- 09 -
Di ruang OSIS, Angga duduk dengan gelisah mendengar Billy yang sedang menjelaskan program kegiatan mereka tahun ini. Rapat hari ini ditutup, Angga bergegas keluar saat Billy mempersilahkannya keluar duluan. Hal itu mengundang rasa penasaran Gina yang terlihat jelas ketika dia terus melirik Angga sampai menghilang dari pandangannya.
Angga berjalan tergesa-gesa menuju kelas Arin, setiba di sana dia tak menemukan siapa-siapa. Lorong sekolah dan sekitarnya sudah mulai sepi. Hanya beberapa yang tinggal, itupun karena ada keperluan yang mengharuskan mereka tetap di sekolah di jam pulang seperti ini. Angga tahu, dia terlambat dan juga tidak memberi kabar pada Arin.
Angga melangkah jauh meninggalkan kelas Arin. Di parkiran, dia terdiam sejenak memikirkan sesuatu. Entah apa yang ada di kepalanya, dia kembali bergegas ke kelas gadis itu. Billy dan yang lainnya baru saja keluar. Mereka melihat Angga yang tampak sibuk sendiri.
"Si Angga ngapain tuh?" tanya Andre pada Dimas. Dimas hanya mengangkat bahunya, dia mana tahu soal itu.
Billy juga tak tahu apa yang dilakukan Angga, dia mencoba mengabaikan itu. Kemudian menoleh pada teman-temannya mengucapkan perpisahan untuk hari ini. Dia lebih dulu meninggalkan tempat itu. Diiringi dengan Dimas dan juga Andre. Sekarang tinggal, Gina dan Putri yang masih menetap di tempatnya.
Putri melirik Gina, dia jelas pintar membaca apa yang sedang dipikirkan temannya itu.
"Kalo penasaran, sana kejar dan cari tau. Dari pada lo mati penasaran entar."
Gina melempar tatapan horor pada Putri, yang ditatap malah cengengesan tidak jelas. Dia melangkah pergi ke arah Angga tadi berjalan. Sepertinya gadis itu sedang mengikuti saran Putri. Tidak ingin ditinggal sendiri, Putri mengejar Gina yang sudah beberapa langkah jauh darinya.
Angga melihat Arin berlari dari dalam kelas, dia sempat menoleh mendapati Gio berdiri di dalam sana. Mengabaikan itu, dia berlalu cepat sebelum kehadirannya disadari oleh Gio. Dia juga harus menyusul Arin yang mungkin sudah tiba di gerbang.
Angga bernapas lega, karena gadis itu sedang berjongkok memperbaiki tali sepatunya. Dia mendekat dan menyentuh bahu Arin. Perlahan Arin bangkit tanpa membalik badan.
"Rin."
Tak ada reaksi apapun, selain diam. Angga dengan cepat membalik tubuh Arin agar menghadapnya. Wajah gadis itu menegang dan kaku.
"Lo gak apa-apa?"
Arin menggeleng pelan, tapi kali ini Angga tak melihat keriangan yang biasa ditampilkan di sorot gadis berponi itu.
"Ayoo pulang!" Angga merangkul Arin melangkah ke parkiran.
Di tempat lain, Gina dan Putri menyaksikan itu. Putri berharap, temannya itu tidak melakukan sesuatu di luar yang seharusnya terjadi setelah ini. Untuk pertama kalinya bagi Gina, melihat Angga begitu peduli segitunya dengan seorang gadis. Dan itu patut dipertanyakannya.
Selama di mobil, Arin terus diam. Angga memang belum lama mengenalnya, tapi dia bisa melihat ada sesuatu yang dialami gadis itu hingga bersikap seperti ini.
"Arin."
Angga memanggil nama gadis yang sedang duduk di sebelahnya. Dia tetap meluruskan pandang ke depan tanpa menoleh.
"Kenapa Kak?"
"Lo ada masalah?"
"Eng-enggak kok, Kak."
Arin sendiri juga sadar, dia sedari tadi tak bicara sepatah kata pun. Dia juga tak enak sebenarnya, karena harus pulang diantar Angga lagi.
"Terus kenapa diam aja? Biasanya lo rajin nanya." Angga menatap sekilas ke arah Arin, gadis itu tersenyum manis.
KAMU SEDANG MEMBACA
GARIN
Teen FictionRasa bersalah berujung membawanya pada titik di mana sebuah kebenaran mulai terungkap. Kenyataan yang juga akan membuatnya berada di titik tersulit dari sebelumnya. Seorang gadis muncul dalam kehidupannya membawa rasa cemas yang terus menghantui. D...