Song Eun Hyo menatap kesal pada leding wastafel di rumahnya yang membuat masalah pada waktu yang sangat tidak tepat. Dia tidak pernah merasa dipermainkan seperti ini sebelumnya. Bagaimana bisa ketika dia baru saja menolak tawaran bantuan dengan tegas, lalu keadaan membuatnya meminta bantuan seketika itu juga. Benar-benar menyebalkan. Dan memalukan.
Memperbaiki leding yang bocor adalah hal terakhir yang ada dalam bayangan Eun Hyo. Selama ini pipa itu baik-baik saja, tapi kenapa harus mendadak bermasalah di hari ini, di jam ini. Dia memang terbiasa melakukan semuanya sendiri. Mengganti bohlam tinggi, menangani saluran yang mampet, sampai menyambung kembali kabel yang putus dan menyebabkan korsleting. Namun untuk masalah leding bocor, pengalamannya nol.
Sebelum akhirnya menyerah dan meminta bantuan Seong Joon, Eun Hyo sudah berusaha sebisanya untuk menangani masalah itu. Memakai apa pun yang ada di rumahnya untuk menjadi tambalan pipa yang bocor, tapi sudah pasti, hasilnya nihil. Air itu tetap menyembur dalam jumlah yang banyak dan mengagetkan, membuat sekelilingnya basah.
Seong Joon terperangah begitu membuka pintu rumah Eun Hyo. Keadaan rumah itu kacau seketika hanya karena satu titik, yang hingga saat ini masih menambah jumlah air yang menggenang. Seong Joon langsung berjongkok dan menahan pipa yang menyemburkan air, sementara Eun Hyo melihat sekeliling untuk mengambil apa saja yang bisa membantu.
"Kau punya ban bekas?" tanya Seong Joon membuat Eun Hyo kebingungan.
"Ban bekas?" ulangnya. Eun Hyo mengernyit lalu melihat sekitar. Dengan ragu dia berkata, "Sepertinya ... tidak ada."
"Atau bal ... ah!" Kerutan di kening Eun Hyo semakin bertambah ketika mendapati Seong Joon seakan bermonolog. Ucapannya belum selesai tapi ekspresinya sudah berubah lagi. "Sepertinya aku hanya butuh kunci pipa. Ada?"
Eun Hyo mengangguk dan langsung membuka lemari di sebelah pintu, yang memang sengaja digunakannya untuk menyimpan segala macam perkakas. Dari mulai alat pemanggang, sampai peralatan berat, semuanya ada di sana. Dengan sigap dia menyerahkannya pada Seong Joon lalu mundur lagi, mengambil jarak yang cukup untuk membuat lelaki itu leluasa melakukan pekerjaannya.
Dalam sekejap, rumah Eun Hyo kembali terisi kebisingan dari kegiatan Seong Joon. Tidak ada yang bisa Eun Hyo lakukan saat ini, ketika lelaki itu sedang fokus berkutat pada kunci pipa dan melakukan entah apa dari salurannya. Jadi dia memilih berdiri diam dekat pintu. Sambil bersedekap, diperhatikannya Seong Joon lekat-lekat.
Kalau dilihat sekilas, tidak ada yang aneh dengan lelaki itu. Bahkan Seong Joon tergolong cukup sempurna dengan tinggi di atas rata-rata, kulit putih bersih, dan hidung mancung. Badannya memang tidak terlalu berisi, tapi juga tidak terlalu kurus hingga patut dikasihani. Lekuk wajahnya juga pas, tidak runcing tapi juga tidak kotak. Satu-satunya yang menjadi pusat masalah dan perhatian Eun Hyo hanya tangannya. Bahkan sampai saat ini, dia masih belum bisa mengenyahkan rasa ingin tahu tentang hal itu dari pikirannya.
"Nah, selesai."
Seruan Seong Joon barusan menarik Eun Hyo kembali dari pikirannya yang berkelana entah ke mana. Dia sedikit tergagap saat membenarkan posisi berdirinya dan berusaha memalingkan wajah, supaya tidak tertangkap basah sedang memperhatikan lelaki itu. Untung saja Seong Joon masih fokus membereskan sisanya sehingga tidak melihat sikap aneh Eun Hyo barusan.
"Lebih baik kau membeli saringan yang lebih kecil supaya sisa-sisa makanan tidak masuk dan membuat pipa tersumbat," ujar Seong Joon sambil berdiri. Dia berjalan pelan ke arah Eun Hyo dan mengembalikan kunci pipa yang dipakainya tadi.
Eun Hyo mengangguk perlahan dan segera memasukkan peralatan itu ke lemari untuk mengalihkan perhatian. Otaknya masih tidak bisa diajak kerja sama dengan baik saat ini. "Terima kasih," bisiknya pelan, agak malu ketika mengingat betapa ketusnya dia saat menolak tawaran bantuan dari Seong Joon sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Us Be Happy ; 우리가 ... 행복하자
General FictionSeorang pemuda datang padanya dengan tangan penuh luka. Tanpa pernah membuat kesalahan, pemuda itu terus meminta maaf, membuat dirinya mulai penasaran. Pemuda itu telah mengusik hatinya. Seorang gadis masuk dengan tatapan kelam dan langkah seolah ta...