak sebenarnya dari uang kakak sendiri? Aku bertanya-tanya dalam hati.
"Dek, kenapa? Kok melamun?" tanya kakak membuatku terkejut.
"E-eh, dari mana, Kak? Aku cuma kepikiran sesuatu aja kok," kilahku.
"Dari rumah teman, ada pesanan tadi. Ngelamunin apa?" Kakakku menyeret kursi dan duduk di hadapanku.
"Eng-enggak penting kok. Aku ke kamar dulu ya." Aku segera beranjak dari dapur karena tidak ingin berlama-lama berhadapan dengan kakakku.
"Aneh amat tu anak, kenapa ya?" gumam kakak yang masih dapat kudengar.
Aku menuju kamarku, pintu kututup, headset terpasang di kedua telinga lalu musik mulai terdengar. Kutatap langit-langit kamarku hingga akhirnya terlelap.
Di ruang tamu, mama dan kakak berbincang-bincang, "Mah, itu Kinan kenapa? Kok rada aneh si hari ini?"
"Mama juga gak tahu, Kak. Tadi pas mama masak, tiba-tiba dia protes. Dia anggap mama pilih kasih karena selalu menuruti apa maumu, memberimu kebebasan lebih, sedangkan dia mama perlakukan berbeda."
"Kinan, bilang begitu ke Mama? Keterlaluan. Biar nanti aku nasihati dia ...."
"Sudahlah, wajar dalam keluarga ada kesalahpahaman begitu. Biarkan dia sendiri yang menilai benar salahnya anggapan dia itu." Mama mengatakannya sembari menggenggam tangan kakak, menahannya supaya tidak memperpanjang masalah hanya karena kesalahpahaman kecil.
Kakak pun menuruti apa kata mama, dia memeluk mama dan berkata, "Mama yang sabar ya, maafkan kami kalau bikin Mama susah hati."
"Justru mama bersyukur dengan adanya kalian, hidup mama gak sepi."
***
Tak terasa sudah satu jam aku terlelap, kubuka mata dan kutengok jam pada handphone-ku, sudah pukul empat sore. Aku lupa hari ini ada janji bertemu kawan lamaku pukul lima sore di alun-alun kota. Segera aku bersiap-siap, mandi singkat dan berdandan lalu meluncur ke alun-alun. Di sana kawanku Inka sudah menunggu bersama seorang pria yang tak kukenal.
Aku menghampirinya, ternyata di sebelahnya ada seorang pria yang terlihat dekat sekali dengannya.
"Inka," sapaku.
"Kinan ... aku kangen banget, akhirnya bisa ketemu lagi," balasnya dan langsung memelukku dengan erat.
"Aku juga kangen kamu, In. Kamu sudah berubah banyak sekarang, makin cantik."
Pria yang ada di belakangku berdeham, menyadarkan kami berdua bahwa ada orang lain selain kami.
"Eh, iya. Kenalin Kin, ini Hengki, kawan aku dari Bangka." Hengki pun menyodorkan tangannya dan memperkenalkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kumpulan Cerpen Uto
RandomWork ini berisi cerpen-cerpen yang kubuat. Inspirasinya datang dari kehidupan di sekitarku.