03

11K 278 12
                                    

Aku membuka mataku dan melihat sekelilingku, kulihat jam di dinding menunjukkan pukul 7 pagi. Hari ini aku tak memiliki kegiatan apapun begitu juga Jimin, hari ini akan aku habiskan berdua bersama Jimin dan tak ingin membuatnya marah seperti kemarin.

Aku bangun dan memposisikan tubuhku untuk duduk diranjang. Aku melihat Jimin yang masih asik dengan alam bawah sadarnya.

Kembali ku ingat kejadian kemarin, aku dan Jimin melakukan hal yang biasa dilakukan oleh suami istri. Walau ini bukan yang pertama kali tapi ini mampu membuatku tersenyum bahagia begitu juga Jimin.

Aku berdiri dan merapikan pakaian yang berserakan akibat ulah Jimin kemarin yang melemparnya sembarangan. Aku segera memakai pakaianku dan bergegas ke dapur membuatkan Jimin sarapan.

***

"Aigo,,,badanku sakit semua chagiya, sepertinya kemarin kita salah mengambil posisi" Jimin berjalan mendekatiku dengan ocehannya di pagi.

"Berhentilah mengatakan itu!" bentakku.

Jimin memelukku dari belakang dan menempatkan dagunya dibahuku.

"Kenapa? Bukankah kau menikmatinya semalam?" dapat kulihat Jimin tersenyum saat mengatakan hal itu.

"Berhenti mengatakan itu atau kusiram kau dengan bubur ini!" bentakku sekali lagi.

Jimin melepas pelukannya dan menjauh sambil mengatakan "kau memang muna chagiya, kau mengatakan itu karena kau malu mengatakan bahwa kau menikmatinya dan ingin melakukan lagi kan. Hahahahaha" Jimin segera berlari sebelum aku benar-benar marah.

Katakanlah aku muna karena tak mengakui semuanya. Semua yang Jimin katakan adalah benar adanya, aku menikmati semua permainan Jimin dan menginginkannya lagi. Aigo,,, berhentilah berpikir seperti itu, sebaiknya aku melanjutkan kegiatan memasakku.

***

Setelah membersihkan diri aku kembali fokus pada ceritaku yang harus direvisi. Sementara Jimin fokus pada handphonenya, kami berdua sedang duduk ditaman belakang. Taman ini sangat asri dan membuat nyaman siapa pun yang berada disini.

Sebenarnya bukan inilah yang aku inginkan, di hari libur ini seharusnya aku dapat bermesraan dengan Jimin tapi apa? Lihat dia sangat fokus dengan handphonenya. Aku menutup laptopku dan duduk disampingnya. Dia masih tidak sadar bahwa aku disamping.

"Jimin-ah apa kau masih marah padaku? Bukankah aku sudah mengikuti keinginanmu" kataku yang sudah lelah dengan kesunyian ini.

Tidak ada jawaban, Jimin terus fokus pada handphonenya dan sesekali tersenyum. Senyuman itu membuatku curiga, aku mengintip sedikit apa yang sebenarnya Jimin lihat.

Astaga apa aku tidak salah lihat, bisa-bisanya disaat istrinya berada disampingnya dia melihat wanita lain di handphonenya.

"JIMIN-AH" Aku berdiri dari posisi dudukku, nampaknya Jimin kaget dengan teriakanku.

Dia segera memasukkan handphonenya ke saku celana dan bertingkah seolah-olah tidak terjadi apa-apa.

"Ada apa chagi?" tanya dia lembut dengan senyumnya.

"Haha, bisa-bisanya kau melihat wanita lain disaat istrimu YANG SUDAH SAH INI disampingmu. Aku sungguh bodoh percaya pada laki-laki sepertimu, kau tersenyum saat melihat foto tersebut terpancar jelas dari wajahmu bahwa kau menyukainya. Sudahlah Jimin, aku tau kau kecewa padamu karena aku tak bisa memberimu keturunan. Jika memang dia bisa memberimu keturunan sebaiknya kita sudahi saja hubungan ini" emosiku sudah mencapai ubun-ubun. Air mataku tak bisa ku tahan, mereka lolos begitu saja.

"Chagi, kau salah paham. Ini tidak seperti yang kau lihat. Dan jangan katakan itu lagi, aku tak pernah kecewa padamu. Aku tak pernah mempermasalahkan kau akan memberiku keturunan atau tidak, aku mencintaimu dengan tulus aku tak ada niat memilikimu hanya sebatas menginginkan keturunan. Berhentilah menangis aku sakit melihatmu seperti ini" bela Jimin.

After Wedding With Park JiminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang