"Non, bangun. Ada temennya di bawah."
Bi Wati membangunkan Cira dari tidurnya pagi itu dengan rasa berat hati. Sebenarnya ia sangat tidak ingin mengganggu waktu tidur pulas Cira, karena Bi Wati tau bahwa Cira sering sulit sekali untuk tidur."Siapa Bi?"
"Janu namanya Non."
"Yaudah Bibi buatin minum, aku mau siap-siap dulu Bi."
Bi Wati mengiyakan hal yang dikatakan oleh Cira. Lalu Cira mandi dan bersiap-siap untuk turun ke bawah. Ia membawa buku dan laptopnya ke bawah.Pada saat Cira sudah sampai ruangan nonton tv, ia melihat Janu sudah membuka buku catatannya dan duduk di atas karpet serta bersender ke sofa yang ada di ruangan tv.
"Kok nggak duduk di sofa aja?" Kata Cira setelah ia sudah duduk bersebelahan dengan Janu.
"Biar enak belajarnya Ra, kan ini mejanya pendek, jadi kita duduk di karpet aja ya?"Cira hanya menganggukan kepalanya. Lalu tiba tiba Janu menyadari bahwa lutut dan siku Cira tertempel handsaplast.
"Kenapa lutut sama siku lu? Abis berantem sama anak kampung mana?"
"Nggak kenapa-kenapa."
"Nggak mungkin nggak kenapa-kenapa tapi dikasih handsaplast gitu."
"Biar keren aja. Udah deh nggak usah cerewet."
"Yaudah kita belajar dari materi minggu kemaren ya."Belajar bersama mereka berjalan dengan lancar. Janu menjelaskan semua materi-materi yang sudah di sampaikan di kelas, lalu ia memberikan beberapa soal-soal untuk diisi oleh Cira. Pada saat Cira mengisi soal-soal yang diberikannya, Janu memandangi Cira.
Janu tersadar bahwa Cira merupakan perempuan yang memiliki bentuk muka yang lembut, namun ada sedikit muka anak kecil yang tertinggal di sana. Matanya sipit dengan ekor mata yang lancip, hidung pesek yang tidak terlalu besar, dan bibirnya yang kecil dan tipis terlihat kemerah-merahan.
Janu tidak pernah melihat perempuan sedekat ini dan sedetail ini. Hari itu Cira mengikat rambutnya seperti ekor kuda. Hal itu membuat Janu mampu melihat wajah Cira dengan leluasa.
Baginya Cira merupakan perempuan yang tidak jelek, namun tidak terlalu cantik, bahkan beberapa kali ia sering melihat sorotan mata Cira menunjukan kesedihan yang membuatnya terdorong untuk melindunginya bahkan mengetahui apa yang membuatnya sedih.
"Nggak usah ngeliatin segitunya kali." Kata Cira ketika mengetahui pandangan Janu seperti menusuk kearahnya.
"Gue baru tau kalo lu ternyata cantik juga ya."Kamu aneh banget sih Janu!
"Ih apaan dah lu, freak banget jadi orang."
"Haha kan gue jujur."
"Ya tapi nggak tiba-tiba ngomong gitu juga."
Cira mencoba memfokuskan dirinya kembali untuk menyelesaikan soal-soal yang diberikan oleh Janu. Setelah ia menjawab semua soalnya, ia berikan kepada Janu untuk diperiksa olehnya."Nih, udah selesai."
Janu memeriksa semua jawaban yang ditulis oleh Cira.
"Bagus. Nggak ada yang salah, berarti lu ngerti semua sama materi yang gue jelasin. Besok kita belajar bareng lagi ya?"
"Besok juga? Setiap hari sabtu aja gimana? kan senin sampai jumat kita kuliah. Minggu biar gue istirahat Nu."
"Nggak tiap hari aja? Biar gue bisa ngeliat lu tiap hari."
"Apa sih Janu! Jijik ih. Pokoknya gue maunya seminggu sekali."
"Haha iya iya seminggu sekali. Yaudah gue balik ya."Janu pulang. Cira hanya melihatnya pergi.
Semoga dengan aku yang ketus kamu nggak mencoba untuk masuk Nu.
Membereskan buku-bukunya, ia naik ke kamarnya dan meletakkan buku-bukunya di atas mejanya. Cira terduduk di atas kasurnya sebentar untuk menarik nafas sejenak. Entah mengapa, ia merasa lelah. Tidak tau lelah karena apa, mungkin karena harus belajar di hari yang harusnya ia bisa bermalas-malasan, mungkin juga berusaha keras untuk menutup dirinya dari seorang Janu.
Cira merasa begitu lega saat hanya ada dia seorang diri dalam suatu ruangan, seperti bisa menarik nafas lega setelah memakai topeng yang membuat nafasnya sesak. Karena sebenarnya menutup diri dari seseorang merupakan hal yang sulit juga baginya.
Lalu tiba-tiba muncul pesan dari hpnya, ia tidak kenal nomor si pengirim pesan.
Keresek hitam di depan, ambil buruan. Gue tau lu belom sarapan karena gue dateng kepagian.
Janu.
Save nomor gue.Cira kaget dengan isi pesan itu. Seingatnya ia belom pernah memberitahukan nomor handphonenya kepada Janu. Hal itu membuatnya penasaran, darimana Janu mengetahui nomor Cira.
Cira tidak membalas pesan yang dikirimkan oleh Janu. Ia cepat-cepat ke depan rumah dan mengambil keresek berwarna hitam yang tergantung di luar pagar rumahnya. Ia melihat ke dalamnya, ada sekotak nasi di dalamnya. Cira melihat ke luar pagarnya untuk mencari Janu, namun tidak ada Janu di sana.
Ia membawa bungkusan itu ke dalam rumah. Lalu ia buka kotak styrofoam yang ada di dalam keresek hitam itu. Di dalamnya ada nasi putih, ayam, sambal, dan sayur.
Di dalam keresek itu tidak hanya ada kotak nasi, namun ada kertas. Kertas tersebut Cira ambil dan ia baca.
Cepet sembuh ya.
JEntah kenapa senyuman Cira yang selalu ia sembunyikan di balik topeng, mekar dengan bebas di bibir tipisnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUN AND MOON
Romance[PENDING] Matahari dan Bulan memang benda langit yang tidak akan pernah bisa bersatu. Lalu jika Matahari dan Bulan saling jatuh cinta, apakah semesta akan berkorban untuk mempersatukan mereka? Atau Bulan dapat tergantikan dengan benda langit yang la...