Satu

77K 4.5K 228
                                    

Cerita ini mungkin hanya akan ada lima atau sepuluh bab saja.
Jadi silakan kasih vomen yang banyak
:D
Ru

======

Satu

"Kau tahu kan kalau kau sedang menggali liang kuburmu sendiri karena menyukai orang yang salah?"

Komentar Rim membuyarkan lamunan Vin dari fantasi liarnya. Rim memutar bola mata melihat Vin yang tak bisa mengalihkan pandangannya pada sosok jangkung beberapa meter di depan mereka.

"Vin, sadar. Red itu di luar jangkauanmu."

Red. Dia adalah fantasi Vin selama ini. Dia cowok senior yang tampan dengan rambut hitam legamnya. Matanya berwarna hijau indah dan tampak tajam namun menenangkan. Dia jauh lebih tinggi dari remaja lainnya. Tubuhnya atletis dengan otot sempurna. Tidak lupa pula bahwa selain memiliki wujud seorang dewa, kemampuannya juga sama dewanya.

Red itu murid unggulan di sekolah dengan nilai A dalam tiap pelajaran. Dia Kapten Klub Karate di sekolahan. Dia jago main alat musik, terutama biola. Belum lagi suaranya juga dahsyat ketika bernyanyi. Belum lagi, dia juga memiliki seorang pacar cantik yang setia padanya.

Vin menghela napas, menyadari keberadaan Iki, pacar Red selama tiga tahun ini. Cewek itu cantik dengan rambut coklat kemerahan. Wajahnya lembut. Bola matanya besar. Bulu matanya lentik. Bibirnya seksi dan pink. Belum lagi bodinya yang aduhai. Sama seperti Red, Iki juga tak kalah hebatnya. Cewek itu Ketua Osis di sekolah. Pernah menang dalam kejuaraan tenis putri tingkat nasional. Juga pernah jadi ratu sekolahan.

Meski seluruh sekolah iri pada kedua orang itu, tak ada yang bisa membenci mereka. Pasangan itu bukan seperti pasangan lain yang suka menyombong. Sebaliknya, mereka sosok yang disukai. Mereka ramah dan menyenangkan. Mereka tak pernah membedakan siapapun. Itu sebabnya mereka menjadi idola di sekolahan dan tak ada yang pernah mengusik mereka karena itu.

Justru sebaliknya, merekalah yang menjadi panutan.

"Andai aku jadi Iki," gumam Vin.

Nyaris tiga tahun, cintanya bertepuk sebelah tangan. Dia pertama kali melihat Red ketika awal sekolah. Terpesona dengan wajahnya sampai akhirnya patah hati begitu melihat Iki yang memegang tangannya dan dengan manja menggelayut di tangan Red.

Rim mendengus. "Percuma menghayal, Vin. Red nggak bakal melirik cewek lain, apalagi cowok. Dia pacaran dengan Iki sejak SMP. Nyaris empat tahun. Cintamu ini sebaiknya dipasrahkan saja. Semua orang juga tahu kalau mereka suatu hari pasti menikah. Lagian, setelah semester ini, kau nggak bakal melihat Red lagi. Aku dengar dia dapat beasiswa kuliah di London."

Vin menghela napas.

Mungkin, sudah saatnya dia melepas cinta terlarangnya ini.

Lagipula, Red bukan gay. Dia tak mungkin menyadari keberadaan Vin yang biasa-biasa saja. Vin tak seperti Red yang tinggi. Dia punya tinggi yang normal dengan kulit terlalu pucat. Matanya berwarna hitam membosankan dan rambut hitamnya bergelombang sedikit sehingga kadang sering jatuh ke dahi atau telinganya. Sebagian orang lebih sering mengatainya cute dan Vin tak pernah suka. Jadi wajar saja bila Red tak pernah menyadari keberadaannya. Seorang pangeran terlalu jauh dari jangkauan rakyat jelata.

Atau itu yang dia pikirkan beberapa minggu lalu sampai ada keajaiban terjadi.

Vin menggigit bibir, mengintip secara perlahan dari balik lokernya. Tangannya basah karena keringat.

Hari ini Valentine dan setiap orang sepertinya punya incaran yang sama.

Red.

Red sedang di kelilingi cewek-cewek yang berebut untuk memberikan cokelat padanya dan cowok itu menerimanya dengan senyuman manis. Iki sedikit pun tidak terganggu. Mungkin cewek itu sudah terbiasa melihat para cewek ngiler sama cowoknya. Malah Iki dengan sengaja memberikan kantongan besar untuk menampung seluruh cokelat-cokelat itu.

Vin juga sudah menyiapkan cokelat untuknya dan berniat menyerahkannya pada Red. Dia tahu bahwa tiga tahun menjadi penguntit tidak akan memberikan hasil apapun bila dia tak berbuat sesuatu karena itu dia ingin melakukan sesuatu sekarang. Setidaknya, walau Red mungkin akan menolaknya, dia tak ingin menyesal karena tak melakukan apapun.

Hanya saja, kesempatannya lewat begitu Red diikuti oleh fansnya yang masih belum selesai memberi cokelat. Bahkan loker Red sudah penuh dengan cokelat yang berjatuhan ketika dia membukanya untuk mengambil pelajaran. Begitu pula dengan laci belajarnya.

Vin menghela napas setelah seharian mengejar Red untuk memberikan cokelatnya tapi tak bisa memberikannya. Fans Red begitu banyak. Dia tak punya kesempatan melakukannya secara langsung.

Coklat yang dibungkus dengan kertas kado berwarna kuning itu pun kini sudah tak rapi lagi karena tadi sempat jatuh dan terinjak oleh para fans Red. Dia tak marah pada para cewek itu, justru dia marah pada dirinya sendiri yang terlalu lemah melepaskan benda mungil itu.

Air matanya bergulit turun, membasahi pipinya. Cepat-cepat dia menghapusnya dan berlari menuju lapangan. Ruang karate pastilah diisi oleh para cewek yang belum sempat memberi cokelat dan Vin tak ingin mengulangi kejadian yang sama.

Dia duduk di rumput, memandangi cokelat valentine miliknya.

"Jika tahu seperti ini, aku tak akan membuatmu," gumam Vin. "Kenapa aku harus suka padamu? Kau bahkan tak melihatku. Jangan kan itu, kau bahkan tak tahu kalau aku ada, ya kan? Kau menyebalkan! Aku membencimu!"

Vin melempar cokelat malang itu. Lemparannya tidak jauh, hanya dua meter. Heh, Vin benar-benar lemah. Kekuatannya tak kalah dari anak SD.

"Apa yang kau lakukan?"

Jantung Vin seakan hendak melompat keluar dari tempatnya begitu mendengar suara dalam yang selama ini menjadi imajinasi dalam kepalanya. Suara yang selalu dia dengar ketika bermimpi. Suara yang selalu membuatnya merinding tak karuan.

Vin mengangkat kepalanya, melihat sosok tampan luar biasa berlari mendekat.

Red.

Love at The First SightTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang