BAB DUA
Sukak updatenya cepet?
Gimana sama Break Out versi terbaru?
___
Kamu pernah datang sejenak, sebelum pergi tanpa jejak.
-Break Out-
Selasa adalah jadwal kumpul masing-masing sanggar. Kedatangan Andini disambut oleh sapaan junior-juniornya yang sudah mengganti seragam rompi di hari selasa dengan kaos oblong biasa dan celana training. Seragam wajib ketika latihan teater. Tapi nyatanya, kedatangan Andini tidak disambut baik oleh teman seangkatannya yang baru saja meliriknya dengan ekspresi masam.
"Kenapa?" tanya Andini. Ia ikut bergabung duduk di antara teman-temannya itu.
Danila, perempuan dengan rambut keriting jagung itu menjawab Andini dengan ekpresi sebal. "Lo seharusnya ada di sini tadi, jadi gue dan anak-anak lain nggak perlu ngeladeni nenek sihir itu. Kita bukan lawan yang sepadan buat dia."
"Nenek sihir?" Andini sedikit kebingungan, dia tidak ingat ada teman teaternya yang bernama nenek sihir. Memangnya sejak kapan nenek sihir tertarik main teater? Pensiun dini tuh nenek sihir?
Lain dari Danila, sosok lain yang juga teman seangkatannya memilih menjawab pertanyaan Andini dengan menyodorkan surat undangan lengkap dengan ekspresi manyun di bibirnya yang membuat Andini gemas untuk menguncirnya.
Sekian menit, Andini larut dalam kegiatannya membaca surat itu. Berkali kali, ia mengernyitkan kening. Sampai di akhir kegiatannya membaca, Andini refleks berkata. "Gila! Besok?"
"Iya, mau pecah kepala kita di sini. Apalagi tuh nenek sihir nimpain aja beban ginian sama kita, untung deh yang kepilih jadi ketua umum adalah lo, Din. Coba kalau dia..." Danila menelan sendiri kalimatnya dengan senyum meremehkan.
Andini terdiam cukup lama, ia melirik junior-juniornya yang masih melakukan pemanasan sebelum latihan teater. "Mereka sudah tahu?"
"Ya elah, Din. Kalau mereka tahu, habis sudah muka ketua teater kita, nenek sihir kita, si Sumur itu di depan mereka," sambar Lian.
"Summer," koreksi Andini segera.
"Wajar aja orang tuanya namain dia summer, musim panas. Anaknya memang berbakat bikin panas satu sanggar karena sikap dia yang asal tinggal doang gini. Lo tahu bilang apa dia tadi pas cabut pergi gitu aja?" Tika, perempuan yang baru-baru ini berhijab terlihat sudah menghabiskan semua stock kesabarannya, sehingga akhirnya ia ikut terlibat dalam diskusi penuh dosa itu. Tika berdiri, menirukan gerakan Summer setengah jam yang lalu tak lupa dengan ekpresi di wajah Summer pada saat itu, "Sorry ya gengs, gue hari ini ada jadwal les bahasa Inggris. Kalian tahukan mimpi gue itu susah banget gapainya. Jadi..."
Sehabisnya Andini tidak peduli lagi dengan ucapan Tika, karena baru saja Andini berlalu keluar dari ruangan.
Andini menepi, ia duduk di salah satu kursi panjang yang berada di luar ruangan sanggar teater. Ia diam, menunduk, dan mengeluarkan handphone.
Andini Raya : Mer, balik les ke sekolah lagi ya. Ada yang perlu kita selesaikan.
Andini diam-diam menggigit bibir bawahnya, matanya melirik ke kanan kiri sedikit cemas. Berharap tidak ada yang mengintip ekspresinya saat itu. Berhasil, nyatanya meskipun seluruh ruangan sanggar yang terdiri dari lima ruangan itu ditaruh berdampingan menjajar di gedung utara SMA Widya Bakti, semua tampaknya sibuk di dalam ruangan masing-masing.
KAMU SEDANG MEMBACA
Break Out
Teen Fiction[SUDAH DITERBITKAN] Sebenarnya ekspresi datar dan bicara ceplas-ceplos bukanlah karakter Andini Raya. Tetapi karena tuntutan keadaan, mau tak mau dia harus berlagak seperti itu. Yang jadi permasalahannya adalah buntut dari sifat barunya itu adalah...