BAB LIMA
Spam komen dong?
Mungkin hujan sudah reda, namun rindu itu akan selalu ada.
Deru kendaraan beradu bising di jalanan menjadi pendengaran utama Andini, saat dirinya berada di salah satu bangku bus kota yang akan membawanya menuju sekolah. Aktivitas seperti itu memang selalu Andini lakukan semenjak kelas sepuluh.
Jarak rumah yang cukup jauh dan tidak searah dengan anggota keluarganya yang lain memaksa Andini untuk melakukan itu.
Papanya bekerja di sebuah kantor swasta sedangkan mamanya bekerja sebagai Guru Sekolah Dasar.
Andini menutup hidungnya ketika asap rokok dari penumpang di belakangnya menjalar ke arah Andini. Inilah hal yang paling Andini benci dari naik bus kota. Orang-orang yang tidak sadar bahwa merorok di tempat umum juga membuat orang lain terganggu.
"Sabar, Din. Sabar," kata Andini menyemangati dirinya sendiri.
Tak lama, sebelum jam menunjukan pukul setengah tujuh. Andini telah sampai di sekolah.
Ah lebih tepatnya seberang sekolah, karena ia harus menaiki jembatan pejalan kaki dulu untuk sampai ke sekolahnya.
Andini telah mencapai sekolah. Matanya tidak sengaja bertemu dengan mobil warna merah milik seseorang yang sangat ia kenal. Andini bersiap ingin menghampiri pemilik mobil tapi langkahnya berhenti ketika melihat sosok itu turun dari mobil, berlarian mengelilingi bagian depan dan berhenti tepat di pintu samping untuk membukakan pintu.
Lalu, seorang perempuan keluar dari sana.
Bersamaan dengan senyum si pembuka pintu yang membuat mata laki-laki itu menyipit. Siapa lagi kalau bukan Daflo, laki-laki dengan kulit putih, hidung mungil, mata sipit itu memang benar-benar menggambarkan seseorang berwajah khas Oriental. Seingat Andini juga, kakek Daflo memang benaran orang Jepang. Jadi bukan sesuatu yang aneh bila Daflo memiliki rupa seperti itu.Andini menatap semua itu dalam diam. Sudut bibir Andini menarik senyum melihat Daflo dan juga Belva yang sangat serasi. Terlepas dari kejadian beberapa hari yang lalu ketika Belva menuduhnya sebagai perempuan yang berpotensi merusak hubungannya dan Daflo.
Andini mendesah, ia tidak mungkin merusak hubungan sepasang insan itu. Semua hanya kesalahpahaman saja, seperti yang sudah Andini jelaskan. Lagipula, Andini tahu dengan jelas bagaimana perasaan suka Daflo kepada Belva yang bahkan tak memandang sifat posesif berlebihan pacarnya itu. Ya, meskipun Andini tidak dekat dengan Belva. Tapi jelas, Daflo sering menceritakan Belva kepada dirinya dan kedua temannya yang lain.
Gemilang Anaca dan Rehana Shalum. Mereka sudah dekat dari kelas sepuluh karena selalu berada di dalam kelas yang sama.
Mereka bertiga mungkin saksi hidup mengenai perjalanan cinta Daflo dan Belva. Pikiran Andini dipenuhi ingatan-ingatan mengenai hubungan sahabatnya itu. Seperti Belva yang sering melabrak perempuan yang mencoba dekat dengan Daflo—bukan Andini saja korbannya, Belva yang akan marah kalau Daflo lama membalas pesannya, juga Daflo yang selalu sabar menghadapi Belva.
Andini menggeleng, "Kadang udah cinta pasti tuh gitu, tai aja rasa cokelat."
Kalau Andini sendiri mana sudi terlibat hubungan sesabar itu. Andini bukan tipe perempuan yang suka diperbudak cinta, ia bahkan lebih memilih status jomblo, ketimbang harus makan hati dalam hubungan berpacaran. Mungkin itulah yang menyebabkan Andini tidak pernah berpacaran lebih dari satu bulan.
Kadang, Andini aneh sendiri jika melihat temannya yang bisa langgeng pacaran bertahun-tahun, bisa sebetah itu ya mereka dengan pasangan? Rexona banget hubungan itu, setia setiap saat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Break Out
Teen Fiction[SUDAH DITERBITKAN] Sebenarnya ekspresi datar dan bicara ceplas-ceplos bukanlah karakter Andini Raya. Tetapi karena tuntutan keadaan, mau tak mau dia harus berlagak seperti itu. Yang jadi permasalahannya adalah buntut dari sifat barunya itu adalah...