Bab Tiga (1)

30K 2.6K 503
                                    

BAB TIGA

Woah update lagi?

Siap dibuat acak acakan nggak sama versi baru ini?

Yok jangan lupa voment

___

Melupakan kamu itu mudah. Yang sulit adalah melupakan kenangan yang pernah ada di antara kita

Laki-laki itu tersenyum miring, tangannya menarik ke belakang pegangan gas motor untuk mempercepat laju motornya. Satu detik saja ia telat melajukan motornya, maka pagar sekolah akan tertutup dan setengah bagian motornya pasti lecet terkena pagar besi. Untungnya, ia berhasil melewati kemungkinan itu.

Tubuhnya terdorong ke depan saat ia mengerem kejut motornya. Lantas, ia menoleh ke belakang, melempar senyum selebar mungkin kepada satpam sekolah.

Satpam sekolah itu sedang mengelus dada, sembari tak hentinya menyebut istighfar karena kelakuan laki-laki tersebut.

"Kelek jam dide kaba ni?!" Barulah ketika satpam tersebut sudah cukup tenang, ia langsung melayangkan pertanyaan berbahasa daerah yang meskipun tidak dipelajari secara manual,  laki-laki itu sedikit mengerti bahasa daerah Lahat tersebut. Kira-kira artinya seperti ini lihat jam tidak kamu ini?

Bukannya menjawab, laki-laki itu malah menyengir lebar sambil berteriak semangat dan melambaikan tangan. Tanpa mau mendengarkan ocehan satpam tersebut, laki-laki tadi kembali melajukan motornya memasuki kawasan SMA Widya Bakti.

"Eh bocah!" seru satpam yang hanya dijawab oleh deru motor bocah gendheng bin bahlul itu saja.

Tiba di persimpangan parkir sekolah, seharusnya, ia mengambil arah ke kanan menuju parkir motor. Tapi, ia malah mengambil arah kiri, menuju parkir mobil.

Senyumnya tidak lepas ketika ia berhasil mengambil tempat parkir mobil yang berada tepat di bawah pohon yang agak rimbun. Plang parkir guru, ia abaikan begitu saja.

Setelah menurunkan standar motornya, ia melepas helm yang melekat di kepalanya. Sosok yang berhasil membuat satpam sekolah tadi mengelus dada kini telah menampilkan wajahnya.

Laki-laki itu bisa dikatakan ganteng, wajahnya lumayan putih untuk ukuran makhluk yang berjenis kelamin sama dengannya, alisnya yang tebal tampak serasi dengan matanya yang belo. Kini fokus laki-laki itu berada pada rambutnya yang terlihat berantakan, ia habiskan beberapa detik untuk merapikan rambutnya itu.    

Merasa sudah cukup, laki-laki itu mulai beranjak dengan langkah riang masuk ke dalam sekolah. Ia tidak peduli jika saat itu kondisi sekitar sudah  sangat sepi, karena bel sekolah sudah berbunyi dari sepuluh menit yang lalu.

Kakinya bergerak tanpa beban melintasi koridor sekolah. Hampir saja, ia berbelok menuju koridor kelas sebelas dan naik ke lantai dua. Namun semua tidak lagi mudah ketika langkahnya berhenti, akibat sebuah suara yang memanggil namanya dengan suara menggema.

"Wildan!"

Laki-laki itu berhenti, tapi tidak menoleh ke orang yang telah memanggilnya.

Tak menunggu lama, sosok yang tadi memanggil namanya telah menghampiri dirinya.  Tatapan tegas langsung menghujam laki-laki yang disebut dengan nama Wildan tadi.

Sosok tersebut kini berdiri di depan Wildan, "Kamu tahu jam berapa ini?" tanyanya.

Wildan menjawab cengengesan, "Ibu ceritanya ngeledek saya nih? Saya nggak ada jam tangan loh, Bu," lanjutnya dengan kekehan seringan kapas.

Bu Yuni, guru korseling sekaligus guru yang bertugas piket hari itu mendelik atas jawaban Wildan tadi. "Kamu ini betul-betul ya! Sekarang ini pukul tujuh lewat lima belas menit, kamu terlambat!"

Break OutTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang