Tujuh

27 4 0
                                    

Setelah dari rumah makan Padang, Janu dan Cira pergi ke toko kostum. Janu tidak menjawab pertanyaan yang Cira lontarkan di tempat mereka makan tadi. Janu memang manusia aneh. Kadang dia bisa menjadi orang yang sangat jahil, namun kadang dia bisa membuat orang menjadi bertanya-tanya dengan hal yang dia lakukan.

Ketika mereka sudah sampai di toko kostum. Janu langsung mendekati pelayan.
"Mbak, saya mau ambil pesanan atas nama Janu Mahanta."
"Oiya, silakan ke sebelah sini Mas." Si pelayan tersebut mengantarkan Janu untuk mengambil kostum yang sudah ia pesan. Cira hanya mengekor di belakangnya.

"Kamar pasnya ada di sebelah sana ya Mas." Kata si pelayan sambil menunjukkan arah kamar pas, setelah memberikan 2 kostum ke Janu. Kostum yang diberikan si pelayan adalah kostum Peter Pan dan satunya lagi adalah Wendy.
"Nih lu pake." Kata Janu memberikan kostum Wendy ke arah Cira.
"Gue?!"
"Iya lu, apa lu mau pake kostum Peter Pan?"
"Tapi kan gue harusnya cuman nemenin lu doang."
"Udahlah Ra, pake dulu. Jangan resek." Kata Janu sambil mengambil tangan Cira untuk menerima kostum yang ia berikan.
"Cepet ya jangan lama-lama." Sambung Janu sambil berjalan memasuki kamar pasnya untuk berganti pakaian.

Coba Nu beritahu aku bagaimana caranya agar kamu mau menyerah.

Cira hanya bisa berbicara dengan pikirannya karena ia tidak tau lagi harus melakukan apa selain menuruti kata Janu. Akhirnya dengan berat hati ia memasuki kamar pasnya dan mengganti kostum tersebut.

Setelah Cira mengganti bajunya, ia keluar dan langsung melihat Janu duduk di sofa depan kamar pasnya. Janu sudah terlihat rapih dengan kostum peter pannya.

"Yuk."
"Kemana Nu?"
"Udah ikut aja pasti bakalan seru."
"Jangan sok misterius Nu."
"Kalo gue bilang pasti lu nolak, mangkanya udah diem aja."

Mereka keluar dari toko kostum tersebut dan melanjutkan perjalanan. Singkat cerita, Janu dan Cira sampai di sebuah rel kereta api. Janu memarkirkan sepeda motornya di depan sebuah toko dan menitipkan motornya kepada bapak pemilik toko tersebut.

Janu dan bapak pemilik toko tersebut terlihat sangat akrab seakan-akan Janu sudah berkali-kali datang menitipkan sepeda motornya. Setelah Janu menitipkan motornya, ia dan Cira jalan menyusuri rel kereta api tersebut sambil membawa bungkusan makanan yang dipesan oleh Janu.

Tidak lama mereka berjalan. Cira melihat sebuah pohon yang besar dan rindang. Pohon itu tumbuh di antar rumah-rumah kumuh di pinggir rel kereta api. Di bawah pohon besar itu berkumpulnya anak-anak jalanan. Janu yang berjalan di depan Cira, semakin mendekati pohon besar itu. Semakin Janu mendekat ia semakin tergambar jelas senyum di bibirnya.

Ketika anak-anak jalanan itu menyadari kedatangan Janu, mereka berlarian mendekatinya dan mereka berteriak.
"Kapten!" ada juga yang berseru "Kapten datang!"

Tempat itu seakan menjadi neverland bagi mereka, dan Janu benar-benar menjadi seperti Peter Pan. Cira terdiam ketika anak-anak itu berlari ke arah Janu dan memeluknya. Saat mereka hendak memeluk Janu, Janu berjongkok dan merentangkan tangannya seakan siap menerima serangan pelukan dari anak-anak itu.

"Oiya, kapten lagi bawa tamu nih. Sini Wendy." Janu menengok ke belakang, ke arah Cira. Cira memasang senyum kecil dan mendekat. Pada saat Cira mendekat, semua anak-anak melihat ke arahnya. Lalu salah satu anak laki-laki mengajak Cira bicara.

"Kakak namanya siapa?"
"Aku namanya Cira."
"Salam kenal ya kak, kakak orang pertama yang dibawa kak Janu ke sini loh."
"Oh ya?"
"Iya kak. Ayo kak ikut kita duduk di bawah pohon."

Di bawah pohon yang teduh itu Janu membagikan bungkusan makanan yang ia bawa. Anak-anak jalanan yang menerimanya membuka sangat tergesa dan memakannya. Seakan makanan yang diberikan Janu merupakan makanan terenak yang akan mereka rasakan.

"Nah sambil kalian makan, aku mau bacain cerita soal Peter Pan." Kata Janu pada saat melihat semua anak telah duduk rapih dan memakan nasi bungkus yang ia berikan. Ia memulai ceritanya dengan penuh ekspreksi. Cira duduk di barisan paling belakang anak-anak tersebut sambil memperhatikan Janu menyampaikan cerita.

Pada saat Cira memandang Janu, ia teringat dengan Iyo. Mereka memiliki dua hal yang sama, yaitu memiliki dunia sendiri. Janu dengan dunianya yang penuh dengan kerealitaan, Iyo yang penuh dengan imajinasi. Pada saat bersama Janu, Cira merasa bahwa tidak hanya dia yang merasakan kesedihan. Namun pada saat bersama dengan Iyo, kesedihannya hilang secara tiba-tiba.

Entah mengapa dua dunia yang sangat bertolam belakang itu membuat Cira nyaman. Tanpa Cira sadari, Janu membuat ia nyaman perlahan-lahan.

Nu kamu kenapa? kenapa harus aku?

Dan taiba-tiba Cira meneteskan air matanya. Janu mengetahuinya. Janu memberikan reaksi seperti orang tidak melihat apapun agar anak-anak yang memperhatikannya tidak mengetahui Cira menangis.

SUN AND MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang