Bukan maksudku menghilang tanpa kabar.
Bukan maksudku pergi tanpa pamit.
Bukan maksudku membuatmu menunggu tanpa kepastian.
Bukan maksudku...Kinanti!, Tunggu!
Tapi kau benar, ini adalah salahku.
Karena itu, semoga kau bahagia.
Kinanti.Mimpi
Matahari kilaunya membuat mata terbuka dari rasa terpejam. Diantara ruang hampa, diantara kibasan tirai jendela sinarnya masuk menusuk mata.
Mimpi yang menyebalkan. Bagaimana jika itu terjadi? Ah semoga saja tidak pernah terjadi.Siang telah datang. Rapat kerjasama antar perusahaan diberbagai negara tak usai juga. Terbit matahari hingga terbenamnya. Rapat, seminar, rapat, seminar. Tak bisa sehari pun internet dan gawai menyatu diantara hidupku satu tahun ini. Tak memberi dan tak mendapat kabar. Layaknya manusia yang hidup di jaman tua, jauh sebelum Belanda datang, jauh sebelum Bosscha dan Junghunh memperkenalkan Bandung keberbagai dunia.
Tuk.. tuk..
Pintu diketuk"Was, memang kamu sudah gila!"
"Haha, maksudmu?"
"Otak bisnismu memang kuat, tapi tidak seperti ini juga,"
"Kenapa? Kau menyerah? Cuman rapat dan seminar saja kok"
"Mulutmu. Gw kira kita gak persentasi. Gembel. Mana gw gak siap-siap."
"Udah deh, jangan alay. Kayak anak kecil."
"Tapi was, setidaknya lu bilang dong. Jadi gw gak nervous juga kayak kemaren"
"Tapi lancar kan?"
"Setan lu. Hahaha"
"Heh, mana ada setan wajahnya ganteng"
"Bodo amat. Tapi untung ada Lo juga sih."
"Gw gitu. Pawas sang penakluk bisnis dan wanita tanpa perlu tebar pesona"
"Najis Lo!"
"Eh, eh, kok kasar"
"Haha, aduh maaf tante! Haha"
"Haha, kampret!"
Yah, Kami bekerjasama dengan berbagai perusahaan di dunia, untuk rancangan busana. Memang tak sesuai dengan jurusanku. Tapi Gilang ada, dan aku hanya pada perencanaan dan pemasaran. Ide busana Galang memang jagonya.
"Was, gak nyangka yah. Kita sudah 8 bulan disini. Tanpa internet tanpa gawai. Padahal yah, menurut gw ga ada hubungannya kerja dengan gawai, internet, ga ada gitu. Gak bakal ganggu juga."
"Adalah. Lu tahukan, namanya rahasia perusahaan. Gw mikirnya, kalo kita berhubungan dengan orang lain, ide-ide yang di diskusikan nanti bisa bocor. Kan namanya juga perusahaan besar."
"Yee, tapi gak gini juga. Gw kangen mamah."
"Jijik lu, kek banci"
"Anjir. Bangsat lu! Mana ada banci. Itu tandanya anak yang sayang orang tua. Gak kayak lu. Ga pernah mikir orang rumah"
"Haha, sotoy lu! Dah, gw mau tidur!"
"Anjir, Lo mau tidur lagi? Lu baru bangun gembel"
"Berisik Lo dut!"
"Apa? Gendut? Lo ngatain gw? Anjir muka banci!"
"Tapi ganteng kan?? Haha. Bilang aja Lo sirik, makanya jangan makan Mulu"
"Anjir, gw jarang makan juga. Ga ada hubungannya muka sama makan.!!"
Tak ada jawaban
Hening
Hening"Heh!, Was! Malah molor! Gila, cakep-cakep otak bantal!"
"Makasih, tapi gak kebalik? Dah ah. Sana pergi ke kamar Lo! Tutup pintunya."
"Oke. Heh, berhenti ngasih gw muka so cakep gitu. Pake sipit-sipit mata segala. Ga gak homo gebleg. Ga tergoda!"
Tak
"Anjir, ga usah jitak kepala gw juga gembel!"
"Bodo amat, haha"
Hening...
"Kinanti"
Pandanganku melamun jauh menembus jendela.
"Kinanti"
Kuharap mimpi itu hanya sebuah mimpi, bukan sebuah kenyataan yang harus kutelan. Yah, semoga saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Terlalu Kias
RomanceAku menikah dengan yang lain, pria yang di jodohkan denganku, tepat di ulang tahun mantan pacarku. Januari lalu. Kini aku hidup bersama pria 17 tahun lebih tua dariku. Akankah aku bisa melupakan dia dan memulai hidupku yang baru?