Bab Empat (1)

20.7K 2.4K 270
                                    

BAB EMPAT

Jangan lupa voment

Follow ig Bellazmr untuk lihat vote cover novel Break Out

____
Aku jatuh cinta, sedangkan kamu tak pernah menganggapku ada.

Di hari rabu, SMA Widya Bakti baru selesai pelajar sekitar pukul empat sore. Ada jadwal tambahan KBM di setiap hari senin, rabu, dan jumat yang menyebabkan pulang sedikit lebih sore.

Andini berjalan dengan gontai menuju gerbang samping, ketimbang lewat gerbang depan dimana ia pasti harus melewati parkiran mobil yang memilki probabilitas bertemu Belva lebih banyak. Andini memilih melewati gerbang samping.

Ingatannya seketika melayang pada kejadian kemarin, saat Belva melabraknya di tengah keramaian, kejadian yang membuat Andini benar-benar malu karena dituduh sebagai perusak hubungan orang.

Semua bermula dari kejadian dua hari yang lalu saat Andini menemani Daflo Tanubrata—pacar Belva. Daflo adalah teman dekat Andini di dalam kelas untuk membeli sesuatu di mall. Semuanya salah paham, Andini tidak pernah berniat merusak hubungan Daflo dan Belva yang sudah terjalin hampir setengah tahun.

Andini menemani Daflo ke mall, itu juga karena ajakan Daflo yang meminta Andini untuk membantunya memilih kado buat Belva. Seandainya saja, Andini bisa menjelaskan alasannya, sayangnya ia tidak bisa, karena jika ia buka suara itu sama saja merusak rancangan surprise yang nantinya Daflo buat untuk perayaan ulang tahun ke tujuh belas Belva.

Gerbang samping terlihat lenggang, penyebabnya karena kebanyakan orang pasti memilih lewat gerbang depan yang langsung terhubung pada jalan Raya. Dan lewat gerbang samping membuat pekerjaan kaki Andini lebih berat, karena ia harus memutar untuk sampai ke jalanan raya.

"Sial, gue kok kayak kucing-kucingan gini," gerutu Andini. Kalau bukan memandang Daflo yang benar-benar baik kepadanya selama mereka berteman, tidak sudi sekali Andini harus melakukan ini.

Lewat gerbang samping, itu tandanya Andini juga harus melewati jalanan di samping sekolah yang menghubungan ke jalan Raya. Andini mendesah ketika melewati jalanan itu, tidak terlalu ramai kendaraan yang melintas di jalanan itu.

Semua berjalan baik-baik saja, sampai telinga Andini sayup-sayup mendengar suara rintih kesakitan bercampur makian dari orang yang berbeda. Langkah kaki Andini seketika langsung berhenti, tubuhnya memutar ke segala arah untuk mencari letak sumber suara.

Saat Andini menoleh ke seberang jalan, matanya langsung melihat sekitar enam orang sedang mengeliling seseorang. Satu di antaranya maju untuk melayangkan pukulan tepat ke wajah korban. Selama beberapa detik, Andini membeku di tempatnya.

Andini tidak mengenali siapa saja keenam orang itu, karena mereka tidak memakai seragam sekolah. Fokus Andini lebih kepada sosok yang dipukuli, dia memakai seragam yang sama dengan Andini.

"Ngomong! Dimana lo sembunyiin dia!"

"Ya mana gue tahulah, lo pikir gue megangi kaki tuh orang," sahut sosok itu terlihat tidak gentar, ia mengatakan itu seolah nyawa bukan lagi prioritas untuknya. "Lo cari sendiri!"

Meskipun Andini tidak pernah lagi bersingungan dengan laki-laki itu semenjak dua minggu yang lalu, ketika terakhir kali mereka berbicara. Andini jelas hapal dengan suara itu. Tubuh Andini yang tadi membeku kini berubah menegang, ia benci dalam posisi seperti ini.

"Gue nggak peduli," bisik Andini meyakinkan dirinya. Ia tidak ingin terlibat hubungan apa-apa dengan Wildan. Meskipun mereka pernah berpacaran dan dekat, terlibat kejadian seperti ini sama sekali bukan suatu hal yang baik untuk keberlangsungan hidup Andini.

Break OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang