Harpa Langit Timur

328 37 32
                                    

Orpheus Orios. Siapa yang tak kenal nama itu. Seniman dan musisi legendaris yang sedang melenjit namanya itu telah tersohor ke ujung dunia. Lagu-lagunya diputar di seluruh negeri. Berbekal harpa emas dari sang ayah, ia mulai menitihkan karirnya di bidang musik.

***
"Hai, Bro!"

"Eh, hai juga!"

"Lo mau kemana? Buru-buru amat sih."

"Biasa."

"Oh iya, ya. Sekarang kan temen gue udah lupa sama segalanya. Cuma ingat karirnya doang."

Orios mendelik, tak setuju dengan apa yang dituturkan sahabat kecilnya itu.

"Jangan pernah nyari masalah sama gue, Tuan Muda Ares Alvino yang terhormat."

"Haha. Gue bercanda. Selow brooo." Alvin menjawab dengan seringai tipis sambil merangkul bahu Orios.

Orios menjauhkan tangan Alvin. "Minggir, gue mau perform dulu."

"Udah makin sombong aja, Bang."

"Diem." Orios sekilas menoleh ke arah Alvin, lalu ia melenggang pergi.

Samar-samar bunyi microfone terdengar di telinga Alvin, "Ini dia yang kita tunggu-tunggu, Orpheus Orios!"

Alvin hanya tersenyum tipis. Menyandarkan punggungnya di kayu belakang panggung dan menanti Orios kembali ke sana.

***

Eurydice Eify. Seorang gadis bergaun biru sedang berjalan di atas panggung. Meliuk dengan anggunnya mengikuti alunan melodi yang indah. Simfoni dan keindahan bercampur menjadi satu. Bersatu padu. Membuat semua yang menonton tarinya terhanyut.

Musik pun berhenti. Diiringi dengan Eify yang ikut berhenti dan membungkukkan badannya 90 derajat ke depan. Tanda penghormatan pada semua penonton. Semua bertepuk tangan menyanjung penampilan Eify.

"Akhirnya kelar juga." Eify merebahkan tubuhnya di sofa empuk berwarna pink itu.

"Eitss. Siapa bilang lo udah boleh nyantai? Lo masih punya 2 schedule lagi yang harus diselesain malem ini. Remember? Satu schedule balet jam 9 nanti di Apus Bistro and Cafe. Satunya lagi Midnight Show dengan tema Beauty and the Beast bareng Dorado Debo sebagai Beast. Masih bisa bilang kelar, huh?"

Eify melengos keras, "Ah, iya. Gue lupa. Gak bisakah lo cancel dulu jadwal gue yang Midnight Show bareng si Debo -Debo itu? Gue capek. Lelah. Takutnya gak maksimal juga gerakannya."

Perempuan dengan cardigan coklat itu memutar bola matanya. Ikut duduk disamping Eify.

"Gak. Gak akan gue biarin. Lo itu harus profesional, Fy. Apa kata orang kalo tau seorang Eurydice Eify yang mereka tunggu tak kunjung tiba? Lo mau mereka kecewa? Gak kan?"

"Ayolah.."

"Gak, Eify. Sekali enggak ya enggak. Lo harus ketemu sama Debo dan tampil bareng dia. Itu kesempatan emas. Pamor lo bakal naik. Dia itu pemegang Dorado Boutique. Lo udah disewa sekalian jadi modelnya!"

"Ya udah. Serah lo aja. Lo udah kayak nyokap gue tau gak? Harusnya nama lo bukan Auriga Avia, tapi Curiga Mamia. Lo bahkan gak cocok jadi manager gue. Cih. Pergi lo. Muak gue."

"Gak nyambung. Lo tolol. Tolonglah. Plis deh." Avia meledek Eify.

"Bodo. Yang penting gue langsing. Gak kayak lo yang.." Eify menggembungkan pipinya saat ia menghadap Avia. Melihat wajah Avia yang nampak memerah. Eify segera berlari ke luar tempat itu sambil tertawa cekikikan.

StorietteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang