Sosial Media

1.6K 13 9
                                    

Awal aku mendengar kata itu, aku tak paham maksudnya. Sosial media, apakah itu seperti koran, majalah atau ....

Setelah mendengar istilah itu beberapa kali, baru kutemukan makna dari kata itu. Ternyata itu adalah suatu media digital yang memungkinkan kita bersosialisasi dengan banyak orang, baik yang kita kenal maupun tidak.

Berawal dari rasa penasaran, aku mengunduh suatu aplikasi sosial media berlogo huruf F. Benar-benar suatu aplikasi yang menyenangkan untuk dijelajahi, di dalamnya banyak sekali informasi yang bisa kita dapatkan. Kita bisa pasang status, bisa dapat like dan komen, bisa unggah foto dan lainnya. Bahkan, kita bisa berkomunkasi dengan keluarga maupun teman kita yang terpisah jauh. Aplikasi ini sangat membantuku untuk menemukan orang-orang yang dulu dekat dan entah tinggal di mana sekarang. 

"Wah, keren banget ini aplikasi. Bener-bener bantu gue ketemu lagi sama kawan lama, asik bener dah."

Aku terhanyut pada keasikan berselancar di sosial media, terkadang aku lupa dengan kehidupan nyata dan tidak peduli dengan orang-orang di sekitarku. Kebiasaan buruk memang, tapi aku menikmatinya. Aku paling suka dengan aplikasi chat yang dimiliki oleh aplikasi tersebut. Waktu tak terasa cepat sekali berlalu kalau sudah asik mengobrol di sana, beberapa ada yang kukenal, tetapi sebagian besar adalah orang asing, dalam artian mereka yang kukenal melalui dunia maya.

Billy : Hai, cantik ....

Yui : Hai, juga.

Billy : Kenalan, boleh?

Yui : Boleh dong.

Billy : Gw Billy, lam kenal.

Yui : Gw Yui, lam kenal balik.

Obrolan itu berlanjut ke pembahasan soal hidup masing-masing, dari obrolan soal pekerjaan, sampe status masing-masing.

Dari obrolan itu kuketahui kalau Billy adalah seorang pilot, entah itu nyata entah tidak, tapi begitulah pengakuannya. Dia lajang dan sedang mencari pasangan. Dia bilang kalau dia senang mengobrol denganku, karena aku enak diajak diskusi, aku bisa memberinya penghiburan sekaligus pencerahan atas beberapa masalah yang dia hadapi.

Komunikasi kami berlanjut di Whatsapp, hampir setiap hari dia kirimkan pesan sekadar menanyakan kabar atau ingin tahu kegiatanku di hari itu. Ya, dia pria yang perhatian dan cukup dewasa. Usianya juga sudah cukup matang untuk berumah tangga.

Singkat cerita, setelah tiga bulan kami saling berkomunikasi via chat, kami bertemu di Bali. Sengaja kami pilih pulau Bali karena jadwal penerbangan dia yang sering kali take of dan landing di Bali.

Beberapa kali sempat kami bertukar foto, maka tak sulit buatku mengenalinya ketika bertemu di  bandara. Dia gagah, badannya tegap dan berisi, tingginya mungkin sekitar seratus delapan puluh senti, iris matanya keabu-abuan, alis matanya tebal, hidungnya mancung, cambang tipis nampak di pipi kanan kirinya. Pertama melihat, aku tak mampu berkata-kata. Dia nampak seperti model yang sering nampang di catwalk mengenakan busana rancangan para designer terkenal.

"Hai, Yui?" sapanya sedikit ragu.

"I-iya, hai," sapaku balik.

"Apa kabar?" tanyanya.

"Ba-baik," jawabku gugup disertai senyuman pasta gigiku.

"Kenapa gugup begitu?"

"Ah, itu ...."

"Kita ke cafe sana yuk, ngobrol-ngobrol sembari ngopi? Kamu suka ngopi, kan?"

"I-iya, suka. Ya udah, yuk ke sana." Aku menyejajari langkahnya yang lebar-lebar. Sadar kalau aku sedikit kewalahan mengikutinya, dia memperlambat langkahnya.

Kumpulan Cerpen UtoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang