BAB 1 - Pertemuan Pertama

5.4K 246 13
                                    

Aku tidak mengenal kamu.

Kita tidak saling mengenal. Aku ingin bertanya

Beginikah cara Allah memperkenalkan aku dan kamu?.


--•0•--


Aku mengerjapkan mata ketika mendengar lantunan ayat suci Al-Qur'an yang berasal dari masjid sana. Ku renggangkan badan dan mengubah posisi tidur menjadi duduk seraya membaca doa bangun tidur sebelum beranjak.

Sudah menjadi kebiasaan bangun pagi subuh seperti ini. Semenjak Ibu meninggal sembilan tahun yang lalu, akulah yang menggantikan posisi beliau sebagai 'ibu rumah tangga' di rumah ini. Terutama mengurus Adikku, Iqbal, yang masih duduk di bangku kelas empat SD.

Beginilah aku, seorang gadis yang hanya memiliki Ayah dan dua saudara laki-laki. Penjagaan mereka terhadap satu-satunya gadis yang tinggal bersama mereka ini sangatlah protektif. Pengecualian pergi ke sekolah dan pergi bersama Anna, teman sejak masih mengenakan seragam merah putih sekaligus tetangga, itupun aku harus berdiskusi panjang dengan Ayah.

Belum lagi Khaliq, kakak laki-laki yang satu ini sangat cerdik, dia akan menambah-nambah pertanyaan jika dirinya sedang berada di rumah sewaktu melihatku yang ingin pergi.

Aku tahu itu semua demi kebaikan diriku. Bagiku, suatu keberuntung memiliki mereka. Walaupun bukan berasal dari keluarga yang paham agamanya kuat, tetap saja aku sangat bersyukur karena dapat merasakan nikmat dan indahnya Islam bersama Ayah dan dua saudaraku. Ayah akan tetap menjaga anak-anaknya sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah.

Seusai salat aku bergegas ke dapur yang menyatu dengan ruang makan. Tanganku cekatan mengiris bawang, cabai, daun sop dan berbagai macam jenis bumbu nasi goreng lainnya.

Setelah tugas di dapur selesai, aku melangkah ke kamar Iqbal yang berada di samping kamarku. Ku lihat Iqbal tertidur pulas di singlebad-nya lengkap dengan sarung dan baju koko yang masih melekat di tubuhnya.

Aku melirihkan suara saat membangunkan Iqbal sambil mengguncang lengannya pelan.

Iqbal menggeliat kemudian mengucek-ucek mata. Dia membenarkan posisi menjadi duduk dengan sisa-sisa kesadaran yang belum terkumpul sepenuhnya. Anak ini memang mudah dibangunkan.

"Kamu mandi terus sarapan. Oke!," titahku dengan wajah dihiasi senyuman lebar bertujuan agar Iqbal semangat bangun dari tidurnya yang nyenyak.

Iqbal mengikuti pembelajaran tambahan yang diagendakan setiap tiga kali seminggu. Oleh karena itu, dia tetap bangun pagi layaknya hari sekolah biasa. Serius, itu kemauannya sendiri. Tidak ada unsur paksaan dari pihak manapun.

Iqbal memang berbeda dari kebanyakan murid pada umumnya terutama di Indonesia. Dimana generasi milenials zaman sekarang lebih senang dengan gadget dibandingkan belajar secara manual.

Iqbal hanya mengangguk kemudian beranjak dari tempat tidur. Kebiasaannya mengerjakan salat subuh baru kemudian mandi. Katanya, kalau mandi pagi-pagi sekali, air di kamar mandi masih sangat dingin. Karena itu, dia memilih salat terlebih dahulu. Hm ... begitu ya, Bal?.

Teruntuk Kamu Pemilik Suara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang