Alunan lembut musik jazz romantis memenuhi seluruh area cafe. Sang penyanyi dengan suara merdunya menyanyikan sebuah lagu dari penyanyi jazz melegenda yang sudah pasti dikenal oleh dunia. Mengalun merdu menemani setiap pengunjung yang datang bersama keluarga, teman ataupun pasangan sembari menikmati hidangan yang mereka pesan.
Deidara selalu menikmati pekerjaan yang sudah dijalaninya tiga tahun ini. Bukan pekerjaan tetap hanya sampingan sembari menyalurkan hobi. Tiga kali seminggu pria dengan rambut pirang itu akan datang ke cafe menghibur para tamu dengan suara merdunya menyanyikan jenis musik kesukaannya. Selalu senang saat melihat para tamu begitu puas menikmati nyanyiannya. Malam ini pun sama. Tepuk tangan pengunjung membuatnya selalu bersemangat dan tersanjung tiap kali selesai menyanyikan lagu.
Dari sudut matanya, Deidara melirik sebuah jam dinding yang cukup eye catching. Sudah jam delapan malam. Dia sudah menyanyi selama satu jam dan butuh istirahat. Selesai menyanyikan lagu terakhir, pria dengan rambut pirang panjang itu memohon maaf pada para pengunjung karena harus menyudahi penampilannya.
Raut wajah kecewa tertangkap matanya dari beberapa penonton saat pandangannya memindai seluruh ruangan. Hampir semua orang yang ada di cafe itu bertepuk tangan untuknya dan itu adalah hal yang paling disukai oleh Deidara. Semua itu yang membuat Deidara menyukai pekerjaan ini meski sebenarnya pekerjaannya sebagai akuntan tidak membuatnya kekuarangan uang.
"Kerja bagus Dude!'' Deidara saling menepukan tangan pada seseorang yang berdiri di belakang panggung begitu dia turun. Salah satu rekan kerjanya. Manager di cafe itu.
"Thanks'' jawab sang penyanyi singkat tidak lupa senyum kepuasan di wajahnya.
"Ada surat untukmu'' Sang manager menahan Deidara untuk tidak pergi dulu. Dari dalam saku kemeja yang dipakainya dia mengeluarkan sebuah amplop berwarna biru muda yang tampak girly.
"Dari siapa?''
Deidara menerima surat itu. Tercium aroma wangi mawar dari amplop yang dipegangnya.
"Aku tidak tahu. Security tadi memberikannya padaku. Dia bilang seseorang menitipkan padanya dan meminta untuk diberikan padamu'' jawab sang manager.
Deidara membolak balik amplop yang belum dibukanya. Mendekatkannya ke hidung mencium aroma yang menguar dari kertas itu.
"Mungkin dari penggemarmu. Ayo buka!'' Justru si manager yang tampak begitu antusias ingin tahu isi amplop itu dibanding Deidara sendiri.
"Tidak di depanmu. By the way, terima kasih'' Deidara mengangkat amplop di tangannya di depan wajah si manager lalu pergi begitu saja dari tempat itu meninggalkan si manager sendirian yang pasti sedang menggerutu.
Sambil berguman menyenandungkan lagu, Deidara membuka pintu ruangan miliknya. Bukan miliknya sendiri tapi ruangan khusus yang memang diperuntukkan bagi performers di cafe itu. Deidara juga berpapasan dengan rekannya yang akan segera tampil menggantikannya. Saling memberi semangat dengan tepukan tangan saat keduanya berpapasan. Malam ini hanya ada dua performer. Biasanya ada tiga tapi salah satunya ada acara keluarga dan ijin tidak masuk.
Deidara duduk di sofa panjang yang ada di ruangan itu. Mengangkat kaki dan meluruskannya, menyandarkan punggung pada pegangan sofa. Deidara membolak - balik lagi amplop biru di tangannya. Untuk terakhir kali pria itu mencium wangi menenangkan yang menempel di amplop. Wanginya seperti aroma therapy, membuatnya rileks.
Merobek amplop itu dari salah saru sudutnya, Deidara mengintip isinya. Dahinya langsung berkerut begitu melihat sesuatu yang aneh di dalamnya. Deidara mengelurkan isi amplop itu. Benda persegi keluar dari dalam amplop. Bukan surat, tapi sebuah kartu King Heart.

KAMU SEDANG MEMBACA
THE DARKNESS OF HEART
FanfictionSasuke harus berkejaran dengan waktu untuk menemukan pembunuh gila yang berkeliaran di kotanya. Belum lagi hidupnya yang mendadak harus direcoki seorang Uzumaki Naruto yang mendadak selalu ditemuinya. Sasuke yakin pria itu sebenarnya penguntit. A N...