Memang tidak salah Eun Hyo tidak suka banyak berinteraksi dengan orang-orang. Ada saatnya mereka akan jadi sangat mengganggu, dan itu yang baru saja dihadapinya. Lihat saja bagaimana Seong Joon bisa jadi sangat cerewet sampai mengajaknya makan atau setidaknya pulang bersama.
Bagi Eun Hyo, selama aktivitas itu masih bisa dilakukan sendiri, kenapa harus melibatkan orang lain. Kesepian, alasan orang-orang. Bersama-sama terasa jauh lebih menyenangkan, tambah yang lainnya. Tapi itu semua tidak disetujui Eun Hyo. Mendengar orang lain mengoceh atau melakukan apa pun hanya membuang waktu, saat dia bisa melakukan semuanya dengan cepat sendirian.
Kesepian? Tidak. Eun Hyo tidak pernah mengerti dengan orang-orang yang menjadikan itu sebagai alasan. Menurutnya orang-orang seperti itu hanya sederet manusia yang perlu dikasihani karena tidak pernah merasa nyaman dengan dirinya sendiri, hingga harus selalu ditemani orang lain. Memang apa susah dan salahnya makan sendiri? Takut dilihati orang lain dan jadi pusat perhatian? Kenapa harus peduli, biarkan saja. Itu pendapat mereka, dan ini hidupnya yang tidak ada urusan dengan orang-orang itu, pikirnya.
Saat berjalan menuju stasiun Gangnam, Eun Hyo masih sempat melihat Seong Joon yang sedang mengendarai motornya dengan laju cepat hingga akhirnya melambat di dekat salah satu rumah makan. Sepertinya di situ tempat kerjanya satu lagi. Dan itu jadi kesialan bagi Eun Hyo, karena itu berarti ada kemungkinan lelaki itu bisa menyusulnya dengan cepat ke stasiun.
Benar saja, ketika baru tiba di depan pintu pembatas untuk masuk kereta, seseorang datang dari arah kanannya dengan napas terengah-engah. Eun Hyo tidak menoleh, hanya fokus pada lagu yang mengalir dari earphone-nya yang kadang terganggu oleh suara pemberitahuan kereta akan tiba sebentar lagi.
"Untung tempat kerjaku tidak jauh dari stasiun," ujar Seong Joon. Napasnya masih belum teratur, tapi dia tetap memaksa berbicara.
Sejak kapan lelaki itu jadi sangat cerewet, batin Eun Hyo. Rasanya lebih baik dia banyak diam dan terus-terusan meminta maaf seperti pertama kali mereka bertemu. Setidaknya kalau begitu, dia tidak akan dengan sembarangan jadi sok akrab dan berusaha terdengar ramah seperti sekarang.
"Apa kau tidak lap ...."
Kereta menuju Sadang sudah dekat.
Suara pemberitahuan kereta memotong ucapan Seong Joon, membuatnya mengatupkan bibir rapat-rapat. Sedangkan Eun Hyo maju perlahan tanpa menghiraukannya sedikit pun. Seong Joon ikut maju ketika sinar dari depan kereta sudah terlihat. Beberapa gerbong berlalu hingga kereta berhenti, dan mereka yang berdiri di gerbong akhir bisa masuk juga. Untungnya kereta sepi, karena jika tidak, itu artinya Eun Hyo harus menunggu lagi.
Eun Hyo memilih duduk di kursi pojok dekat tiang, dan Seong Joon menempatkan diri di sebelahnya. Gadis itu terus fokus pada ponselnya, memasang mode tidak mau diganggu. Maka Seong Joon mencoba menurut dan membiarkan Eun Hyo dengan dunianya sendiri. Dia memperhatikan orang-orang di kereta yang sibuk dengan aktivitas masing-masing, kebanyakan berkutat dengan ponsel di tangan. Namun pengalihan itu gagal. Terlalu sayang untuk berada di samping Eun Hyo tanpa percakapan.
"Kau ...," Seong Joon baru mengeluarkan sedikit suaranya tapi penolakan itu sudah jelas dari Eun Hyo. Gadis itu memalingkan wajah, bahkan menggeser tubuh dan kini menghadap tiang kereta.
Akhirnya Seong Joon kembali mengunci mulutnya dan membiarkan perjalanan ke stasiun Sadang yang memakan waktu sembilan menit diselimuti keheningan antara dirinya dan Eun Hyo. Begitu tiba pun, gadis itu langsung keluar dan berjalan cepat, seolah Seong Joon tidak pernah ada di sekitarnya sejak tadi.
Seong Joon melangkah cepat supaya bisa menyusul Eun Hyo. Namun langkahnya tertahan. Orang-orang yang berjalan cepat di sepanjang lorong kereta tiba-tiba jadi terlihat begitu banyak. Semakin berbayang dan kabur. Tangannya yang menahan di samping tubuh mendadak bergetar. Awalnya pelan, tapi makin lama makin kencang hingga seluruh tubuhnya kini gemetaran. Kakinya melemas, pandangannya semakin kabur dan keseimbangannya goyah. Seong Joon jatuh sambil berlutut di lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Us Be Happy ; 우리가 ... 행복하자
General FictionSeorang pemuda datang padanya dengan tangan penuh luka. Tanpa pernah membuat kesalahan, pemuda itu terus meminta maaf, membuat dirinya mulai penasaran. Pemuda itu telah mengusik hatinya. Seorang gadis masuk dengan tatapan kelam dan langkah seolah ta...