Bukan Tanpa Pamit

54 4 0
                                    

Kin, kamu adalah wanita yang berbeda dari yang lain. Terkadang kau begitu menyebalkan, terkadang kau dingin, terkadang kau sungguh manis dan membuatku selalu merindu akan hal itu.

Di dalam kelas itu kali pertama aku melihatmu. Kau sangat manis dengan gamis abu berpolet putih. Kau tahu Kin, aku sangat malu saat aku sedang memperhatikanmu dibalik jendela yang terbuka, kau tanpa aba-aba melihat ke arahku dan memberiku tatapan tajam penuh curiga. Hatiku berdebar, bukankah sungguh berlebih hal ini terjadi pada seorang pria yang belum pernah jatuh cinta. Tapi yah, itulah yang terjadi padaku kala itu.

"Bego, ngapain Lo ngintip orang lagi belajar!"

"Kampret lu, bikin kaget gw aja. Sialan"

"Lagian, ngapain lu ngintip kaya orang bego yang pengen belajar. Pak saya Pawas, saya ingin belajar."

Galang, dia adalah kawanku sejak kecil. Si gendut yang menyebalkan tapi dialah kawan sejati ku.

"Ngapain lu bego?"

"Heh, sialan. Ngatain gw bego Mulu. Lu tuh yang bego, IPK gak nyampe 3 aja belagu."

"Wah, wah, Pawasku sudah berani bawa-bawa IPK. Sombong lu, pengen gw tabok hah!"

"Haha, bodo amat"

"Was, cabut yuk! Gw males masuk kelas. Dosen nya juga udah masuk"

"Yaelah Lang, lu yang ngambil kelas ke bawah, lu yang ngajak gw buat nemenin, eh lu sendiri yang ngajak cabut. Lu mau kuliah 10 tahun?!"

"Gak lah. Yaudah lu temenin gw yah."

"Cepet gembel, masuk ngomong Mulu"

Ini adalah awal perjumpaan kita. Harusnya aku berterimakasih padamu Galang. Karena dirimu, aku melihatnya. Kinanti Rahma Dalusia. Apakah kau ingat Kin, aku duduk tepat disampingmu dan menatapmu selama mungkin tanpa kusadari.

Galang, kau memang pembawa berkah bagiku. Berkat dirimu juga sebulan lamanya entah dari mana datangnya cerita. Kinanti dan diriku semakin dekat. Untung saja kamu tidak pintar, jadi aku punya alasan untuk bertanya pelajaran padanya. Kinanti yang cerdas.

"Was, kenapa kau masih menemani Galang? Bukankah kau tidak ambil kelas ini?"

" Ah itu, sebenarnya aku malas. Tapi Galang adalah temanku dan aku ingin kita Lulus bersama. Jadi yah kutemani dia dan Kubantu dia. Biar gak keliatan bego amat"

"Hahahaha"

"Tapi karena Galang, akhirnya kau bersamaku juga Kin."

Dia menatapku dalam. Tatapan yang tajam dan aku menyukainya.

"Kau benar. Dan aku pun beruntung bisa mengenalmu."

Warung kecil itu menjadi saksi hatiku berdebar, karena disana aku mengutarakan isi hatiku padamu. Kau tahu Kin, aku sudah 30 kali melatih lidahku untuk mengatakan bahwa aku suka padamu. Dan kau menerimaku. Itulah hari yang paling mendebarkan dalam hidupku.

Tahun berganti tahun, kau dan aku selalu memiliki cerita yang menjadi sebuah kisah tersendiri diantara kita. Di tepi danau ini, kau menyanyikan lagu kesukaanku. Ah... Kau sungguh lucu saat itu. Untuk menyanyikan lagu kesukaanku suaramu seperti gajah yang tergigit semut. Melengking sesak. Tapi aku tetap menikmatinya, terlebih kau menyanyikan itu dengan hati yang tulus.

"Kin, maukah kau menungguku 5tahun lagi setelah aku lulus. Aku ingin melamarmu"

Kata itu yang menjadi pertanyaan terakhirku untukmu, sebagai penutup ulang tahunku. Kulihat dirimu bahagia. Terlukis dalam senyuman simpul, menunduk sedikit, mengangguk tanpa suara.

Diam

Diam

Tak ada kata

Dan berarti "iya" pikirku.

Ingin sekali aku memelukmu penuh rasa bahagia. Seakan tak percaya kau, lima tahun lagi akan menjadi istriku. Tapi aku merasa bersalah jika aku memelukmu tanpa sebuah ikatan yang sah. Kusentuh pundakmu, dan menatap matamu, bagiku itu saja sudah mewakilkan bahwa aku sungguh-sungguh dengan perkataanku.

Tuhan, terimakasih untuk takdir-Mu. Mempertemukan aku dengannya. Dan tepi danau ini menjadi saksi janjiku padamu.

Hariku sebagai mahasiswa telah usai. Sempat kusesali tak berjumpa dengannya dihari terakhirku di Indonesia. Gawaiku hilang ketika di bandara dan aku tidak bisa menghubungi Kinanti. Apa yang akan terjadi pada kisah kami?. Satu tahun. Yah, selama itu aku akan meninggalkanmu tanpa kabar sedikitpun, apakah kau akan tetap menungguku disana?.

"Was, kau melamun?"

"Ah, Lang. Hp gw"

"Jadi bener hilang? Lu udah ngabarin si Kinanti?"

"Belum"

"Yaelah. Kita mau ke Amerika loh Was. Satu tahun loh. Kita ga bakal bisa komunikasi juga disana"

"Iya gw tahu, makanya gw bingung"

"Ehm.. Was, kau yakin Kinanti akan bertahan untukmu. Satu tahun tanpa kabar, tanpa pamit?"

"Itulah yang aku bingung kan. Yah, jika kami berjodoh, insyaallah. Tapi jika tidak, ya mau gimana lagi Lang"

"Pokonya yang terbaik aja yah. Udah malem Was, kita tidur. Selepas nanti disana kita bakal disiksa rapat kerja"

"Hahahaha, memang biadab kerjasama dengan perusahaan mereka itu"

"Lah, itu lu tahu. Makanya gw bingung kenapa Lo terima tawaran bule gila itu. Ah jangan-jangan lu mau di jodohin sama anaknya"

"Yaelah. Dikit-dikit jodoh Mulu. Udah sana molor"

Dijodohkan? Bagiku hanya orang putus asa yang dijodohkan. Lagian aku ingin menepati janjiku pada Kinanti. Kin, bisakah kau bertahan untukku?

Malam itu menjadi malam yang sangat panjang untuk berpikir tentang mu. Aku sungguh-sungguh menyesal tak memberimu ucapan selamat tinggal, dan aku hanya berharap jika aku kembali, aku tak akan mengucapkan "selamat atas pernikahannya", padamu Kin. Semoga saja hal itu tidak terjadi, karena untuk pertama kalinya aku mengenal rasa suka hanya saat aku bersamamu, dan aku ingin terus begitu hingga maut menjemput.

Terlalu KiasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang