Kring,,,, kring,,,,
Alarm membangunkanku dari tidur nyenyakku, aku melihat kesamping, Jimin nampak masih terlelap. Sepertinya dia tidur dengan nyenyak.
Aku bergegas ke kamar mandi membersihkan diri dan segera memakai pakaianku dengan rapi. Hari ini aku harus bertemu produser dan membahas ceritaku yang akan diterbitkan. Sebelum pergi aku menyempatkan diri membuat sarapan untuk Jimin dan diriku.
Hari ini Jimin tak memiliki jadwal dan bisa beristirahat di rumah tapi tidak denganku. Saat Jimin mendapat libur akulah yang memiliki jadwal untuk bekerja.
Aku terus melakukan kegitanku di dapur, memasakkan Jimin nasi goreng untuk sarapannya pagi ini.
Tiba-tiba tangan yang kekar memeluk pinggangku dari belakang lalu meletakkan kepalanya di bahuku sambil memejamkan matanya.
"Jimin-ah jika kau masih mengantuk tidurlah dulu, bukankah kau libur hari ini?" kataku sambil terus memasak.
"Bisakah kau diam dirumah dan temani hari liburku ini?" Jimin bertanya padaku dengan nada sedih.
Aku tak tega meninggalkan dia seorang diri dirumah ini, sebenarnya aku ingin menemani hari liburnya tapi Tuhan berkehendak lain.
"Sabarlah Jimin oppa, hari ini aku akan pulang awal. Aku berjanji." kataku sambil menunjukan dua jariku yang menandakan aku berjanji.
"Hmm" Jimin hanya menjawab dengan suara deheman dan berlalu ke kursi meja makan. Sungguh saat ini aku merasa bersalah padanya.
"Apa kau marah oppa? Aku berjanji akan pulang awal dan mengikuti keinginanmu" aku meyakinkan Jimin yang nampak murung.
Jimin berpikir sejenak dan mengiyakan perkataanku. Walau hanya sekedar anggukan setidaknya itu bisa membuatku lebih tenang.
Setelah sarapan aku segera bergegas pergi.
Saat aku hendak memakai sepatuku Jimin menahanku."Berikan aku morning kiss terlebih dahulu baru kau boleh pergi" Jimin masih menatapku dengan maniknya yang membuatku lemah jika menatapnya lama-lama.
"Lepaskan oppa, aku buru-buru." aku segera memakai sepatuku dan bergegas pergi tanpa memikirkan Jimin yang nampak kecewa di belakangku.
"Pagi ini kau lepas y/n, tapi tidak nanti malam" Jimin tersenyum setelah mengucapkan kata-kata tersebut lalu bergegas melakukan hal-hal berfaedah disaat liburnya ini.
***
"Ahhh ini masih jam 4 sore, aku harus bergegas pulang. Tapi sebelum itu aku akan membelikan Jimin beberapa kue agar dia senang." kataku disela-sela perjalanan pulangku.
Aku segera membelok ke arah toko kue yang lumayan terkenal di daerah sini.
Aku melihat seseorang yang tak asing oleh mataku. Seseorang yang ku kenal.
"Annyeong Jungkook oppa, apa yang sedang kau lakukan?" tanyaku, aku memanggil Jungkook dengan embel-embel oppa karena ia lebih tua dari ku. Kami terpaut 3 tahun sedangkan aku dengan Jimin 5 tahun.
"Annyeong y/n-ah, jin hyung menyuruhku membeli kue untuk persediaan di dorm" jawabnya dengan senyuman dan menampakkan gigi kelincinya.
"Ne, kue disini kuat untuk disimpan 2 minggu." kataku yang tak lupa membalas senyumnya.
"Ne y/n aku pergi dulu" Jungkook melambaikkan tangannya dan menjauh menuju pintu keluar.
***
'semoga Jimin tak marah lagi denganku' kataku dalam hati sambil sesekali melihat kantong kresek yang ku genggam di tangan kananku. Kue itu masih tampak sempurna seperti saat awal membelinya.
Aku memasuki rumah yang kami beli sebelum pernikahan kami, rumah ini sederhana seperti yang ku minta pada Jimin. Awalnya Jimin tak setuju dengan permintaanku tapi setelah ku bujuk ia mau mengikuti keinginanku. Rumah kami tak seperti rumah artis kebanyakan tak mewah tapi rapi tak begitu luas tapi memiliki kebun bunga dibelakang rumah dan juga tak bertingkat.
Aku suka memelihara bunga dan Jimin pun tak menentang keinginanku. Dia memang suami yang sangat baik, aku yakin semua wanita didunia ini ingin memiliki suami seperti Jimin. Aku merasa beruntung telah dipilih Jimin menjadi istrinya dari sekian banyak wanita yang mengidolakannya.
Aku membuka pintu rumah, tak ku dapati keberadaan Jimin. Aku berjalan menuju dapur dan menaruh kue yang kubeli tadi dikulkas. Sepertinya Jimin makan sangat banyak, tadi sebelum aku pergi kerja isi kulkas masih tampak penuh tapi sekarang sebagian isi kulkas sudah habis.
Aku menuju kamar, sepertinya Jimin tidur setelah memakan banyak makanan. Tak kudapati Jimin dikamar, sebenarnya dimana dia berada?
Sedetik kemudian aku dengar sayup-sayup lagu yang berasal dari kamar mandi. Sepertinya Jimin sedang membersihkan diri.
Segera kumerebahkan diri dikasurku, hari ini sungguh melelahkan. Aku bertemu produser dan dia menyuruhku agar memperbaiki ceritaku agar lebih fresh dan menarik pembaca. Aku bingung bagaimana caranya aku memperbaiki ceritaku, semua kata-kata dalam pikiranku sudah ku tuangkan dalam cerita itu.
Kreottt,,,, (anggap aja suara pintu)
Aku melihat Jimin yang baru keluar dari kamar mandi, suatu pemandangan yang indah untukku, melihat wajah Jimin yang terlihat segar dan tak lupa perutnya yang...aish lupakan semua itu, sekarang aku harus berpikir bagaimana cara merevisi ceritaku.
***
Jimin sama sekali tak menghiraukanku dari awal aku pulang kerja. Ia nampak masih kesal denganku, aishh seharusnya aku memprioritaskan dia dibanding pekerjaanku, aku sungguh menyesal.
Saat ini dia sedang duduk di sopa depan tv, dia sangat fokus ke acara televisi.
"Jimin-ah" aku menjatuhkan pantatku tepat disampingnya.
Tak ada jawaban sama sekali dari dia, sepertinya dia benar-benar marah. Ohh Tuhan apa yang harus kulakukan, aku sungguh merasa bersalah padanya. Aku tak mengerti aku harus bagaimana, aku sangat tak suka dengan kondisi ini.
Aku memeluk Jimin dari samping, tetapi Jimin masih tak bergeming.
"Jimin oppa, apa kau marah padaku? Aku sangat menyesal telah meninggalkanmu oppa. Seharusnya aku memprioritaskanmu dibanding pekerjaanku. Aigoo oppa haruskah kau begini? Aku tak sanggup dengan kondisi ini oppa, berhentilah marah padaku" tak sadar setetes air mata membasahi pipiku.
Jimin yang melihat itu segera memalingkan wajahnya dari tv dan melihatku yang disampingnya. Jimin menangkupkan kedua tangannya di pipiku dan menghapus air mataku.
"Jangan tinggalkan aku lagi chagiya, aku tak sanggup jika jauh darimu. Dan jangan pernah meneteskan air matamu, hatiku sakit melihatmu menangis. Jika kau tak ingin aku sakit maka berhentilah menangis" jimin mengecup keningku, kemudian beralih ke hidung dan berakhir di bibirku.
Jimin menciumku cukup lama, semakin lama ciuman itu berubah semakin panas. Aku hanya bisa pasrah saat dia membawaku ke kamar dan membuka kancing bajuku satu persatu. Aku sangat tau apa yang akan terjadi selanjutnya. Lagipula kami sudah sah jadi tak apa melakukan hal tersebut. Anggap saja ini sebagai permohonan maafku padanya.
.
.
.
.
.
.***
Gue nggk tau mau bilang apa, pas buat cerita ini gue lagi dikelas dan pas temen sebangku gue lagi baca cerita semacam itu jadi kepikiran buat kayak gitu. Tenang gue nggk ngeplagiatin cerita yang dibaca temen gue ini real dari pikiran gue langsung.
Jangan lupa vote sama comment yak.
KAMU SEDANG MEMBACA
After Wedding With Park Jimin
Fanfic[COMPLETED] ✔ "Aigo badanku sakit semua, sepertinya kita salah posisi" "Diamlah, aku tak mengerti ucapanmu" "Apa maksudmu? Bukankah kemarin kau yg mau seperti itu?" "Diam atau... " "Atau kau mau lagi? Begitukan? Sudah ku duga" "Yak Park Jimin" ✨2/11...