"Ra. Kamu pernah merasakan kehilangan nggak sih?"
"Kenapa lu tiba-tiba nanya gitu Nu?"
"Harusnya setiap manusia pernah ngerasain hal itu Ra. Cuman kadarnya aja mungkin yang beda-beda."Cira hanya terdiam tidak menjawab pertanyaan yang dilontarkan Janu. Karena ia merasa, ini bukan waktu yang tepat untuk terbuka kepada Janu. Cira masih takut, takut bahwa Janu akan sama seperti Iyo.
Setelah mengetahui semua kekurangan Cira, mereka akan pergi. Cira menganggap mereka hanya penasaran saja dengan kehidupannya.
"Mungkin kamu belum siap buat cerita ya Ra? nggak apa, aku bakalan nunggu sampe kamu siap Ra."
"Ngapain Nu? Ngabisin waktu aja."
"Kalo aku bilang, karena aku mulai suka sama kamu gimana?"
"Jangan."
"Kenapa?"
"Karena nantinya hanya sakit yang lu terima."Setelah pembicaraan itu. Janu dan Cira terdiam. Mereka sibuk dengan kata-kata yang ada di pikiran mereka. Cira yang bingung dengan Janu yang mulai menyukainya, Janu yang bingung dengan semua penolakan yang diberikan Cira.
Kesunyian itu terus berlanjut hingga mereka sampai di kedai kopi milik Bintang. Cira memarkirkan sepedanya di tempat biasanya. Lalu mereka berdua masuk bersama ke kedai kopi tersebut.
"Hai Ra. Tumben kok lama?"
"Iya Tang, ban sepeda aku kempes."Janu menyadari Cira berbicara menggunakan gue-lu hanya dengannya. Hal itu menyadarkan Janu, ia dan Cira bukanlah apa-apa.
"Yaudah nanti aku panggilin orang tambal ban buat benerin ban sepeda kamu ya Ra."
"Makasih ya Tang."
"Yaudah sini cepet gantiin aku Ra, udah telat nih mau pergi."
"Oh ya. Aku ke ruang ganti dulu Tang."Cira meninggalkan Bintang dan Janu.
"Kenalin gue Janu." Kata Janu memecahkan kebisuan antara Bintang dan dirinya.
"Oh jadi ini yang namanya Janu. Gue Bintang sahabat SMAnya Cira. Sabar-sabar ya sama Cira Nu, gue titip dia ke lu."
"Haha iya, siap Tang."Cira kembali lagi dengan kemeja berlengan panjang berwarna biru, celana bahan berwarna hitam dan apron berwarna coklat. Lengan kemeja yang digunakan Cira ia lipat hingga sikunya. Bertepatan dengan kembalinya Cira, Bintang berpamitan untuk pergi. Bintang juga bersalaman dengan Janu.
Pada saat Bintang menyalami Janu, ia memberikan tisu yang sudah ia tulis dengan nomor miliknya. Janu kaget saat bersalaman dengan Bintang tertinggal tisu pada tangannya yang ia gunakan untuk bersalaman dengan Bintang.
Janu melihat ke arah Bintang dengan kebingungan, namun Bintang tidak menengok ke arahnya. Janu melihat ke arah tisu tersebut dan menyadari bahwa itu adalah nomor handphone Bintang. Janu langsung memasukan tisu itu ke dalam saku celananya.
"Mending lu pulang aja Nu."
"Kalo aku mau nunggu nggak boleh Ra?"
"Gue di sini sampe sore di sini."
"Kok sama aku, kamu ngomongnya gue lu. Sama Bintang aku kamu."
"..."Karena... sudah cukup Nu aku ngerasa kehilangan. Aku nggak mau ngerasa sakit itu berkali-kali.
"Aku kamu ke aku juga dong Ra."
"Udah ah, sana deh gue mau kerja. Jangan ganggu."
"Berarti aku boleh kan nunggu kamu selesai?"
"Terserah."
"Yaudah aku duduk di sana ya Ra."Janu menunjuk bangku yang biasanya Cira duduki sebagai tempat ia menunggu sampai Cira selesai. Janu duduk di sana sambil terus memandangi Cira bekerja. Namun sekali-sekali Janu sibuk dengan buku bacaan yang ia pegang.
Dulu Cira sering sekali membaca buku-buku yang ia suka. Kebiasaannya itu sekarang sudah mulai pudar. Bukan Cira sudah tidak menyukainya, namun saat ini membaca tidak bisa ia nikmati seperti dulu. Setiap ia membaca dan mulai berimajinasi, ia selalu teringat dengan bulannya. Karena bulannya itu yang mengajarinya untuk membangun dunia imajinasinya sendiri.
Menulis dan kata-kata sekarang adalah teman baik baginya. Cira masih tetap menyukai buku, namun buku belum bisa mengeluarkan semua hal yang ia pikirkan.
Tidak terasa Cira membantu di kedai kopi itu cukup lama. Matahari sudah mulai berjalan pulang ke rumahnya. Cira juga mendapatkan kabar bahwa Bintang akan kembali sedikit terlambat.
Cira dengan pasrah menjalani tugas lebih lama lagi. Matahari berganti bulan, Bintang baru menunjukkan bayangannya di kedainya tersebut. Saat Cira sudah membereskan barang-barangnya dan siap untuk pulang, ia mendekati Janu. Janu tertidur di kursinya.
Kamu sudah tau aku pasti akan menjawab tidak. Tapi kamu tetap menanti dengan menerima semua risiko itu. Kamu bukan manusia ya Nu?
Cira bercakap dengan pikirannya sambil memandang Janu begitu dalamnya. Entah pandangan itu menunjukkan rasa kasihan atau kesedihan karena Cira tidak bisa menerima Janu yang terlihat bener-benar tulus menyayangi Cira.
Bintang melihat pandangan yang Cira tembakkan ke arah Janu yang tertidur lelap di kursinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SUN AND MOON
Romance[PENDING] Matahari dan Bulan memang benda langit yang tidak akan pernah bisa bersatu. Lalu jika Matahari dan Bulan saling jatuh cinta, apakah semesta akan berkorban untuk mempersatukan mereka? Atau Bulan dapat tergantikan dengan benda langit yang la...