Akhirnya #SultanComeback dengan judul Nuraga. Pada bab ini mohon siapkan benda empuk agar kepalanya tidak terjedot terlalu keras seperti Astrid. terimakasih sudah setia dengan cerita ini. Dan dimohon untuk tidak teriak di tempat umum.
Sebelum mula baca jangan lupa kasih bintang dulu dan jangan sungkan untuk berkomentar.
***
***
Astrid Pramesti
...
"Trid, coba lihat bukumu," Via hendak menyentuh buku punyaku di meja. Segera kutahan pergelangan tangannya dan bergegas kumasukkan ke dalam tas.
"Jangaaaan!" pekikku yang lebih terdengar seperti berbisik. Karena kalau kulakukan dengan lantang, Sultan dan Irul yang ada di meja seberang akan menoleh. Kami sudah berada di restauran yang menjual bakso dengan penyajian mahal. Tidak seperti di lapak pinggir jalan lainnya. Yang bayar? Ya Mas Penulis itu. Para santriwati bareng di meja panjang sementara Sultan dan Irul ada di meja kecil yang tidak jauh dari kami.
"Kenapa nggak boleh? Aku cuma mau pinjam untuk dibandingkan bentar ih," bujuk Via sekali lagi.
"Pinjam punya Nimas aja deh," aku menyeringai. Via mengerti meski memutar bola matanya.
Bahaya! Nggak boleh ada orang lain yang pegang buku ini. Maksudku nggak apa-apa kalau Samsul nggak nulis yang macam-macam di halaman Merpati-Merpati Istanbul itu! Nggak kebayang kalau sampai orang lain lihat. Dia membuatku terpaksa menjadikan buku itu salah satu benda paling berharga saat ini yang harus kujaga dengan nyawaku sendiri. Apa maksudnya sih dia nulis kalimat-kalimat itu pada saat aku berhasil menahan diri untuk tidak tergoda mikirin dia.
Seenggaknya dua bulan ini pikiranku perang. Berani-beraninya dia membuat perjuanganku sungguh sia-sia.
Eh, gini ya, Sul. Bukan apa-apa, aku bukannya pengin mikirin kamu, tapi kamu yang mulai duluan! Aku nggak ngerti apa salah aku sampai-sampai selama dua bulan ini kamu sok banget belagak jadi orang asing. Di mana-mana yang biasanya sok kenal gitu jadi kayak yang nggak kenal. Bahkan aku kayak nggak ada nilainya sama sekali di mata antum, atau malah dianggap hilang dari perbendaharaan nama-nama orang yang kamu simpan. Ha? Helo aku bukannya peduli, ya, tapi itu rese namanya! Kamu pikir aku cewek yang nggak bisa diperhitungkan? Helo maksud kamu ogah banget dipasangin sama cewek kayak aku? Idih, dengar ya, udah sih kalau memang beneran nggak mau ... ya udah. Aku juga nggak ngarep. Tapi plis deh jangan tambah rese dengan nulis itu di buku. Jangan buat aku ... plis deh.
"Gus Sultan, maaf," lamunanku dibuyarkan oleh suara Via yang nyelenehnya berani memanggil Sultan. Tapi serius, santri putri punya bakat lain untuk caper ke santri putra. Demi apa aku saksinya. Maksud aku bukan caper yang gatel, ya. Tapi lebih ke sebuah keberanian menunjukkan kekagumannya pada ilmu yang dimiliki santri itu. Dan di sini kami masih remaja, makanya tindakan begitu masih terhitung lumrah. Sultan yang di meja itu menoleh dengan mengangkat alisnya. Sial, kami sempat berpandangan sedetik. Atau itu cuma perasaanku saja?
KAMU SEDANG MEMBACA
NURAGA [Sudah Dibukukan]
Spirituelles[SELESAI] Definisi cinta dari sudut pandang yang tak terwakili. Kata siapa remaja tidak bisa berprinsip? #RemajaIslam