BAB 04 - Teman Sebangku

2.5K 129 0
                                    

Allah masih merahasiakan keberadaanmu
dari pandangan mataku.

***

Sehari Setelah Masa Liburan Habis.

Hilya memasukkan beberapa buku pembelajaran hari ini ke dalam ransel maroon-nya. Hilya sudah sangat rindu dengan teman-teman sekolahnya. Dia rindu sekolah, tetapi enggan menyatakan rindu terhadap pelajaran-pelajaran yang ada di sekolah.

Setelah usai mengecek isi tas, Hilya kembali pada cermin lalu memakaikan niqab putih ke wajahnya.

"Bismillah. Hari pertama sekolah harus oke!," Hilya bergumam sambil mematut dirinya di depan cermin sebelum melangkahkan kaki keluar kamar.

"Hilya siapa yang antarin, Yah?," gadis itu bertanya saat melihat Ayah di meja makan.

"Bang Khaliq dah nunggu di luar," respons Ayah.

Hilya berjalan ke teras rumah untuk memakai sepatu hitamnya yang berkilau. Gadis itu masih mengingat kapan dia mencuci sepatu. Dua minggu sebelum masa liburan habis.

"Lah, Iqbal mana, Bang?," Hilya bertanya setelah berdiri dari duduknya. Matanya mencari keberadaan sang Adik.

"Dia udah berangkat duluan," jawab Khaliq.

"Sama siapa?," tanya Hilya cepat.

"Udah? Enggak usah banyak tanya, Hilya bawel," Khaliq segera menstarter motor matic-nya.

Di balik niqab, dapat dipastikan. Hilya sedang mencebikkan bibirnya. Dia merasa kesal diberi gelar bawel. Bertanya itu manusiawi, Hilya tak terima. Khaliq tak banyak bicara, tetapi sekali bicara mampu membuat Adik perempuannya mendumel karena disetiap ucapan kalimatnya mengandung unsur olokan yang menjurus pada Hilya.

***

A

ceh tidak seperti Jakarta yang dihiasi dengan kemacetan panjang jika matahari dirasa telah terbit. Disini, tepatnya di provinsi Aceh, Banda Aceh. Kota yang telah menampung Hilya beserta keluarga selama belasan tahun hidupnya, terasa lengang dipagi hari yang dimana para penuntut ilmu harus kembali menginjakkan kaki mereka ke sekolah dan para pemberi ilmu yang harus lebih ikhlas lagi mengajar dari sebelumnya.

Hilya turun dari motor dan mencium punggung tangan Khaliq. Kemudian gadis itu berjalan memasuki gerbang sekolah yang diatasnya bertuliskan 'MAN 01 BNA'. BNA sendiri memiliki kepanjangan dari Banda Aceh.

'Asing'.

Kata pertama yang terlintas dibenak Hilya. Satu bulan adalah waktu yang terbilang cukup lama untuk mengingat kembali bagaimana kondisi pelataran sekolah yang telah lalu. Sehingga terasa asing saat dipandang oleh mata Hilya. Terlebih ada beberapa fasilitas yang tampak baru dan berbeda. Baik dari tata peletakkannya maupun bentuk-bentuk penghijaunnya.

Hilya memasuki kelas setelah mencari nama pada tiap-tiap kertas yang tertempel di kaca-kaca jendela kelas. Hilya menyusuri meja-meja yang ada di kelas tersebut. Hingga pilihannya jatuh kepada meja nomor dua dari depan tepat di samping dinding.

Hilya mendudukkan diri di kursi yang bersebelahan dengan deret kedua dari tempat ia duduk. Hilya sengaja datang cepat hanya untuk mencari tempat duduk ternyaman dan aman yang jauh dari jangkauan murid laki-laki.

"Hilya! Ya Allah rindunya aku sama si Hilya ni."

Hilya menoleh ke asal suara. Anna datang dan berjalan cepat ke arah Hilya hingga gadis itu sesak karena pelukan erat yang teman karib-nya berikan.

"Aku duduk sini, ya," ujar Anna setelah melepas pelukan dan langsung menaruh ransel navy-nya di atas meja seraya mendudukan diri di kursi samping dinding.

"Kemarin juga udah ketemu sama kamu, Na. Tiap hari malah kalau bisa," Hilya tersenyum simpul.

"Kemarin sama sekarang itu beda, Hilya ...," balas Anna kentara dengan penekanan.

"Lagian nih ya, kamu itu betah banget ya dirumah. Sekali-kali kek ke rumah pas libur. Hehe, aku juga mager sih keluar," lanjutnya dengan cengiran. Jarak tempat tinggal kedua gadis itu memang dekat, tapi jarang sekali bertemu dikarenakan mereka yang sama-sama enggan untuk keluar dari kediamannya.

Obrolan keduanya berlanjut hingga kelas menjadi ramai akan kedatangan siswa dan siswi. Dan terhenti ketika agenda wirit bersama telah dimulai.


***

Teruntuk Kamu Pemilik Suara [SELESAI]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang