Titik Nol

142 21 2
                                    

Title: Titik Nol

Tagline:-

Pairing: -

Language: Bahasa Indonesia

Genre: Teen Fiction

Rate: untuk semua usia :)

Author: angelicatiara

hope you like it!
Vomment-nya boleh? :)

***

Saat itu, langit yang cerah berubah kemerahan. Saat itu, sang senja yang menawan kembali ke peraduannya. Saat itu, angin-angin sejuk yang berhembus membelai kulitku. Saat itu, bulan yang biasa aku lihat tak kunjung ada. Saat itu, semua tak terbayang. Aku mengenang semua yang tak seharusnya kukenang, pada saat itu.

Kini, aku sedang berbaring di tempat yang sama dengan kemarin. Masih sama, aku terus menghadap ke atas untuk menatap atap rumah yang sama. Tahukah kalian siapa aku? Aku adalah Korek Api. Tentu saja aku tidak dapat bergerak. Aku hanya bisa menunggu mereka menggerakkan aku. Mungkin tidak masuk akal, namun inilah kehidupanku. Aku biasa hidup dalam rumah sederhana bersama temanku Lilin, Verio Ferno-seorang buruh yang membanting tulang untuk menghidupi keluarganya, Preina Leify-istri Rio, dan Saichy Fevia-seorang anak yang kini beranjak dua belas tahun.

Hari ini, 29 Januari 2014, tepat sudah sembilan tahun berlalu dari hari dimana aku kehilangan teman baikku, Lilin Putih. Aku mengingat-ingat kejadian yang telah aku lalui bersama dia. Meski bukan aku yang membuatnya 'menghilang', tetap saja aku merasa bersalah. Teman sebayaku, yang sama-sama korek api, digunakan oleh manusia-manusia itu untuk menghidupkan Lilin Putih. Mereka membuat aku begitu kehilangan. Semua terjadi begitu saja, walaupun sebenarnya manusia itu tidak akan pernah mengerti. Aku menghela napas kasar, untuk apa aku memikirkan mereka? Memangnya mereka peduli? Tiba-tiba aku kembali teringat pada percakapanku pada Lilin.

"Hai," ujarku menyapa Lilin, temanku yang setia.
"Eh, ternyata kamu. Hai juga, Korek." Dia membalasku.

Karena rasa penasaran, aku memberanikan diri untuk bertanya, "kamu lagi apa? Kenapa kamu melihat ke arah mereka dengan tatapan seperti itu? Apa jangan-jangan kamu sedang melamunkan takdir? Atau kamu iri dengan kehidupan mereka?"

"Aku tidak tahu, Korek. Aku bingung, kenapa mereka yang berkehidupan 'layak', maksudku seperti 'bisa bergerak', masih sering mengeluhkan takdir? Apa mereka tidak pernah berpikir bagaimana rasanya menjadi kita? Ah, untuk kesekian kalinya, aku lupa. Manusia itu tidak pernah memikirkan apa yang tidak penting menurut mereka, benar bukan? Wah, mereka memang sangat pintar dan sangat peduli dengan kita."

"Iya, aku setuju dengan ucapanmu. Mereka memang sangat menyebalkan. Aduh, mengapa jadi membahas mereka, sih? Lebih baik kita membahas hal lain saja. Lagipula, tidak ada gunanya kita membahas hal ini. Faktanya, mereka tidak dapat mendengar kita, Lin"

"Baiklah."

***

Terlihat di hadapanku sebuah atap rumah. Aku tersadar. Ternyata, itu hanya lamunanku. Aku semakin merasa kehilangan, jauh lebih kehilangan dan kesepian dari sebelumnya. Dan, ya, kini tak ada lagi yang dapat kulakukan. Hanya satu. Aku hanya dapat pasrah pada takdir. Mungkin saat ini, aku dapat menonton ketiga manusia itu bercakap satu sama lain untuk membunuh rasa kehilanganku.

"Selamat datang, Papa! Hari ini yang masak makan malam kita Via, loh," sambut gadis berpipi bulat itu.

"Halo, sayang! Benarkah? Wah, anak Papa semakin pintar. Pasti belajar dari Mama," kata Rio membalas sambutan dan memeluk anaknya.

StorietteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang