- 02 -

1.7K 104 6
                                    

Haloo, kembali lagi dengan kisah ini. Jangan lupa follow akun wattpad aku, yaa.
Tinggalkan komentar juga, okayy ❤

Happy reading 📖

- 02 -

Akhirnya, Angga menyetujui untuk mengantar Arin pulang. Selama di mobil, dia hanya fokus mengemudi dan menjawab beberapa pertanyaan gadis itu tanpa menoleh sedikitpun.

"Kakak udah punya pacar?" tanya Arin dengan nada santai. Dia duduk memeluk tas-nya, menoleh menatap Angga yang memasang ekspresi sedikit tak percaya.

Angga menoleh sejenak. "Kalau udah kenapa?"

"Gak apa-apa. Pacar Kakak galak, gak?"

Angga tidak mengerti ke mana arah pembicaraan gadis itu. Dalam hati, dia berpikir tidak ada salahnya mengiyakan agar tidak ada pertanyaan lain bermunculan.

"Iya, galak."

Raut cemas terukir di wajah Arin setelah mendengar pernyataan Angga. "Dia tahu gak, kalau Kakak sekarang lagi nganterin aku pulang?"

"Kayaknya tahu."

"Dia marah gak?"

"Mungkin iyaa."

"Marah ke Kakak atau ke aku?"

"Ke elo lah, kan lo yang maksa gue buat nganter lo."

Senyuman tertahan di wajah Angga, melihat gadis yang duduk di sebelahnya tampak khawatir.

"Kapan aku maksa Kakak, sih? Aku, kan, cuma minta tolong."

Angga tidak menyahut, setelahnya tidak ada yang mengeluarkan suara lagi di antara mereka. Berjalan sesuai dengan yang diinginkan. Fokusnya tidak terbagi lagi dengan pertanyaan-pertanyaan lain.

"Kak, turunin aku di depan sana aja, yaa." Arin menunjuk ke persimpangan jalan.

"Lho, kenapa? Rumah lo, kan, belum nyampe."

"Gak apa-apa kok Kak, udah deket juga."

Jelas, Angga tidak akan menerima permintaan adik kelasnya itu. Bisa-bisa dia di cap sebagai cowok tidak bertanggung jawab menurunkan seorang gadis di jalan. Apalagi, setelah diperhatikannya, jalanan di depan sana sepi.

Arin hanya tidak ingin orang rumahnya tahu, dia diantar oleh cowok. Gadis berperawakan berbadan mungil itu, menatap Angga menanti mobil ditepikan. Dahinya berlipat setelah tempat yang dimaksudnya dilewati begitu saja.

"Kak, kok gak berhenti sih?"

"Mobil gue gak bisa berhenti sembarang tempat. Jadi, tetep pada tujuan awal."

Arin mengusap pelipisnya, menatap ke bawah. Melihat luka di lututnya, tidak ada nyeri lagi yang terasa, hanya saja kakinya agak kaku digerakan.

"Kenapa? Masih sakit?" tanya Angga sambil menatap lurus, tadi dia sempat mencuri pandang melirik yang dilakukan gadis itu.

"Hmm, enggak kok, Kak," jawab Arin dengan gelengan kuat. "Makasih, yaa udah ngobatin luka aku," lanjutnya tersenyum manis.

Angga bergumam singkat. Melakukan hal sepele seperti itu bukan perkara sulit untuknya. Sekedar membantu, tidak akan membuatnya rugi banyak.

"Kak, berhenti di sini, Kak!"

Perintah Arin kali ini dituruti Angga, tepat di gerbang komplek perumahan yang akan dimasukinya.

Arin tersenyum lebar. "Aku turun di sini aja, Kak. Sekali lagi makasih, ya." Gadis itu membuka pintu mobil, meninggal Angga yang belum sempat berucap.

GARINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang