Jangan Menunggu

249 6 0
                                    

Di sana aku melihatmu berjuang untuk hidupmu.

Di sana aku menantikan kau membuka matamu.

Akan tetapi, harapan tinggal harapan.

Kau menyerah dan akhirnya pergi, meninggalkanku dengan segala kenangan manis yang ada di antara kita.

***

Tujuh tahun sudah berlalu sejak kejadian kecelakaan yang merenggut nyawa kekasihku. Martin, seorang pria penuh kasih sayang, perhatian dan ramah kepada semua. Pria yang selalu kubanggakan di depan teman-teman serta keluargaku. Kecelakaan motor yang dialaminya tujuh tahun lalu menjadi trauma terbesarku saat ini. Setiap kali ada motor yang melintas, aku akan berlari dan bersembunyi, seolah-olah motor itu mengejarku.

"Bagaimana keadaan Fony?" tanya seorang pria kepada kakakku.

"Masih sama, traumanya belum hilang. Kami sudah tak menemukan cara untuk membuatnya lupa dengan kematian Martin," jawab Rindu, kakakku satu-satunya.

Pria itu menghela napas perlahan, dia Carl--tunangan kakakku.

"Mau berapa lama lagi dia begitu? Kejadian itu sudah lama sekali, tak ada guna dia ingat-ingat terus," nasihat Carl.

"Iya, aku tahu, tapi ...."

"Apa perlu kita bawa dia ke psikiater? Aku rasa dia butuh pengobatan medis untuk mengatasi traumanya itu," saran Carl.

"Sudah pernah dicoba, tak berhasil," ucap kakakku.

"Ya sudahlah, aku hanya prihatin dengan kondisinya. Dia masih muda, banyak kesempatan yang dia lewatkan akibat traumanya," kata Carl sambil meminum kopinya.

"Iya, Mas. Terima kasih kau sudah peduli dengan keadaan adikku," ujar kakakku seraya duduk di sampingnya.

"Sama-sama, Rindu. Aku merindukanmu," goda Carl kepada kakakku yang membuatnya tersipu malu.

Ya, aku mendengar semua pembicaraan mereka di ruang tamu dan aku sudah terbiasa dengan itu semua. Carl memang pria yang sangat perhatian, tidak hanya kepada kakakku, tapi kepada kedua orangtuaku juga. Oleh sebab itu mereka menyetujui apabila Carl menikahi kakakku. Mereka pasangan yang cocok dan keduanya saling mencintai, sama seperti aku dan Martin dulu.

Martin, kenapa begitu sulit untukku melupakanmu? Namamu sudah melekat erat di pikiran dan hatiku. Akankah aku mampu menghapus kenangan bersamamu, ah, tepatnya menggantikan kenangan itu dengan kenangan baru bersama pria yang baru?

***

Hari ini adalah hari pernikahan kakakku dan Carl, dia terlihat begitu cantik dengan balutan gaun berwarna putih gading yang melekat pas di tubuhnya. Carl pun tidak kalah gagah, dengan setelan jas berwarna sama dengan gaun pengantin wanita dia berdiri di altar, siap mengucap janji suci di hadapan Tuhan dan semua hadirin. Lalu di mana aku? Aku duduk di kursi terdepan bersama kedua orangtuaku, menyaksikan khotbah pemberkatan serta upacara perkawinan yang sakral. Seandainya aku bisa seperti kakakku, bersanding dengan Martin. Ah, dia lagi.

"Kak, selamat ya. Aku bahagia akhirnya kakak bersatu sama Mas Carl. Seandainya ...."

"Tak usah kau ingat-ingat terus seseorang yang sudah meninggal, Fon. Ikhlaskan agar kau bisa menemukan kebahagiaanmu," ucap Carl memotong perkataanku.

"I-iya, Mas. Aku usahakan," kataku.

"Jangan diusahakan, lakukan. Pikirkan bapak-ibu juga orang-orang di sekitarmu, mereka semua prihatin melihat kondisimu saat ini." Carl menasihatiku.

Kumpulan Cerpen UtoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang