Tidak masalah bila seseorang menyakiti kita, asal jangan orang yang kita sayangi. Itulah yang dialami Ji Yeol beberapa hari ini. Dia tahu benar orang yang menjadi pusat pertanyaan Seong Joon waktu itu, seseorang yang selalu sendirian tanpa teman, pasti Eun Hyo. Ji Yeol hanya berusaha menjawab secara umum, dan pura-pura bodoh di depan Seong Joon.
Namun setelah hari itu, Ji Yeol tidak langsung pulang walau shift-nya sudah habis. Dia menunggu di seberang jalan, tempat orang berkumpul ramai-ramai dan mengamati dari sana. Tiap hari, Eun Hyo datang ke tokonya seperti biasa, menghabiskan waktu sekitar satu jam lalu keluar ketika sudah mau tutup. Di waktu bersamaan, Seong Joon membereskan semuanya dengan cepat, lalu mengekor gadis itu hingga masuk ke rumahnya.
Semua masih bisa terasa biasa saja kalau Ji Yeol tidak menyaksikan kejadian yang membuatnya emosi tadi malam. Tiba-tiba Seong Joon mengirimkan pesan, memintanya kembali menggantikan shift-nya. Ji Yeol panik dan menanyakan keadaan Seong Joon, tapi lelaki itu bersikeras kalau dia baik-baik saja dan hanya harus mengerjakan sesuatu yang penting dan mendadak. Dia berusaha percaya, walau dalam hati merasa ganjal. Hingga malam tiba, dia memutuskan untuk kembali menyusuri jalan kecil di dekat tokonya dan menemukan Seong Joon yang tetap mengekor Eun Hyo seperti biasa.
Eun Hyo sudah tiba di depan rumah, tapi dia tidak langsung masuk seperti biasa. Sebaliknya, dia berbalik dengan cepat. Tatapannya jauh lebih tajam daripada yang diperlihatkannya tiap hari. Rahangnya mengeras. Walau dari jarak cukup jauh, Ji Yeol bisa melihat ke mana pandangannya mengarah, ke Seong Joon, yang berdiri diam dengan jarak lumayan dari gadis itu.
"Aku tidak pernah menyangka ada orang yang benar-benar bodoh. Untuk apa kau mengikutiku setiap hari? Jangan pikir aku tidak tahu." Eun Hyo bersedekap. Tatapannya masih sama tajam. Nada bicaranya tidak meninggi, tetap datar. Namun aneh, bagaimana bisa yang datar seperti itu malah terasa lebih menusuk, membuat Ji Yeol mengepalkan tangan untuk menahan emosi yang siap meledak dalam dirinya.
Seong Joon masih bergeming. Pandangannya tidak beralih sedikit pun. Lalu dia menunduk sekali dan menggumam, "Maaf."
Walau berusaha seperti apa pun, Ji Yeol tidak bisa mengenyahkan bayangan kejadia malam itu dari ingatannya. Sudah cukup bagaimana ucapan Eun Hyo yang terdengar sangat tajam dan menyakitkan, Seong Joon yang jelas-jelas tidak bersalah malah harus minta maaf. Belum lagi kalau ingatan bagaimana lemasnya Seong Joon ketika berbalik dan pulang dari sana kembali menghantamnya. Ji Yeol benci mengingat itu semua. Dia benci hanya berdiam diri sementara gadis bernama Eun Hyo itu terus-menerus berbuat dan berbicara sesuka hati tanpa memikirkan perasaan orang lain.
"Oppa, mulai hari ini, jangan ikuti Eun Hyo lagi." Ji Yeol memberanikan diri, walau tidak yakin reaksi apa yang akan diberikan Seong Joon.
Seong Joon mengernyit. Ji Yeol pikir, lelaki itu akan bertanya bagaimana dia bisa tahu, tapi tidak. Pertanyaan yang dilontarkan malah jauh dari yang bisa Ji Yeol duga. "Kenapa?"
Selama beberapa saat, Ji Yeol terdiam. Mulutnya terkatup rapat tanpa bisa dibuka sedikit pun karena di hadapannya, dia menemukan sisi Seong Joon yang jarang diperlihatkan. Tatapannya penuh keyakinan, hingga apa pun yang orang lain katakan, tidak akan membuatnya goyah. Ji Yeol pernah menyerah pada sisi Seong Joon yang itu dulu, tapi kini dia harus membulatkan tekad. Seyakin apa pun lelaki itu, dia akan memberi perlawanan yang setimpal.
"Kenapa harus bertanya kenapa, ketika jelas-jelas yang dia lakukan hanya menyakitimu. Hal ini tidak sama dengan yang dulu, Oppa. Kau tidak punya tanggung jawab untuk terus mengalah dan bersikap baik padanya."
"Lalu kenapa kita harus punya tanggung jawab dulu untuk bersikap baik pada orang lain?"
Ji Yeol merenung. Harus diakui kalau pernyataan Seong Joon memang benar, tapi kalau terus begitu, bukankah dia akan dianggap remeh dan diinjak-injak orang? Ji Yeol mengerti sikap dan tujuan baik Seong Joon, tapi tidak semua orang begitu, kan? Bahkan di dunia ini, lebih banyak orang yang memanfaatkan kebaikan orang lain daripada bersyukur telah menerimanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let Us Be Happy ; 우리가 ... 행복하자
General FictionSeorang pemuda datang padanya dengan tangan penuh luka. Tanpa pernah membuat kesalahan, pemuda itu terus meminta maaf, membuat dirinya mulai penasaran. Pemuda itu telah mengusik hatinya. Seorang gadis masuk dengan tatapan kelam dan langkah seolah ta...