Bab Satu

93.2K 4.6K 846
                                    

BAB SATU
——-

Kamu bukanlah angan, kamu juga bukanlah harapan, tapi kamu adalah sebuah kenyataan yang tak akan pernah bisa aku rengkuh dalam dekapan.

—-

Musim pancaroba di bulan september 2018 ini benar-benar menganggu. Semua orang hampir mengeluhkan panas terik yang menyengat di siang hari. Tidak terkecuali di Indonesia bagian barat, sudut bawah pulau Sumatera, satu-satunya kota di Pulau Sumatera yang tidak memiliki pantai, Sumatera Selatan.

Palembang, mungkin sebagian orang mengenalnya karena salah satu kuliner dari kota tersebut yang sudah terkenal hingga sampai di mancanegara. Apalagi kalau bukan pempek.

"Panas bedengkang!" Kondisi seperti ini biasanya ditanggapi orang-orang di kota Palembang dengan ucapan seperti ini, yang kalau diartikan dalam bahasa Indonesia adalah panas yang kebangetan.

Tetapi nyatanya, sinar panas tidak menurunkan semangat perempuan-perempuan dengan rambut terurai itu untuk tetap menjalankan misinya. Mengelilingi seorang perempuan yang terlihat sudah pucat.

Sudah lima belas menit berlalu semenjak lokasi penyerbuan perempuan itu dipindahkan, dari yang tadinya ada di ruang ekstrakulikuler menjadi lapangan futsal SMA Widya Bakti.

"Sekarang jawab, lo merasa hebat mau pindah dari Sanggar Tari Daerah ke Sanggar Cheers. Mau nyari tenar lo sama anak-anak basket?" Umpatan itu terdengar kasar sebenarnya, terlebih saat mengatakan itu si pelaku melangkah maju, hingga bahunya menabrak bahu sosok yang dilabrak.

Perempuan yang dilabrak itu diam saja, bahkan memilih menunduk meskipun sebenarnya dia adalah korban. Ada sekitar lima orang perempuan yang mengeliling korban dengan rambut dikuncir tinggi tanpa poni.

Merasa ucapan temannya kurang pedas, kini sosok yang tergabung dalam komplotan lima orang pelabrak itu ikut menimpali. Tak lupa sambil melototkan mata biar menambah ekspresi seram di wajahnya. "Lo pikir sanggar kita ini kandang ayam, seenaknya aja lo keluar masuk tanpa izin. Umur lo sekolah di sini aja sepanteran kacang tanah yang baru tumbuh akar untuk jadi kecambah, jadi nggak usah sok belagu lo!"

Rentetan ocehan itu terus berjalan, tak sedikit orang yang sempat berhenti untuk menonton kegiatan itu. Hanya sebentar, karena pada hakikatnya kejadian itu memang sering terjadi di sekolah itu.

SMA Widya Bakti masuk dalam jajaran SMA Favorit di kota Palembang. Bahkan untuk menjadi siswa-siswi SMA tersebut, diperlukan beberapa tahap seleksi yang melelahkan. Selain terkenal favorit, SMA yang terletak di pusat kota Palembang itu, terkenal dengan senioritasnya yang masih tinggi.

2018? Ya, meskipun HAM sudah sangat berlaku, tetapi jelas... kesadaran manusia terhadap hak manusia lain, masih lumayan tipis di jaman ini. Lihat saja, beberapa hal viral tentang sesuatu yang menyangkut HAM pasti berujung ucapan minta maaf dari pelaku—lantas setelahnya apa? Kasus tersebut menghilang, tenggelam oleh kasus lainnya. Lalu dilupakan, seolah tak pernah terjadi.

Sedari tadi, perempuan berambut lurus hitam pekat menatap kejadian di lapangan itu dengan kedua tangan tersilang di depan dada. Sesekali ia melirik jam tangan stainless yang sudah menjadi teman setia tangan kirinya, sejak satu tahun yang lalu.

Perempuan itu mengambil napas sebentar, sebelum melangkah melewati gedung tempatnya berdiri untuk dipeluk terik matahari siang itu. Sempat, ia menyipit kala sinar sang surya terlalu silau menembus retina matanya. Hanya perlu sekitar lima belas langkah lebar untuknya sampai di lingkaran itu.

Break OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang