Cira merapihkan meja yang ditempati oleh Janu. Saat Cira merapihkan meja, Janu terbangun dan menegakkan duduknya.
"Eh Ra. Udah selesai?"
"Iya."
"Yuk pulang Ra."
"Yuk? emang mau anterin gue dulu?"
"Iyalah Ra udah gelap nih."
"Motor lu gimana?"
"Gampang."
"Nggak usah Nu."
"Aku nggak minta persetujuan kamu Ra."
"Tapi kasian lunya."
"Cieee khawatir ya?"
"Bodo amat ah."Cira merapihkan barang bawaannya dan mengganti bajunya kembali. Ketika Cira sudah siap untuk pulang, ia berpamitan dengan sahabatnya itu.
"Tang aku duluan ya."
"Okey Ra. Hati-hati ya. Nu, gue titip Cira ya." Kata Bintang sambil melihat kearah Janu.
"Nggak usah dipesenin juga gue jaga kok Tang."Setelah berpamitan. Cira dan Janu keluar dari kedai tersebut. Cira tidak membawa sepedanya pulang, namun ia terus berjalan ke jalan raya dan menunggu metro mini di halte bus. Janu yang mengekor bingung dengan yang dilakukan Cira.
"Kok sepedanya nggak dibawa Ra?"
"Iya masih kempes bannya. Besok gue balik aja lagi."
Sebenarnya Janu tidak tega melihat Cira harus berjalan kaki mencari metro mini setelah lelah menggantikan Bintang di kedainya.Cira dan Janu duduk di tempat duduk yang sudah disediakan di halte bus tersebut. Janu duduk di sebelah Cira.
"Ra. Aku bisa baca garis tangan loh."
"Masa?"
"Iya. Coba sini pinjem tangan kamu ya."
Janu mengambil tangan sebelah kiri Cira yang dekat dengan Janu. Janu melihat ke garis-garis tangan Cira. Sambil menunjukkan salah satu garis tangan tersebut, Janu berkata."Nih Ra, tangan kamu garisnya keliatan banget. Tandanya kamu itu orangnya mandiri dan pekerja keras."
"..." Cira hanya diam sambil memperhatikan telapak tangannya sendiri yang ditunjuk oleh Janu."Orang mandiri dan pekerja keras itu pasti gampang capek. Kalo capek biasanya aku suka pijat-pijat bagian ini Ra." Kata Janu sambil mempraktikkan hal yang ia maksud. Janu memijat bagian telapak tangan Cira yang berada diantara jari telunjuk dan ibu jari. Janu memijatnya dengan cara ditekan di bagian sisi depan dan belakang menggunakan ibu jarinya dan telunjuknya.
Saat Janu memijat tangan Cira, entah mengapa jantungnya berdetak begitu cepat. Jantungnya berdetak cepat seperti selesai melakukan lari maraton. Cira bingung dengan jantungnya itu.
Aduh jantung. Kamu kenapasi? Jangan seperti itu, karena aku hanya menganggap Janu bukan siapa-siapa.
Cira tidak suka dengan kelakuan jantungnya yang aneh pada malam itu. Karena harusnya hanya bulannya saja yang dapat membuat jantungnya melompat-lompat.
Jantungnya yang melompat kegirangan malam itu terselamatkan dengan hal yang mereka tunggu sedari tadi. Metro mini yang dinanti-nanti menghampiri mereka. Cira bangkit dari duduknya ketika melihat bus tersebut. Ia melakukan hal itu agar Janu tidak bisa lagi memegang tangannya dan jantungnya kembali normal.
Saat bus itu berhenti di depan halte, Cira langsung menaikinya. Diikuti Janu di belakang Cira. Kursi di dalam bus, penuh terisi oleh orang-orang pulang kantor dan beberapa anak sekolah. Namun beruntungnya, salah satu penumpang bus tersebut adalah teman lama Janu. Temannya itu duduk di barisan tengah dekat lorong bus tersebut.
Teman Janu langsung menyapa Janu pada saat Janu menaiki bus tersebut. Janu mendekatinya. Mereka bertegur sapa dengan sederhana. Setelah itu Janu meminta temannya untuk memberikan kursinya untuk Cira.
"Bro, gue lagi bareng pacar nih. Lu mau nggak kasih bangkunya buat dia?"
"Oh iya boleh boleh."
Temannya itu bangkit dari duduknya.
"Sini Ra duduk." Kata Janu sambil melihat ke arah Cira setelah temannya bangkit. Cira tidak bisa menolak karena teman Janu sudah menyanggupi permintaan Janu.Janu dan temannya melanjutkan obrolannya sambil berdiri di samping kursi Cira. Mereka mengobrol sampai temannya Janu turun dari bus yang mereka tumpangi.
"Siapa pacar lu?" Kata Cira setelah teman Janu turun.
"Kamu."
"Sejak kapan?"
"Sejak aku mulai menyukaimu."
"Gue kan nggak pernah bilang iya."
"Aku kan nggak pernah nanya kamu mau apa nggak."
"Yaudah sekarang gue nggak mau."
"Berarti masih ada kesempatan bikin kamu mau kan Ra?" Ucap Janu sambil tersenyum ke arah Cira.Cira hanya terdiam. Di satu sisi Cira ingin memberi alasan kepada Janu mengapa ia selalu bilang tidak secara tegas dengan pertanyaan mengenai perasaannya. Namun di satu sisi, ia tidak mau Janu mengetahui kelemahannya ketika Cira memberitahukan alasan tersebut.
"Kok diem Ra?"
"Nggak mau ribut aja gue, entar orang pada ngira kita pasangan."
"Hahaha."Lalu sunyi menemani waktu perjalanan mereka berdua. Janu memang sengaja untuk menahan kebawelannya karena ia mengerti Cira sedang kelelahan. Malam itu hal yang bisa Janu lakukan adalah berdiri di sebela bangku Cira. Menutupi angin malam yang buruk baginya dan debu-debu kota yang mengenainya, seakan debu itu dapat melukainya maka Janu yang akan terluka terlebih dahulu.
Bus seakan berlari dengan cepat. Tidak terasa halte dekat rumah Cira sudah di depan mata mereka. Cira dan Janu turun dari bus itu. Mereka berjalan berdampingan menuju rumah Cira. Saat Cira memasuki rumahnya, Janu melihat Cira sampai ia benar-benar masuk ke dalam rumah.
Cira tau Janu tidak langsung beranjak pergi. Namun ia hanya melanjutkan jalannya memasuki rumah, karena Cira tidak pandai merangkai kata-kata perpisahan. Kata selamat tinggal merupakan kata yang ia benci.
![](https://img.wattpad.com/cover/172491725-288-k64440.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SUN AND MOON
Romance[PENDING] Matahari dan Bulan memang benda langit yang tidak akan pernah bisa bersatu. Lalu jika Matahari dan Bulan saling jatuh cinta, apakah semesta akan berkorban untuk mempersatukan mereka? Atau Bulan dapat tergantikan dengan benda langit yang la...