Enam

24 4 0
                                    

Pagi itu Cira sudah ada di kelasnya. Ia tidak datang terlambat agar nilai-nilainya membaik. Cira berpikir bahwa jika ia mendapat nilai-nilai yang baik maka sudah tidak ada keharusan untuk bertemu dengan Janu seminggu sekali di rumahnya.

Cira asik dengan lagu yang ia dengar melalui earphonenya, sambil mencoret-coret sebuah koran bekas dengan gambar-gamabar yang ada di otaknya. Namun keasikan Cira itu terpotong dengan hadirnya seseorang yang tiba-tiba duduk di sebelahnya. Orang itu Janu.

Cira kaget dan melihat ke arah Janu yang duduk di sebelahnya.
"Kenapa? Gue nggak boleh duduk di sini?" Janu heran dengan tatapan Cira yang seakan mengsurinya atau bahkan bertanya mengapa Janu duduk di sebelahnya.
"Boleh. Cuman tumben aja." Jawab Cira singkat dan mengalihkan mukanya ke korannya tadi.

"Ra nanti abis kelas temenin gue yuk?"
"Kemana?"
"Udah ikut aja."
"Ya kemana dulu."
"Toko kostum."
"Ngapain?"
"Ikut aja udah."
"Ah ngomong sama lu nggak akan selesai-selesai Nu."
"Lagian nanya terus, udah ikut aja kenapa."

Tiba-tiba dosen yang mengajar kelas mereka masuk dan langsung mengadakan kuis dadakan.
"Selamat pagi. Langsung saja, keluarkan selembar kertas. Saya akan menilai mengenai pengertian kalian dalam hal menangkap materi yang sudah saya sampaikan dari awal hingga sekarang. Tolong catatan dalam bentuk apapun disimpan di dalam tas."

Mahasiswa kelas mereka merasa sangat gugup dengan kuis dadakan yang diberikan oleh dosen mereka secara tiba-tiba. Namun Cira tidak merasakan hal itu, karena ia sudah mempelajarin materi-materi tersebut bersama Janu pada saat mereka pertama kali melakukan belajar bersama di rumah Cira.

"Terimakasih kembali, bayar dengan cara temenin gue nanti setelah selesai kelas." Janu membisikan hal tersebut, karena Janu mengerti ia sudah membantu Cira dalam kuis ini.

Ada ya orang sengeselin Janu.

Cira hanya bisa menjawab perkataan Janu dalam hati karena padaa saat Janu selesai berbicara, dosen sudah mendikte soal kuis yang harus mereka jawab.

Tidak terasa kelas selesai secepat anak panah mengepakkan sayapnya. Janu dan Cira keluar dari kelas bersamaan.
"Ra, naik motor aja ya?"
"Terus sepeda gue gimana Nu?"
"Besok bareng gue aja ke kampusnya, sepeda lu aman deh gue bilang ke satpam buat jagain."
"Kalo sepeda gue ilang, lu harus tanggung jawab."
"Kalo sepeda lu ilang berarti semesta ngedukung gue."
"Ngedukung gimana maksudnya?"
"Ngedukung gue buat selalu sama lu."
"Dih. Kalo sepeda gue ilang, gue bakalan naik angkot aja. Jangan ngarep lu."
"Yaudah gue tinggal naik angkot bareng lu."
"Terserah lu deh Nu." Kata Cira sambil jalan mendahului Janu.
"Eh, jangan ngambek Ra. Gue bercanda." Kata Janu, lalu mengejar Cira.

Setelah Janu menemui motornya, ia memberikan helm ke Cira.
"Nih, dipake. Strapnya juga jangan lupa dipasang, biar aman." Pada saat Janu menyuruhnya seperti itu, ia teringat dengan bulannya yang selalu memasangkan strap helmnya yang selalu ia biarkan tidak terpasang.

"Kenapa bengong Ra? Biar lama ya sama guenya." Kejailan Janu membuat Cira sadar kembali dari pikirannya. Saat Cira tersadar, ia langsung memakai helmnya dan naik ke boncengan motor milik Janu.
"Nggak usah ngarep."

Janu mengendarai motornya keluar dari area kampusnya. Saat menelusuri jalan keluar, Janu dan Cira berpapasan dengan satpam kampus mereka.
"Pak, titip sepeda temen saya ya? biasanya dia parkirin sepedanya deket pos satpam pak. Sepeda warna hitam."
"Siap Mas."
"Terimakasih Pak."
"Sama-sama Mas."
"Kami duluan ya Pak."
Satpam itu mengangguk sambil tersenyum ramah dan Janu menjalankan motornya kembali.

Tidak lama mereka berkendara Janu memberhentikan motornya di depan rumah makan Padang.
"Kok ke sini? katanya ke toko kostum." Tanya Cira heran ketika melihat tempat pemberhentia  mereka.
"Ya sabar Ra, makan dulu ya? laper banget gue."

Cira mengikuti Janu masuk ke dalam rumah makan tersebut. Mereka mendudukin tempat duduk yang kosong. Setelah duduk, Janu memanggil pelayan untuk memesan makanan.
"Ayam bakar sama nasinya satu porsi, terus minumnya es teh manis. Ra mau makan apa?"
"Nggak mau. Mau teh panas aja, dikit aja gulanya."
Pelayan itu mencatat pesanan mereka dan pergi untuk membuatkan pesanan mereka.

"Kenapasi Nu kita nggak langsung ke toko kostum aja?"
"Kenapasi Ra lu pengen banget cepet-cepet pisah dari gue?"
"Ya buang-buang waktu tau ga."
"Coba deh Ra, sekali-sekali aja gitu. Nikmati waktu karena emang harusnya dinikmati, bukan diburu-buru dan terbuang sia-sia."
"Sekarang gue lagi membuang sia-sia waktu gue Nu."
"Iya, karena lu pake buat marah-marah dan cemberut terus."

Perdebatan mereka berhenti dengan datangnya pelayan yang mengantarkan pesanan mereka. Saat pelayan itu selesai memberikan pesanan mereka, Janu memastikan bahwa Cira benar-benar tidak ingin makan.
"Beneran nggak mau makan lu Ra?"
"Iya, gue minum aja."
"Kalo laper bilang aja nanti pesen lagi."

Cira hanya menjawab dengan diam. Karena ia tau, berbicara dengan Janu tidak akan pernah selesai. Janu menyelesaikan makanannya dengan cepat, setelah itu ia memanggil pelayan lagi.
"Saya pesan untuk dibawa pulang. Ayam bakar seperti yang saya pesan tadi, 20 bungkus."
Pelayan tersebut mengangguk mengiyakan.

Cira kaget dengan pesanan Janu.
"20?! Buat siapa Nu? Gue nggak makan sebanyak itu."
"Geer, siapa juga yang ngebungkusin buat lu."
"Terus buat siapa?"

SUN AND MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang