01. Awal Dari Segalanya

1.2K 34 23
                                    

Awalnya aku tak merasakan apa pun saat mendengar suaranya di tengah lantunan indah yang dia kumandangkan.

Seperti lantunan-lantunan azan dengan suara muazin yang lain. Tak ada yang spesial dari suaranya yang kudengar.

Bangkit, berwudhu, lalu menunaikan kewajiban. Tak ada hati yang bergejolak dalam salat usai mendengar suara merdunya yang meluluhkan itu.

Bercengkerama dengan khidmat bersama sang Pencipta.

Mencoba ihsan saat berjumpa dengan-Nya tanpa memikirkan makhluk-Nya.

Namun, kini berbeda. Walau diri tetap mencoba. Dia, yang hanya dengan suaranya saja dapat meluluh lantahkan pertahanan hati yang kukunci rapat-rapat sebelum waktunya tiba, menjadi kerikil berduri yang tak kasat mata dalam hubunganku dan Penciptaku.

Hati yang harusnya menjadi media tempatku berpaut hanya dengan-Nya, kini telah berdusta. Dia, menyelinap masuk ke dalam ingatan. Membelah dua pikiran yang seharusnya hanya fokus melakukan kebajikan demi meraih ridha-Nya, kini telah terisi oleh dia yang bahkan wujudnya saja aku tak tahu.

Suara yang merdu, izinkan aku menorehkan tinta perasaan di atas kertas dengan sajak, "Teruntuk Kamu Pemilik Suara".

***

Kriiiing!

Bunyi beli berakhirnya pelajaran untuk hari ini berdering nyaring. Para murid berhamburan keluar kelas bak semut yang menyerbu manisan. Hilya, Anna, dan Lifa berjalan beriringan di koridor sekolah yang padat akan kerumunan manusia lainnya.

"Ke rumah Zahira, Yuk. Buat PR kimia. Ribet, nih, pusing sama carbon-carbonnya. Yuk, yuk," Lifa mulai membuka percakapan yang lantas mengundang tatapan dari dua orang temannya di samping.

"Yuk."

"Kapan?."

Respons Hilya dan Anna bersamaan.

"Nanti sebelum ashar aja. Gimana?," aju Lifa.

"Eh, memangnya kalian tahu rumah si Zahira di mana?," tanya Hilya karena sejauh sudah memasuki hampir tiga tahun berada di kelas  yang sama dengan Zahira, dia belum juga tahu di mana alamat rumah teman sekelasnya itu.

"Tau lah, Hil. Kalau nggak tahu, mana mungkin aku ajak," jawab Lifa seraya memutar bola mata.

"Kamu tuh, ya, rumah teman sendiri nggak tahu, huh! Untung bukan rumah aku," timpal Anna. Hilya hanya menyengir sebagai balasan.

"Rumah 'dia' tahu?," tanya Lifa berupa sindiran bermaksud mengolok Hilya yang jantungnya mulai berulah mengkhianati ritme normalnya saat sudah membahas tentang 'dia'.

"Bukannya rumah Zahira deketan ya sama rumahnya si ekhem-nya Hilya?," sahut Anna. Membuat atmosfir tak sedap bagi Hilya.

Teruntuk Kamu Pemilik Suara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang