Bab Dua (2)

33.2K 3.1K 803
                                    

BAB DUA (2)

Sukak updatenya cepet?

Gimana sama Break Out ini, lebih suka mana?

follow instagram Bellazmr

Jangan lupa vomentnya dong kalau hari ini tembus 700 komen dan 1000 vote. Aku update lagi besok :)

___
Semua yang berlalu itu. Terlalu indah buat dilupain, tapi terlalu menyakitkan untuk selalu dikenang

-Break Out-

Hujan baru reda sekitar pukul sembilan malam. SMA Widya Bakti benar-benar sudah sepi, tersisa kurang lebih dua belas orang dari anak teater yang baru saja menuntaskan latihan mereka.

"Besok, kita kumpul di ruangan ini jam tujuh pagi. Semua sudah memakai kostumnya, nanti Kakak juga minta junior kalian untuk datang membantu persiapan. Bisa?" Kak Ucha memberi interupsi. Semua menjawab pertanyaan Kak Ucha dengan anggukan kepala dan kini perempuan itu mengalihkan pandangannya kepada sosok yang baru saja selesai merapikan alat-alat musik. "Wildan, kamu juga bisakan?"

Ya, kedatangan Wildan rupanya tidak bertujuan untuk mengantarkan kunci saja. Kak Ucha benar-benar memanfaatkan kondisi hujan yang memaksa Wildan bertahan lebih lama dengan meminta laki-laki itu menjadi pengisi sound untuk kegiatan lomba besok.

Waktu latihan yang hanya beberapa jam, membuat Kak Ucha sedikit pusing memikirkan masalah sound yang akan mengiringi penampilan teater besok. Dan kedatangan Wildan, jelas adalah suatu anugerah, karena laki-laki itu tidak perlu pengajaran yang lebih untuk bisa mengisi sound pengiring teater.

Kedatangan Wildan juga rupanya membawa cerita lama yang sebenarnya sudah dikubur dalam-dalam dan hanya diketahui oleh sebagian orang. Satu fakta yang sempat mengejutkan Kak Ucha dan anak-anak teater lainnya.

Semua kini sudah berjalan beriringan menuju ke depan sekolah, mereka semua terlihat letih terlebih Andini. Sejak pagi perempuan itu banyak menguras energinya, ulangan harian kimia, dipanggil pembina organisasi, membereskan masalah Risa, sampai latihan teater hingga malam.

"Andini pulang sama siapa?" tanya Kak Ucha.
Andini menoleh kepada Kak Ucha, perempuan itu menunjuk Danila yang baru saja menghidupkan motonya.

"Loh bukannya arah rumah Danila nggak searah ya sama Andini?"

Danila yang mendengar itu langsung mengangguk, "Nggak apa, Kak. Kasihan kalau Andini pulang sendirian. Dia nggak bawa kendaraan juga."

"Tapi ini sudah malam banget loh, nggak masalah kalau kamu nganter Andininya, La. Cuma nanti pas kamu balik sendirian, apa nggak bahaya?" Pertanyaan Kak Ucha sukses membuat Danila kepikrian, perempuan itu tidak memikirkan masalah itu awalmya.
Danila melirik Andini yang diam-diam juga kepikiran.

"Ehm, gue minta jemput papa gue aja kali ya?" tawar Andini.

"Yakin?" Danila menyahut.

Andini tidak terlalu yakin, jadi ia hanya diam saja untuk menjawab pertanyaan Danila tadi.

Saat itu, anggota teater lainnya  sudah mulai membubarkan diri. Ada yang langsung pulang karena membawa kendaraan, ada juga yang dijemput. Tersisa hanya Andini, Danila, dan Kak Ucha saja yang masih sibuk berpikir.

Ketika semuanya masih bingung cara memecahkan solusi, tiba-tiba saja sinar terang yang datang dari lingkungan sekolah menyinar ketiganya bersama suara deru motor yang terdengar cukup kencang.

"Belum balik?" Sosok pengendara tersebut membuka kaca helm full face-nya.

Semenjak menjadi ketua umum, Andini punya alarm khusus sendiri yang mengingatkannya dari bahaya. Dan entah kenapa tiba-tiba saja, alarm itu berbunyi mengingatkan posisi siaga.

Break OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang